Secret

12.7K 1K 47
                                    

Malam sudah semakin larut saat Pradipta tiba di rumahnya. Badannya terasa letih sekali dan ia berangan-angan dapat segera merasakan air dingin untuk menyegarkan tubuhnya. Dengan langkah gontai, ia membuka pintu rumah. Lampu masih menyala cukup terang menandakan bahwa Arini masih beredar di sekitar ruang utama. Terdengar suara TV di ruang tengah membuat Pradipta melangkah ke arah sumber suara.

"Hai, Dip,"

Pradipta termagu melihat siapa yang duduk di ruang tamunya dengan santai. Matanya dengan saksama menatap ke arah laki-laki itu. Rambut cepak khas tentara, badan tegap menggunakan kaos hitam yang melekat sempurna dan celana pendek loreng selututnya.

"Lo?" Bagai orang bodoh hanya dua huruf itu yang keluar dari bibir Pradipta.

Laki-laki itu mengangguk, tertawa lebar memamerkan giginya yang berbaris rapi. "Apa kabar lo?" Rendra bangkit dari sofa menghampiri sahabatnya.

Pradipta balas tertawa. "Sial lo, gue pikir gue liat hantu," Pradipta meninju bahu Rendra hingga membuat tubuh laki-laki itu terhuyung ke belakang. "Gue baik, lo sendiri?" Dengan penuh rasa rindu, Pradipta memeluk sahabatnya.

"Seperti lo liat,"

"Kapan dateng?"

"Jam tujuh, sengaja mau bikin suprise buat lo," kata Rendra.

"Lo nginep di sini, kan?" Tanya Pradipta.

Rendra mengangguk. Laki-laki itu lalu duduk di sofa. "Gue ke Bandung besok sore paling," Ayah dari Rendra dan Arini memang masih berdomisili di Bandung.

"Udah ketemu Arini?" Tanya Pradipta sambil melepas jasnya dan menyampirkannya di sofa begitu saja. Laki-laki itu melonggarkan dasinya.

"Udah, Mbak Arin lagi ke dapur tuh, " tunjuk Rendra dengan dagunya.

"Gue ke sana dulu deh," kata Pradipta sambil menggulung lengan bajunya hingga ke siku. Ia menggerakan kepalanya ke kanan dan ke kiri. "Bentar ya, Ndra...lo udah makan?"

"Nunggu lo," kata Rendra.

"Oke, wait for a minute," Pradipta melangkah menuju dapurnya yang terletak tak jauh dari ruang keluarga. Dapur moderen yang dilengkapi berbagai perlengkapan. Tembok berwarna putih bersih dengan aneka hiasan di dindingnya.

Arini terlihat sedang sibuk menuangkan saus bologneise ke wadah saat Pradipta mengejutkannya dengan pelukan dari belakang.

"Dipta," protes Arini. Mata perempuan itu membelalak ke arah suaminya yang justru malah semakin mengeratkan pelukannya dan menyerangnya dengan ciuman di pipi.

"Spaghetti aja kan ya? Kejunya udah diparut?" tanya Pradipta.

Arini menggelengkan kepala. "Belum, aku baru nirisin spaghetti..."

"Aku aja yang marut ya," Pradipta melepaskan pelukannya. Ia mengambil keju yang ada di dalam kulkas lalu memarutnya perlahan ke dalam piring.

Arini mengamati suaminya. Pradipta memang tidak sungkan untuk turun ke dapur, laki-laki itu jauh berubah dari yang dulu ia kenal. Pradipta yang dulu sangat keras kepala, walau pun kadang-kadang masih muncul namun sudah lebih terkendali.

"Apa?" Alis Pradipta terangkat heran saat merasa Arini menatapnya.

"Kenapa?" Arini balik bertanya. Perempuan itu membetulkan ikat rambutnya dan mencepol rambutnya asal.

"Kamu ngeliatin aku ada apa?" tanya Pradipta dengan mata menyipit curiga.

Arini menggelengkan kepala. Menahan senyum. "Nggak ada apa-apa,"

"Boong banget," cibir Pradipta tak percaya. Laki-laki itu mengamati istrinya. Ia tahu Arini menyembunyikan sesuatu darinya.

Arini tak menjawab. Ia bergerak dengan luwes di dapur, menyiapkan timun, salad dan tomat untuk dicampurkan dengan mayoneise. Tangannya lalu meraih mangkuk dan mengaduk semuanya dengan cepat.

The Mahesa'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang