Masih memandangi punggung mungil perempuan itu, Jung Kook menyahut, "Sepertinya kamu sudah sering membawa laki-laki ke rumahmu."

"Enak saja!" Spontan Christa berbalik sembari menjunjung pisaunya ke arah Jung Kook. Tentu si lelaki langsung terbahak dan hal tersebut direspon dengan cebikan bibir. "Kamu lelaki pertama yang main ke rumahku, tahu!"

O, sekejap lenyap tawa meledek Jung Kook. Kedua obsidiannya mengerjap beberapa detik sebelum senyum kembali mampir di bibirnya. "Benarkah?" tanyanya, yang dibalas anggukan kepala. "Lalu, ke mana kedua orang tuamu? Sepi sekali."

"Sedang di luar kota, urusan bisnis."

"Kamu anak tunggal?"

Christa menggeleng, "Anak bungsu. Aku punya kakak laki-laki."

"Sedang di luar kota juga?" Jung Kook mulai penasaran, "Siapa namanya?"

"Kenapa kamu jadi ingin tahu?"

Mengulas senyum, ia membalas, "Karena sekarang kita sedang membahas dirimu."

"Huh?" Christa mengerutkan kening. Tetapi ia diam saja sampai Jung Kook dengan tiba-tiba berdiri di belakangnya, membuat punggung Christa bertabrakan dengan dada bidangnya. "Buat apa kamu di sini, Jeon?"

"Melihat pekerjaanmu."

Berdecak, Christa berbalik. Ia dorong tubuh tegap itu agar kembali duduk di posisinya semula. Jung Kook itu sungguh lucu, pikirnya. Terlalu banyak tingkah impresifnya, yang mana tidak pernah bisa dibaca oleh Christa. Di satu sisi ia begitu dewasa, dan di sisi lainnya ia begitu kekanak-kanakan. Layaknya air dan minyak; serupa tapi tak sama.

"Kedua orang tuamu bisnis apa, Ta?"

Tuh kan, sifat impresif Jung Kook kembali muncul. Menurut Christa, Jung Kook selalu bisa untuk bertanya pun membaca segala hal tentang dirinya; dalam kesempatan yang sama pula ia turut memahami lawan bicaranya.

"Kuliner tradisional," jawab Christa─merasa tak pernah bisa mengabaikan semua pertanyaan Jung Kook. "O, iya. Di sini aku lebih senang memasak──"

"Ya, aku suka." Christa mengerutkan kening, "Masakan tradisional. Kakakku berkecimpung di dunia yang sama dengan kedua orang tuamu."

Membawa piring berisikan masakan yang telah jadi, ia hidangkan tepat di hadapan Jung Kook, "Sungguh?"

Jung Kook mengangguk.

Christa lantas kembali membenahi masakannya yang lain──yang masih setengah jadi. "Lalu, bagaimana dengan orang tuamu, Jeon?"

© ikvjou ©

Ia merasa telah berdosa. Dan ia merasa sangat sedih karena Tuhan rupanya tidak marah. Kristus memakluminya─mungkin─sebab kini ia bisa menginjakan lagi kedua kakinya yang telah berdosa; melangkah jauh berkhianat, dan membohongi janjinya berdevosi.

Asrama itu masih sama; letaknya persis di belakang gereja, di dekat air mancur yang setiap pagi dan sore dihinggapi burung perkutit, dikelilingi oleh rimbunan pepohonan berbagai jenis yang batangnya besar-besar, yang kalau siang begitu sejuk dan sore akan jadi tempat menyenangkan bermeditasi.

Sekelibat ingatan terbayang. Saban sore ia duduk di sini, di kursi kayu tua, tepat di bawah pohon yang menghadap langsung air mancur dan membelakangi asrama. Kadang-kadang nyanyian kidung berdendang spontan dari bibirnya.

"Sudah lama, ya?"

Ingatan itu ambruk seketika; kesadarannya terhisap sesuatu yang gelap, menariknya pada suatu siang menuju sore saat ini─yang anginnya sepoi-sepoi.

Candramawa [BTS FANFICTION]Where stories live. Discover now