Satu | Pintu Hati

43.5K 1.6K 12
                                    

Dua tahun kemudian.

Gadis berkerudung merah marun itu menghela nafas setelah menatap ponselnya. Ia berjalan sambil menenteng tasnya. Ia baru saja keluar dari flat-nya. Kemudian segera berjalan menuju kampusnya. Tidak begitu jauh, ia hanya perlu berjalan kaki selama lima belas menit.

"Kenapa?" tanya Riani.

Gadis dengan rambut sebahu itu menjajarkan langkahnya tepat di samping sahabatnya. Caca mengendikkan bahunya. Seakan tak perduli pada sahabatnya, ia mempercepat langkah. Meskipun jadwal bimbingan tesisnya masih satu jam lagi. Ia memang berniat makan di kampus bersama Riani pagi ini.

"Fadli sms lo?"

Pertanyaan itu membuat gadis berkerudung tadi mendengus keras.

Fadli. Yah Fadli. Lelaki mana lagi yang bisa bertahan pada gadis ini? Hanya lelaki dengan kepedean akut setingkat dewa. Selain itu, dia adalah pemegang playboy kelas kakap. Meski tampan namun dengan reputasinya yang seperti itu, perempuan mana yang bisa percaya?

Apalagi jika perempuan itu adalah gadis berkerudung ini. Selain cantik, gadis ini juga sangat cerdas. Ia takkan mudah luluh atau ikut terpesona saat melihat laki-laki seperti Fadli. Laki-laki sejenis ini banyak sekali dan termasuk dalam urutan nomor satu sebagai lelaki yang paling dihindari. Paham?

"Gak usah nanya dia deh. Bikin gue unmood aja."

Riani terkekeh mendengarnya. Ia paham kok. Bukannya Fadli tidak menarik tapi hati Caca yang enggan terbuka. Bagaimana pun Riani yang tahu bagaimana kisahnya kan?

"Gue tahu sih Fadli orangnya yeah bukan tipe lo banget. Tapi kalau bisa, jangan terlalu terlihat membenci dia. Nanti ujung-ujungnya cinta loh."

Caca agak merinding mendengar kalimat itu. Ia sih tak berpikir hingga ke sana. Karena jujur saja, ada banyak lelaki yang pernah mendekatinya tapi tak setolol lelaki yang satu ini. Yang Caca maksud dengan tolol adalah Fadli sudah tahu kalau Caca tak suka tapi masih saja getol mengejar. Bahkan sudah dua tahun sejak pertemuan pertama mereka, lelaki itu masih terus menghubunginya. Bahkan Fadli sampai memohon pada Riani demi mendapat nomor ponselnya. Ya dapat sih. Gantinya, Fadli kudu sujud di kaki Riani. Hal yang membuat Riani terbahak puas. Asyik banget mempermainkan Fadli cuma gegara Caca.

"Segitu sibuknya sampai gue udah sebulan di sini. pun dia gak nanya sama sekali," gerutunya.

Caca mengelus punggungnya. Jika ia yang berada di posisi Riani, sudah pasti lelaki seperti itu akan ditinggalkannya. Lebih baik meninggalkan dari pada ditinggalkan. Ia sudah cukup perih merasakan hal seperti itu. Cukup sekali dan tidak untuk kedua kalinya.

"Makanya gue bilang ke elo, respek dikit kek sama Fadli. Cowok baik kayak gitu masa lo bi--"

"Kalo lo di posisi gue, lo yakin bisa nerima dia? Yang notabene-nya playboy kelas kakap?"

Riani mengatupkan mulutnya--tak tahu harus berkomentar apa. Ia sangat mengerti ke mana arah pembicaraan Caca. Gadis ini memang sangat sulit membuka hatinya pada lelaki. Apalagi jika lelaki itu seperti Fadli dengan track record minus dimata gadis itu. Gadis itu sangat sulit mempercayai orang lain. Namun jika ia sudah menaruh kepercayaannya, sampai mati pun ia pasti akan selalu percaya.

"Cowok kayak dia cuma mau main-main doang. Gak punya komitmen untuk hubungan ke depannya seperti apa. Gue rasa masa lalu gue sudah cukup buat gue untuk tidak mengulangi kenyataan yang sama."

😀😀😀

"Mau ke mana lo?!" teriak Robby.

Laki-laki berkemeja hitam itu baru saja keluar dari mobilnya dan melihat langkah Fadli yang sedang terburu-buru menghampiri mobilnya.

Titian KalbuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang