"Aelah.." Miko berdecak.

"Apaan sih lo! Ngedumel mulu!" Ucapnya sambil senyum-senyum.

"Anjir.. daritadi gue ngomong, lo nggak merhatiin? Matanya ngeliatin apaan sih elah!"

"Cewek tadi malem, Ko. Beneran cantik, Ko. Nggak salah sih gue kalo kalah balapan gara-gara tuh cewek." ucap Leon sambil mengingat-ngingat senyum Arum. 

"Hah?! Sekolah sini anaknya?!" tanya Miko terkejut

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Hah?! Sekolah sini anaknya?!" tanya Miko terkejut.

"Iya, tapi tadi gue bego banget deh, Ko. Masa gue sampe speechless ketemu dia, jadi lupa mau ngomong apa sama dia." Leon kembali teringat saat dia tadi sempat bertemu gadis bernama Arum itu. Hampir gila Leon memikirkan gadis itu terus-terusan.

"Eh, udah deh..lo pikirin aja tuh mobil lo yang raib. Daripada pikirin tuh cewek, katanya lo mau minta pertanggung jawaban ke dia?"

"Gue nggak tega, Ko. Dia terlalu angel face buat di sakiti."

"Emang siapa yang nyuruh lo buat sakitin dia? Kan minta pertanggung jawaban biar mobil lo balik lah, bego!"

"Gimana caranya, Ko?" Leon justru menunjukkan senyum lebarnya.

Lebih kesalnya lagi, Miko malah mengangkat kedua bahunya menandakan bahwa dia tidak tau.

Kampret, bukan?



✨✨✨




Leon memarkirkan mobil di garasi seperti biasa setelah dia pulang sekolah dan tidak di sangka. Mobil papanya juga terparkir rapi di sana, itu artinya papanya sudah pulang? Papanya yang sebenarnya dijadwalkan harus pulang besok lusa ternyata sudah berada di rumah sekarang.

"Mas Leon, mas sudah ditunggu sama bapak di dalam." Ucap seorang bibi yang baru saja membukakan pagar untuk Leon.

"Papa udah pulang, bi?" Tanya Leon dengan wajahnya yang berubah pucat pasi sekarang.

Bibi itu langsung mengangguk dan masuk ke dalam rumah terlebih dulu.

'Mampus, mati aja lo, Leon!' batinnya.

Leon dengan seribu rasa takutnya yang terkumpul dalam pikirannya masuk ke dalam rumah.

"Eh, papa udah pulang?" tanyanya seakan-akan tidak terjadi apa-apa.

"Leon, sini kamu. Duduk!" perintah si kepala rumah tangga di rumah Leon.

"Iya, pa.." lalu Leon mendaratkan pantatnya perlahan di sebelah papanya.

"Mobil kesayangan kamu mana?"

'Bingo!'

"Em itu pa, lagi di bengkel." ucap Leon berbohong.

Papanya hanya diam tidak bertanya lebih, membiarkan Leon terus bercerita.

"Leon habis nabrak pembatas jalan, pa. Makanya, Leon bawa ke bengkel."

"Kamu nggak usah bohong, papa tau kamu balapan lagi kan tadi malam? Terus kamu kalah? Iya kan?"

Leon lalu mendongakkan kepalanya terkejut mendengar ucapan papanya yang seratus persen benar.

"Leon, kamu tuh kapan sih berubahnya? Kamu udah kelas 12, sebentar lagi mau kuliah. Mau jadi apa nanti, ha? Kamu kira cari uang gampang? Iya, sekarang papa lagi di atas terus kalo tiba-tiba kita ada di bawah gimana?" suara papanya meninggi m, seiring Leon yang semakin menunduk.

"Jangan ngomong gitu dong pa.." ucap Leon sedih.

"Kalo papa nggak ngomong gini, kapan kamu sadarnya? Mau kamu, papa jual aja semua mobil kamu, ha?! Lumayan kan buat tambah modal usaha papa." Papanya tersenyum miring mengakhiri ucapannya.

"E-eh jangan dong, pa.." Leon merajuk pada papanya sambil berjongkok di depan papanya dan menangkupkan kedua tangannya di depan wajahnya agar tidak dijual semua mobil kesayangannya. Iya, kesayangan. Sayang kan kalo dijual? Semua punya kenangan tersendiri buat Leon.

"Oke, papa tadi udah lihat semua transkrip nilai kamu. Kamu tuh anak ipa tapi nggak bisa fisika, nilai kamu selalu jeblok di fisika. Terus kalo nanti kamu UN, nilai fisika kamu jeblok gini. Siapa yang malu? Kamu? Nggak cuma kamu aja, papa sama mama juga, Le! Biar kapok maunya di apain sih kamu tuh? Beneran papa jual ajalah mobil kamu."

"Eh? Jangan pa..please, pa!" Leon semakin menggosok-gosokkan kedua telapak tangannya.

"Yaudah, papa nggak akan jual, tapi kamu harus berhenti balapan dan kamu harus papa les-in di profesor teman papa kayaknya." Papa Leon menerawang ke depan sambil menggosok dagunya dengan telunjuknya.

"Les, pa?"

"Iya, kenapa? Kamu nggak mau?"

"Hm bukan gitu, pa. Leon mau tapi jangan sama teman papa dong. Yang ada Leon malah takut, pa."

"Ngapain takut? Dia dosen, udah biasa ngajar anak kuliahan. Anak ingusan kayak kamu sih gampang, Le."

"Hm Leon janji bakal berhenti balapan dan les fisika tapi please pa, jangan sama teman papa, ya?"

"Yaudah terserah kamu lah les dimana, yang penting lusa papa udah tau kamu les privat di rumah. Titik. Kalo nggak, mobil kamu otw masuk showroom lagi." Akhirnya papa Leon mengakhiri nasehatnya terhadap anak semata wayangnya ini lalu pergi meninggalkan Leon di ruang tengah yang masih berlutut.

Sekarang pikiran Leon dipenuhi tentang hal 'harus kemana dia berguru fisika sekarang?'

Guru fisikanya di sekolah? Nggak mungkin. Dia pasti akan bosan melihat kepala botak mengkilat itu setiap hari. Belum lagi omelannya yang kurang memotivasi dirinya.

Les di luaran? Mau cari di mana? Fisika saja dia benci, jadi nggak mungkin dia tau tentang les-lesan fisika yang bagus.


✨✨✨

A.R.U.M | JUNGRIWhere stories live. Discover now