Chapter 1

1K 72 2
                                    

Dunia ini penuh dengan kejutan.
Begitu banyak yang datang dan pergi.
Kita tidak pernah tahu siapa yang Tuhan takdirkan untuk tinggal selamanya.
Bahkan yang pada awalnya dianggap bukan siapa-siapa,
bisa saja tiba-tiba menjadi segalanya.

Adrian Savalas

Musim Gugur,
10 Oktober 2017.

Alesha memasang earphone di kedua telinganya, mengencangkan volume musiknya lalu tersenyum. Ia berjalan menuju ke ruang tunggu kemudian duduk di barisan yang paling dekat dengan pintu antrian masuk ke pesawat. Tangannya memegang erat visa, paspor, dan dokumen penting lainnya, perempuan itu tak henti berusaha menenangkan dirinya agar tidak gugup.

Sebenarnya, Alesha merasa senang bukan main karena hari ini ia resmi berangkat ke Amerika untuk memulai pendidikan masternya. Akan ada begitu banyak perbedaan yang ia rasakan nanti. Musim dingin yang selalu ia dambakan, yang saat dulu selalu ia nanti ketika masih tinggal di Manchester, yang juga tak pernah ada di Indonesia. Individualisme yang akan membuat dirinya merasa semakin mencintai planet ini karena tidak perlu repot-repot melemparkan senyum palsu pada orang tak dikenal. Dibayangannya, Amerika akan sangat menyenangkan. Tapi, tetap saja ada satu hal yang terus mengganggu pikiran Alesha. Apakah ia akan dengan cepat mendapatkan pekerjaan paruh waktu, atau malah akan membutuhkan waktu yang lama. Mengingat ia adalah seorang 'pendatang baru' di Redlands.

Alesha menggosokkan telapak tangannya pelan karena suhu AC di ruang tunggu ini terlalu dingin.

Seorang staf membuka pintu antrian, ia meminta calon penumpang mengantri di barisan dengan rapi dan menunjukkan tiketnya. Sesuai instruksi, Alesha pun menunjukkan tiket dan tanda pengenalnya pada staf saat gilirannya tiba, ia lalu dipersilakan untuk masuk ke dalam pesawat dan duduk di bangku nomor 30A, tepatnya bangku yang paling dekat dengan kaca. Ini adalah posisi kesukaan Alesha, ia sangat senang ketika duduk di dekat kaca saat naik kendaraan karena ia bisa melihat pemandangan luar dengan sangat jelas.

Perempuan dengan rambut dikuncir kuda itu melirik jam tangannya yang menunjukkan pukul 7.15PM. Itu artinya, lima menit lagi pesawat akan lepas landas. Ia mengembuskan napas pelan dan menyandarkan tubuhnya lalu melirik lelaki yang tiba-tiba duduk di sampingnya. Lelaki bertubuh (sangat) tinggi yang dibalut pakaian serba hitam itu tersenyum ke arahnya. Perawakannya persis seperti Paul Klein—vokalis LANY, band kesukaan Alesha—tinggi, kurus, dan memiliki kesan dingin. Lelaki itu juga menindik telinganya dengan tiga anting di telinga kanan, dan satu di kiri. Wajahnya memang tidak tampan, tapi sukses membuat Alesha memperhatikannya serinci itu pada pandangan pertama mereka.

Saat pesawat lepas landas, Alesha buru-buru mengalihkan pandangannya ke luar kaca dan memasang earphone-nya lagi. Mendengarkan lagu di daftar putar yang ia beri nama 'A'.

 Mendengarkan lagu di daftar putar yang ia beri nama 'A'

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Dear My Favorite EverythingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang