Rise Human: Aeon Styx Chapter 1

7 0 0
                                    

'Eakk... Eakk... Eakk!'

Terdengar keras suara bayi menangis, memecah heningnya malam yang berusaha menenggelamkan manusia ke dalam dunia mimpi.

Bayi kecil itu menangis kuat, entah karena takut dengan berbagai hal yang pertama kali dirasakan indranya, ataupun rasa haus yang mulai bergelayut di kerongkongannya. Terperanjat dengan aneka warna cahaya lampu yang temaram yang bermain di depan matanya, dan juga kehilangan kehangatan dalam rahim ibunya yang seketika berubah ketika disambut dengan dinginnya malam.

Tubuh kecilnya berusaha berontak, kaki lemahnya menendang, dan dadanya naik turun berusaha keras memasukkan udara ke dalam paru-parunya. Berusaha sekuat tenaga menghilangkan rasa tak berdaya dan lemah di tubuhnya.

Namun apa daya, sepasang tangan wanita tua yang gemetar pelan, mengangkat tubuhnya yang amis berbalur darah dan air ketuban. Walau dengan pandangan yang kabur, sepintas dia melihat wajah seorang nenek tua mendekatinya.

'Nyonya, anak anda laki-laki...!' kata wanita tua itu sambil mengalihkan pandangannya ke arah tempat tidur di sampingnya.

Tatapan bahagia nenek tua itu sedikit berubah setelah beberapa saat memperhatikan tubuh bayi mungil tersebut. Kemudian dengan sedikit memelas dan bimbang, dia mulai berkata kepada wanita di tempat tidur di sampingnya.

'Tapi maaf nyonya, sepertinya anak ini lemah sekali. Badannya terlalu kurus, dan ......' nenek tua itu berhenti berkata sejenak...

'Kenapa dengan anakku, Bibi..?' dengan tatapan khawatir, wanita itu bertanya.

'Mmmm... saya tidak bisa merasakan Mana di tubuhnya. Mungkin hanya perasaan saya saja, jangan terlalu dipikirkan Nyonya'. Kata Nenek Tua itu sambil berusaha menenangkan Ibu bayi tersebut.

'Ya Tuhan, aku tidak akan mengeluh ketika aku dan suamiku menerima cobaan dan kesulitan. Aku tak tahu salah apa yang telah kuperbuat, tapi mudahkanlah hidup putraku ini.' Doa ibunya di dalam hati, sambil menahan isak tangis.

Kemudian Ibu bayi tersebut mengulurkan tangannya, meminta untuk menggendong bayi tersebut di pelukannya. Walaupun lelah bercampur dengan peluh, tetap saja ibu bayi tersebut terlihat gembira. Raut wajah khawatirnya perlahan mulai tergantikan rasa tenang ketika anaknya terlelap di pelukan. Ia tak tahu apa yang akan terjadi esok. Tapi ia hanya tahu bahwa tugas ibu adalah melindungi dan memperhatikan anaknya tumbuh. Apapun kemungkinan yang terjadi nanti, ia akan tetap menyayangi anaknya.

Hari berganti, musim pun berlalu dengan cepatnya. Sesaat hujan datang dengan petir menggelegar, sesaat kemudian terik mentari kian kuat memeras peluh.

Pohon-pohon bergantian menanggalkan jubahnya. Semusim hijau, musim yang lain merah, dan akhirnya gugur bersamaan dengan gugurnya salju dari langit.

Gubuk reyot yang ditinggali oleh ibu dan anaknya yang masih kecil itupun tak lepas dari alur kehidupan di dunia ini. Atapnya dari jeraminya mulai porak-poranda dihantam angin dingin. Dinding kayunya perlahan lapuk dimakan air dan rayap.

Walapun keaadaan tampak buruk untuk mereka, tetapi Sang Ibu tetap merasa nyaman, karena hal yang paling berharga untuknya telah tumbuh menjadi anak yang sehat.

'Aeon, jangan pergi terlalu jauh nak, ingat di hutan banyak binatang buas berkeliaran', ingat Sang Ibu kepada anaknya.

Bocah kecil itu sekarang sudah tumbuh menjadi anak yang tampan. Rambut hitamnya panjang tergerai hingga bahu. Matanya lebar dengan semburat warna biru di bola matanya yang tampak kontras dengan warna tubuhnya. Garis alis yang tegas membentuk tatapan mata yang tajam dan tegas. Kulitnya yang sawo matang berbeda jauh dengan ibunya yang putih bersih. Mungkin karena dia terlalu sering terpapar sinar matahari.

Rise human: Aeon StyxWhere stories live. Discover now