•8. Hujan, Sahabat Malam•

62 10 4
                                    

Terkadang, kemarau pun dirindukan Maroon. Kemarau yang membawa dunia menjadi lebih berwarna, membuat pemuda-pemudi bebas berencana tanpa ada sedikit halangan dari Sang Hujan. Kebanyakan orang menginginkan musim kemarau. Namun, hujanlah yang selalu memberikan sebuah keberkahan yang berwarna, walau hanya satu tetes air saja.

Hujan semakin deras. Tidak seperti biasanya, halaman indekos sangatlah gelap, tidak ada lampu yang menyala kecuali indekos yang ditempati Maroon. Iringan hujan membuat Desa Sukatani mati lampu, terdengar teriakan dari kamar sebelah membuat Maroon sedikit tertawa.

Sendiri, didalam indekos yang cukup lebar, hanya di temani dengan Hujan, bantal, dan guling. Baru kali ini Maroon merasakan gelap sungguhan di indekos. Kata orang-orang memangnya gak takut tinggal sendiri di indekos? Maroon hanya membalas pertanyaan aneh itu dengan tarikan nafas yang membuat seluruh permukaan wajah terlihat elegant.

Hujan sudah mulai mereda, beberapa menit kemudian lampu pun kembali menerangi malam, Maroon berjalan keluar indekos melihat area indekos yang sudah mulai diterangi Flashlight milik Bapak Indekos.

Malam serta gerimis yang menjelajahi isi bumi, membuat Maroon berpikir untuk mengisi 1 bungkus nasi serta lauk Pauk kedalam perutnya. Malam ini sangat lapar, setelah siang tadi Maroon makan, kini lapar mulai tiba disaat yang tidak tepat.

Maroon berjalan menuju warteg didepan sekolah, yang mana terkenal dengan sebutan Warteg Ummi. Disepanjang jalan, aspal yang diselimuti berbagai air kotor, membuat Maroon sedikit bertingkah dengan air tersebut dengan menendang ke arah pesawahan. Hasilnya, celana panjang Maroon terasa basah. Maroon melanjutkan perjalanan menuju warteg Ummi.

Setelah berjalan beberapa puluh meter dari indekos, Maroon sampai di tempat kebahagiaan. Kebahagiaan dimana perut yang kosong, pada akhirnya akan terisi dengan nasi serta teman nasi. Maroon mulai membuka sandal berwarna krem yang berlogo Indomaret, lalu masuk menginjakkan kedua kakinya kedalam warteg tersebut. Terlihat didalam warteg Ummi ada beberapa guru Madrasah Aliyah Negeri Bandung Barat yang sedang berbincang perihal kemajuan Madrasah Aliyah Negeri ini.

Maroon disapa baik didalam warteg Ummi oleh beberapa guru yang sedang makan, Maroon hampiri satu persatu guru untuk bersalaman, diantaranya Pak Duduh, Pak Agus Budiono yang sering disapa 'Abi', Pak Dayat, dan Pak Enkusnadi.

Guru-guru hebat yang berdedikasi terhadap Madrasah ini, guru-guru tangguh yang selalu mengorbankan waktunya hanya untuk Madrasah ini, hampir setiap hari mereka bermalam di Madrasah, hanya untuk menyelesaikan tugas hebat. Menurut Maroon, bukan tugasnya yang hebat, tetapi, gurunya yang hebat.

Maroon memesan makanan yang sering ia makan di warteg Ummi. "Bu, nasi yang biasa saya pesan satu porsi, bu."pinta Maroon didekat meja parasmanan. "Makan disini, Roon?" Tanya ibu yang melayani Maroon. "Disini aja, Bu." ujar Maroon sembari melemparkan senyumannya kepada ibu yang melayani Maroon.

Maroon pun berjalan menuju meja makan, lalu duduk didekat Pak Duduh. "Roon, nih makan buah dulu!" Pak Duduh sembari memberikan buah manggis. "Wah hehe, makasih banyak, pak." Seru Maroon yang terasa senang bergabung makan dengan guru-guru hebat.

"Ini, Roon!."

Satu piring nasi dan teman nasi yang sederhana sudah siap disantap Maroon. Terlihat guru-guru sudah hampir habis dengan satu piring nasi yang ia makan. Maroon memakannya dengan tenang dan menikmati, betapa kosongnya perut yang maroon punya, pada akhirnya bisa menyantap satu piring nasi serta teman nasi yang sederhana.

••••

Hujan kembali turun, membuat sejarah pada malam ini. Maroon yang sedang duduk manis makan dengan satu piring nasi serta teman nasi, ditemani seorang guru-guru hebat yang sedang berbincang didalam warteg Ummi. Suara sendok dan garpu yang di pegang guru-guru berakhir beradu. Satu piring nasi yang dipunyai oleh guru-guru terlihat sudah habis, hanya tersisa Maroon yang masih menikmati gerakan mulut yang berisikan nasi dan teman nasi.

Mobilitas Sang WarnaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang