TAK SENGAJA BERTEMU DENGANNYA

40 0 0
                                    

Aku masih ingat saat itu, saat aku pertama kali bertemu dengannya, orang yang sangat berarti dan sangat aku cinta hingga saat ini.
Sore itu aku sedang duduk di halte, menunggu bus untuk pulang ke rumah.  Kudengarkan musik kesukaanku untuk menghilangkan kebosananku.
“Kenapa lama sekali! Bisa-bisa aku telat dan dimarahi mama!” gumamku dalam hati sambil melihat jam di handphone.
Kulihat seorang laki-laki, tak terlau jelas kulihat wajahnya,  sedang berlari dan terburu-buru membawa sebuah tas, entah apa isi dari tas itu. Sesuatu terjatuh dari tasnya, tapi dia tidak menyadarinya. Jadi aku memutuskan untuk melihat benda apa yang terjatuh tadi, dan berniat untuk mengembalikannya.
“Sapu tangan. Tunggu, ada tulisannya. Adi Pratama”, kubaca tulisan yang ada di saputangan itu.
Kuraih saputangan yang jatuh itu, namun laki-laki itu sudah pergi entah pergi kemana saat aku ingin mengembalikannya.
“Lebih baik aku menyimpannya dulu, nanti kalau sudah bertemu dengannnya lagi, baru aku berikan padanya” gumamku.
Tak lama setelah itu, bus datang dan aku langsung pulang.
Keesokan harinya, matahari terlihat begitu cerah. Cahaya terik bersinar menembus jendelaku. Kuraih jam di dekat bantalku .
“Apa? Jam 06.45”
“Aku terlambat!” pikirku.
Aku segera bergegas untuk mandi dan sarapan, setelah itu aku berangkat ke sekolah.
Setibanya di sekolah jam sudah menunjukkan jam 07.15. tapi tetap kuputuskan untuk masuk ke kelas. Kubuka perlahan pintu kelas, dan kulihat P. Hadi sudah ada di depan kelas sedang menerangkan pelajarannya.
“Mira, kenapa kamu terlambat? Sudah jam berapa ini?” tanya P. Hadi padaku.
“Maaf, Pak! Tadi saya bangun kesiangan” jawabku dengan rasa bersalah.
“Karena kamu sudah terlambat, nanti sebelum pulang sekolah, kamu harus membersihkan kelas ini sebagai hukumannya” lanjutnya.
“Baik Pak” jawabku.
“Sudah, cepat duduk sana! Bapak akan melanjutkan pelajaran”
Aku pun langsung menuju tempat dudukku! Tapi, aku melihat seorang anak laki-laki yang tak kukenal duduk di kursi belakang.
“Nis, siapa anak itu? anak baru ya?” tanyaku pada Nisa, teman baikku.
“Iya, dia anak pindahan. Namanya Adi Pratama. Panggilannya Adi. Kenapa, dia cakepkan?” jawabnya.
“Apanya yang cakep, biasa aja kok!” jawabku.
“Biasa aja apa biasa aja!” Anisa meledek.
“Apaan sich, udah nanti dimarahi P. Hadi lo!”.
Aku jadi memikirkan anak baru itu.
“Apa dia anak laki-laki yang kemarin, yang menjatuhkan saputangan ini?” gumamku dalam hati sambil melihat saputangan yang sedang aku pegang.
Sepulang sekolah, seperti kata P. Hadi aku melaksanakan hukuman yang sudah diberikan.  Aku tidak hanya menyapu, tapi harus mengepel juga karena kelas terlihat sangat kotor. Kulihat Adi masih berada di kursinya, diam sendiri entah apa yang sedang dia pikirkan. Kucoba untuk memecahkan suasana hening di ruangan itu.
“Hmm, kamu Adi kan? Anak baru itu? kenalkan aku Mira” kuperkenalkan diriku.
“Iya, aku Adi Pratama murid pindahan” jawabnya singkat.
“Kenapa kamu masih belum pulang?”
“Gak apa-apa kok. Cuma pengen nemenin kamu aja disini”
“Hah?” kagetku.
“Cuma bercanda kok!
Kulanjutkan hukumanku mengepel kelas, namun tidak sengaja aku terpeleset. Secara spontan Adi menangkapku, menahan agar aku tidak terjatuh. Kami saling bertatap mata. Kulihat wajahnya begitu jelas aat itu. Entah mengapa hatiku nerdebar-debar melihat tatapannya yang tajam. Tapi aku salting, aku melepaskan tangannya dariku.  Aku langsung mengambil tas yang ada diatas kursi dan pulang meninggalkannya. Aku tak tahu mengapa aku melakukan hal itu, bukannya berterimakasih malah meninggalkannya sendiri di ruangan itu.
Sejak saat itu aku sering melamun sendiri, teringat kejadian di kelas bersama Adi. Setiap aku teringat kejadian itu, jantungku berdegup kencang tak karuan tapi aku merasa sangat senang.
“Ada apa denganmu Mira, kenapa kamu sekarang sering memikirkan Adi” gumamku sendiri.
“Ok, sekarang lupakan itu semua, sekarang waktunya belajar” lanjutku.
Di sekolah, aku mulai sering memperhatikannya. Aku sangat senang saat melihat dia bercanda, saat dia tersenyum dan saat dia tertawa. Semua yang dilakukannya aku menyukainya, saat ini di mataku dia sosok laki-laki yang istimewa.
“Rin, kamu sibuk gak sekarang?” tanyanya.
“Nggak kok! Emang kenapa Di?” jawabku.
“Ikut aku yuk, ke kantin” ajaknya.
Dia menarik tanganku tanpa menunggu aku menyetujuinya atau tidak. Di sepanjang koridor sekolah, murid-murid lain memperhatikanku dan Adi yang sedang bergandengan tangan, aku sedikit merasa malu. Tapi sebenarnya aku sangat senang karena aku bisa berpegangan tangan dengan laki-laki yang istimewa di mataku.
Di kantin kami makan siang bersama. Aku tak pernah menyangka bisa duduk berdua dan makan siang dengannya seperti ini.
“Di, ada yang ingin aku tunjukkan padamu?” kuambil sapu tangan yang ada di sakuku
“Apa ini, saputanganmu?”
Dia terlihat kaget aku tunjukkan saputangan itu.
“Iya benar, ini saputangan yang sangat berharga bagiku. Ini saputangan pemberian almarhum Ibuku. Dari mana kamu mendapatkan saputangan ini?”
“Aku menemukannya di jalan, saat itu aku melihatmu berlari di depan halte bus”
“Terima kasih sudah mau mengembalikan saputangan ini”
Hari demi hari berlalu, semua sudah berubah menjadi lebih indah sejak Adi hadir dalam hidupku. Sekarang aku sudah sangat dekat dengannya, meskipun aku masih menyembunyikan perasaanku kepadanya.
Hari itu matahari begitu terik. Seperti biasanya aku jalan kaki ke halte untuk menunggu bus, tapi tidak sengaja aku melihat Adi sedang makan siang dengan seorang gadis yang tidak aku kenal di sebuah kafe. Melihat itu semua,  hatiku terasa begitu sakit. Tapi tidak ada yang bisa aku lakukan, aku bukan pacarnya. Jadi aku tetap melanjutkan langkahku untuk pulang.
Keesokan harinya di sekolah, aku sengaja diam tidak berkata apapun kepadanya. Aku sangat kecewa dan kesal jika mengingat kejadian yang kemarin.
“Mir, makan siang yuk?” ajaknya.
Aku hanya diam saja, tidak menghiraukan perkataanya.
“Kamu kenapa mir, kok jadi diem, gak seperti biasanya kamu kayak gini. Emang aku udah salah apa sama kamu?
“Siapa perempuan yang sama kamu kamu kemarin di cafe?”
Aku langsung meninggalkannya keluar kelas, tanpa mendengar jawaban darinya.
Sepulan sekolah, aku seperti biasanya berjalan kaki ke halte. Tapi di dekat gerbang sekolah, aku melihat Adi. Tapi aku memutuskan untuk berpura-pura tidak melihatnya.
“Mir, kemaren itu Sepupuku” Adi mengatakan itu padaku.
Aku tetap berjalan meninggalkannya, tapi dia tiba-tiba menarik tanganku dan memaksa untuk ikut bersamanya naik sepeda motor. aku menolaknya tapi dia tetap memaksa, hingga akhirnya aku terpaksa ikut dengannya.
“Di, kita sebenarnya mau kemana?” tanyaku.
“Ada sesuatu yang ingin aku tunjukkan padamu” jawabnya.
Aku jadi penasaran, kita mau kemana dan apa yang ingin Adi tunjukkan padaku. Adi membawaku ke tempat yang tidak aku kenal sebelumnya.
“Mir, sebelum kamu tunjukkan sesuatu ke kamu, kamu harus tutup mata kamu dulu”
“Ok, tapi kamu jangan macem-macem lo!”
“Iya, iya tenang aja!”
Adi menutup mataku dengan sebuah penutup mata. Setelah itu, aku dibawa ke tempat yang ingin dia tunjukkan padaku. Aku jadi semakin penasaran, apa yang sebenarnya yang ingin dia tunjukkan, sampai harus menutup mata begini. Aku merasakan tangan Adi membukakan penutup mata yang tadi dia pasang. Setelah aku membuka mata
“Adi, ini indah banget”
Ternyata Adi membawaku ke tempat yang penuh dengan bunga yang bermekaran, taman bunga. Indah sekali. Tapi aku lihat tulisan disana.
“MIRA, I LOVE U. KAMU MAU KAN JADI PACARKU” kubaca tulisan itu.
Aku sangat kaget melihat semua itu, aku bingung tapi aku juga senang. Apa yang harus aku lakukan sekarang. Ini adalah moment yang aku tunggu-tunggu.
“Apa aku harus menerimanya?” pikirku!
“Aku bertemu dengan sepupuku di kafe kemarin untuk membahas semua ini, aku sebenarnya ingin mengatakan semua ini dari dulu, tapi aku menunggu momen yang tepat. Kamu mau kan jadi pacar aku?
“Iya, aku mau jadi pacar kamu. Aku sebenarnya juga sangat mencintai kamu”
“Terima kasih Mir, sudah mau menerima perasaanku”.
Sejak saat itu, aku dan Adi selalu menghabiskan waktu bersama. Sekarang aku sudah memiliki teman yang special yang selalu menemaniku saat aku senang maupun sedih. Bukankah ini takdir. Aku tidak sengaja bertemu dengannya melalui saputangan itu, dan kini dia menjadi seseorang yang istimewa dalam hidupku.

(12 April 2014)
DIenDRӔ™

Tak Sengaja Bertemu DengannyaWhere stories live. Discover now