9. Eiffel Im in Love

Mulai dari awal
                                    

Dengan lembut Iqbaal memegang kedua pundak (Namakamu). Membuat perempuan itu menghadap kearahnya. ''Cerita sama aku.''

(Namakamu) tetap menggeleng. Hal ini membuat Iqbaal sedikit meremas pundaknya.

''(Nam), aku ini suami kamu, bukan?''

Dengan nada selembut itu tentu saja membuat (Namakamu) tidak berani menatap Iqbaal. Namun lidahnya kelu untuk bergerak.

''Aku nanya sama kamu, sayang. Jawab.'"

''I-iya.''

Iqbaal tersenyum simpul. ''Karena aku itu suami kamu, aku berhak atau bahkan harus tau apa yang istri aki ini pendam dan rasain.''

Sungguh, keadaan malam yang sunyi nan dingin seperti ini bisa membuat (Namakamu) memaafkan Iqbaal dengan mudah. Bahkan setelah kata-kata pahitnya pagi tadi.

''Aku nggak ngerasa dianggap kalo kamu diam. Apa aku harus peluk kamu ditengah sini baru kamu mau cerita?'' tanya Iqbaal yang kemudian merentangkan tangannya.

(Namakamu) langsung menurunkan kedua tangan Iqbaal sehingga pria itu tersenyum. ''Oke aku cerita.''

Senyum semakin melebar diwajah tampan mantan personel CJR itu. Ia merangkul (Namakamu) dan perlahan menyenderkan kepala perempuan itu di pundaknya. ''Pake posisi gini nyaman kan?''

(Namakamu) mengabaikan ucapan Iqbaal karena nyatanya ia memang selalu merasa nyaman ketika bersender pada seorang Iqbaal Dhiafakhri. ''Kasian Mama sama Bunda udah siapin semuanya dari jauh-jauh hari.

''Waktu, uang dan tenaga mereka pasti udah terbuang. Dan semuanya makin sia-sia dengan pertengkaran kita.

''Aku nggak tega, Baal. Aku ngerasa durhaka. Apalagi Bunda. Beliau paling exited soal liburan ini. Setelah aku nggak bisa ngasih cucu dalam waktu dekat, aku nggak bisa ngecewain dia lebih jauh.''

Iqbaal mengelus pundak (Namakamu) penuh kasih sayang. ''Aku yang harusnya ngerasa nggak enak. Kata-kataku tadi pagi itu terlalu kasar, (Nam). Ya kan?''

''Aku yakin kamu sendiri tau jawabannya, Baal.'' (Namakamu) memejamkan matanya lama. ''Entah aku yang terlalu lemah atau mulut kamu yang tajam.''

''Sumpah, aku nggak akan nuntut kamu untuk maafin aku dalam waktu dekat. Semuanya itu nggak termaafkan, (Nam). Aku brengsek,'' ujar Iqbaal. Emosinya membuat ia mencengkram bahu (Namakamu) pelan.

''Kamu nggak perlu begitu. Aku udah maafin kamu, Baal. Dengan kamu ngakuin kesalahan kamu aja itu udah nandain kamu ngerti.'' (Namakamu) mendongak menatap mata hazel Iqbaal yang dihiasi kantong mata. ''Kamu suami yang baik, Baal.''

''(Nam), aku mohon. Jangan maafin aku secepat ini. Aku takut akan ngelakuin hal yang sama lagi.''

''I believe in you, dear.'' yang membuat Iqbaal terkejut bukanlah panggilan sayang itu. Melainkan (Namakamu) yang baru saja mengecupnya. Walau hanya sedetik.

''Ka-kamu ...''

''Apa itu cukup untuk ngebuktiin kalo aku maafin kamu?''

Iqbaal mengulum senyum dibibirnya. ''Belum. Soalnya kurang lama.'' ia memegang dagu (Namakamu) dan mendekatkan wajahnya dengan wajah perempuan tersayangnya.

Selanjutnya, kalian bisa tebak sendiri.

***

Saat terbangun, (Namakamu) mendapati dirinya tertidur didalam pelukan Iqbaal. Sedari tadi malam memang begitu. Pria ini memeluknya erat. Kantung mata yang menghiasi wajah tampan Iqbaal membuat (Namakamu) tidak tega membangunkannya.

Karena masih terlalu awal untuk bangun, (Namakamu) kembali memejamkan mata.

''Kamu udah bangun?'' tanya Iqbaal lembut ketika (Namakamu) mengerjapkan mata beberapa kali.

''Hmm.''

Iqbaal terkekeh pelan. Matanya meneliti setiap inci wajah polos perempuan dipelukannya. ''Mau tidur lagi?''

''Kamu nggak dingin semaleman tidur shirtless? Aku aja sampe doble piyamanya.''

''Nggak. Orang pipi kamu anget. Jadinya badan aku ikutan anget, deh,'' jawab Iqbaal dengan nada cutie. Semalam memang ia mengeluh kepanasan. Walau sebenarnya di Paris sedang terjadi musim dingin.

''Oh iya, Baal. Kita belum ngabarin Mama, lho. Dia nanyain, tau.'' (Namakamu) mengelus kedua kantong mata Iqbaal secara bergantian.

Tangan Iqbaal mulai meraba nakas disisi kasur. Ia membuka lockscreen ponselnya dan menyodorkan benda itu ke (Namakamu).

''Apaan?''

''Katanya belum ngabarin Mama,'' sahut Iqbaal polos. Kedua alisnya naik turun dengan jahil.

Dengan gemas (Namakamu) memukuli dada Iqbaal habis-habisan.

Masih dengan senyuman jahil Iqbaal menahan tangan (Namakamu) agar berhenti memukulnya. ''Udah dong. Nanti kalo dada aku penyok kamu mau nyender ke siapa?''

''Bodo ah.'' (Namakamu) segera menyingkirkan diri dari pelukan Iqbaal dan memunggungi pria itu.

''Jangan ngambek.'' tangan Iqbaal bergerak memeluk pinggang (Namakamu) dan dagunya diatas pundak perempuan itu.

''Siapa yang ngambek? Ngantuk.''

Iqbaal berdehem sebentar. ''Nanti temenin aku ke Louvré ya. Mau kan?''

''Hmm.''

''Tuh kan ngambek.''

''IYAA IQBAAL!'' sahut (Namakamu) jengkel. Namun ia merasakan tangan Iqbaal tak lagi di pinggangnya. Kasur disebelahnya juga terasa kosong.

Tiba-tiba saja Iqbaal sudah berdiri. Disisi kasur di hadapannya. ''Sarapan yuk. Kali ini aku yang masak.''

(Namakamu) tergerak untuk duduk dan menarik ujung bibirnya membentuk senyum mengejek. ''Ck, sok.''

''Ett ... Kamu belum liat kemampuan Chef Iqbaal. Ayo dong, mager ih!'' Iqbaal segera menarik tangan (Namakamu) keluar kamar.

''Kamu nonton TV aja. Aku yang masak. Oke?'' titah Iqbaal setelah menyalakan TV dan menyerahkan remotenya.

''Awas aja kalo nggak enak!''

''Kalo enak gimana hayo?''

''Berarti kamu nanti malam masak lagi!'' seru (Namakamu) seraya menghindari Iqbaal yang sudah berancang-ancang mengelitikinya.

🙇

Bersambung...

Maaf ya udah seminggu nggak up. Soalnya aku ada test jd ga boleh main hp.

Karena masih ada draft, besok aku up lagi.

Semoga suka💚

xoxo, M

[2] Daddy Ale × IDR ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang