Arini and Pradipta

Começar do início
                                    

Arini tertawa kecil dan menatap sahabatnya itu dengan mata bulatnya tanpa rasa bersalah. "Hahaha..."

"Mau kemana lo?" tanya Cory dengan tatapan heran. Ya iyalah heran. Istri bosnya pukul lima sore menggunakan pakaian casual dan sudah berdiri di depan pintu ruangan suaminya. "Mas Bos udah ada agenda malam ini, makan malam dengan Menteri Perdagangan " kata Cory.

Arini mengibaskan tangan kanannya sambil menggelengkan kepala perlahan. "Nay" jawab Arini. "Gue nggak ada kencan sama Mas Bos hari ini," Mas Bos adalah panggilan mereka untuk Pradipta sedari dulu. Jaman Arini masih bekerja sebagai asisten si sulung dari Keluarga Mahesa itu.

"Lalu?" Cory menatap Arini ingin tahu. "Tumben-tumbenan lo jam segini udah mau ke luar kantor, pake jeans pula..." Tentu saja sebagai sahabat, ia tahu Arini sering kali pulang melewati jam kerjanya demi menyelesaikan project di The Mahesa's.

"Arisan," Arini tertawa pelan. Sesungguhnya ia tak merasa nyaman dengan arisan kalangan sosialita di Jakarta yang nilainya bisa mencapai hingga miliaran rupiah. Namun, demi kelangsungan pergaulan dan bisnis keluarga besarnya ehm keluarga Mahesa, ia terpaksa mengikuti arisan ini. Awalnya sang Mama lah yang memaksanya. Ya, Vivian Mahesa mengatakan bahwa arisan kalangan atas penting untuk bisnis dan pergaulan. Biasanya arisan digelar di klub eksekutif, hotel bintang lima, pulau pribadi, kapal pesiar hingga jet pribadi. Lokasinya pun mulai dari hanya di Jakarta, Bali, Lombok hingga Paris. Nah, arisan kali ini mereka akan menuju ke Macau dengan jet pribadi milik salah satu peserta arisan.

Tak sembarang orang bisa masuk ke dalam grup sosialita papan atas ini. Mereka adalah para perempuan sangat kaya dengan gaya hidup dan aktivitasnya terpampang di majalah wanita ternama di Indonesia. Ada artis terkenal yang menikah dengan pengusaha, desainer muda yang terkenal hingga ke seluruh dunia hingga istri pengusaha muda yang bergerak di industri media. Di kelompok arisan Arini ada 10 orang yang berasal dari beragam profesi. Ya persamaannya hanya satu, memiliki uang yang tak berseri.

Arini tersadar saat Cory menatapnya dengan bingung. "Ya?"

"Mau ketemu Mas Bos?"

Arini mengangguk antusias. Ia ingin berpamitan kepada Pradipta dan mengabarkan kepergiannya. Tentu saja ia pergi atas seizin suaminya, namun ia merasa perlu untuk memunculkan wajahnya sebelum pergi.

"Mas bos ada di ruangannya, lagi agak sibuk, sih. Tapi yuk aku temenin masuk ke dalam," kata Cory. Ia tahu bahwa sesibuk apa pun, Pradipta akan selalu bersedia menerima kedatangan istrinya. Dan hal itu sudah semacam SOP di keluarga Mahesa. Sesibuk apa pun, keluarga bisa masuk ke dalam ruangan mereka tanpa pemberitahuan terlebih dahulu.

Arini lalu mengikuti langkah Cory menuju ruangan Pradipta. Sesekali ia tersenyum dan menjawab sapa pegawai yang bertemu dengannya.

Cory mengetuk perlahan pintu ruangan Pradipta lalu membuka pintu. "Ada Ibu, Pak..." terlepas dari kedekatan antara Arini dan Cory, Sekretaris Pradipta itu selalu bersikap sopan di depan para tamu dan pegawai lain.

Pradipta yang sedang menekuni berkas-berkas di atas mejanya, mengangkat wajahnya.

"Hai," sapa Arini.

"Ni, hai..." sapa Pradipta yang lalu mengulas senyum. Laki-laki itu lalu menatap ke arah Cory dengan tatapan terima kasih.

"I'll hold all the phones..." jawab Cory mengerti. Ya, ia selalu tahu bahwa jika Arini datang ia harus menunda semua telepon dan tamu yang datang minimal 15 menit karena Pradipta akan memfokuskan diri kepada istrinya.

"Maaf mengganggu...aku mau berangkat," pamit Arini yang lalu menghampiri meja tempat Pradipta bekerja.

Pradipta menutup berkas, merapikan lalu menggesernya ke samping kiri.

The Mahesa'sOnde histórias criam vida. Descubra agora