"Iya Buk iya!" semua murid jelas sangat antusias sama penawaran Bu Kaswana itu.

"Jadi gini games nya. Nanti Ibu tunjuk siapapun itu, lalu dia berhitung dari angka satu sampe seterusnya. Tapi setiap kelipatan 5 kalian harus ganti sama kata-kata 'hai' nanti kalo salah kalian kena hukuman." Bu Kaswana ngejelasin panjang lebar yang disambut anggukan setuju plus ngerti dari murid 1A1.

"Sekarang Ibu mulai dari kamu." kata Bu Kaswana sambil nunjuk ke arah Sylva. Lalu dimulai lah permainan itu.

"Satu"

"Dua"

"Tiga"

"Empat"

"Haii"

"Enam"

"Tujuh"

"Delapan"

"Sembilan"

"Hai"

"Satu... Eh!" permainan itu berhenti di Lisa karena dia nyebut angka satu bukan sebelas. Jadinya si Lisa ini kena hukuman seperti yang tercantum di kata-kata Bu Kaswana tadi.

"Nah! Ayok Lisa maju terserah mau ngapain aja." Ujar Bu Kaswana dengan muka sumringahnya itu.

"Ayok atuh maju lama banget," Ayu tiba-tiba nyeletuk dengan nada ngomongnya yang sinis itu. Mungkin dia dongkol dengan keleletan si Lisa ini.

"GAK MAJU GAK NAIK KELAS!" suara keras yang jelas seperti cowok itu yang siapa lagi kalo bukan si Abbad langsung bener-bener nyairin suasana di kelas. Suara itu langsung disambut tawa kecil di penjuru kelas. Bu Kaswana pun ikut terkekeh kecil denger celetukan Abbad tadi.

Akhirnya si Lisa maju dengan bacain puisi karangan Chairil Anwar yang ada di buku paket Bahasa Indonesia. Penampilannya diakhiri oleh tepukan dari anak-anak kelas 1A1. Permainan pun dimulai kembali, tapi kali ini bukan dimulai dari Lisa.

"Oke ya kita mulai lagi. Sekarang dimulai dari Isno!" kata Bu Kaswana makin bersemangat.

"Satu"

"Dua"

"Tiga"

"Empat"

"Hai"

"Enam"

"Tujuh"

"Delapan"

"Sembilan"

"Hai"

"Sebelas"

"Dua belas"

"Tiga belas"

"Empat belas"

"Hai"

"Enam belas"

"Tujuh belas"

"Delapan belas"

"Sembilan belas"

"Hai"

"Dua satu"

"Dua dua"

"Dua tiga"

"Dua empat" semua anak kelas langsung melihat dengan jelih mengikuti arah suara dan berharap akan berhenti pada orang yang tepat.

"Hai" masih ngeliatin.

"Dua enam" belum aja belum.

"Dua tujuh" lama banget.

"Dua delapan" pantau terus.

"Dua sembilan" iya iyaaaaaa.

"Hai" daaaaaaaaaaan.

"Tiga puluh..." kata si Selasih.

"Woaaaaaaaaa....."

"Wahahaaaaaaaaaa....."

Semua anak kelas reflek langsung bersorak-sorak kayak Indonesia habis ngegolin di ajang piala dunia gitu. Ditambah tepukan tangan dan lain-lain. Intinya rame banget kelas udah kayak pada nge-Fangirl semua.

Ya gimana pada gak kaget coba. Itu permainan berhenti di Selasih. Ya lo tau lah dia itu susah banget kalo disuruh maju dari jaman baheula juga. Makannya anak kelas pada kikuk sekaligus nungguin dia maju, apa sih yang bakal dia tampilin? Pertanyaan itu pasti ada di otak para murid apalagi anak ceweknya.

"Ayok majuu dong," kata Ayu lagi dengan nada sinisnya yang khas itu.

"Iya maju dong Selasiiih," Isna pun kali ini ikut-ikutan.

"Isna temenin noh adek lo," si Ayu mulai nyolot.

"Diih bukan adek gw, adek Hesti noh!" jawab Isna sambil nunjuk ke Hesti.

"Selasiiiiih maju yuk, gak usah maluuu," kata Hesti pake nada laksana seorang kakak yang sedang ngajak adeknya untuk maju.

"Apa mau ditemenin Dziky?" lagi-lagi si Abbad ini langsung nyeletuk dengan tanpa tau waktu dan suasana.

"Apasih Bad kok ke gw gw," si Dziky langsung manyun nunjukkin muka ngambeknya itu.

"Oh Isna mau gantiin?" Ayu pun nuduh Isna yang gak gak. Tapi cuman dibales pelototan mata Isna yang gak nahan itu:v

"Ayo maju! 2018 semangat baru!" Kata Bu Kaswana yang mencoba buat semangatin si Selasih.

Dari jauh keliatan kalo si Selasih ini bilang 'malu'. Ya iya sih gw juga malu kalo disuruh maju gitu. Tapi ya kalo baca buku sih enggak, h3h3

Waktu berjalan lama banget seakan-akan si Selasih ini bekuin waktu supaya jadi lama banget. Heh! Inget loh kita nunggu! Nunggu tuh gak enak. Apalagi nunggu yang gak pasti. Kayak dia! Eh! Gak deng gak. Baper kan gw aelah. Si Selasih ini juga sempet php-in anak kelas. Tadinya dia udah beranjak dari tempat duduk dia, eh! Duduk lagi si anjir. Dan dia ngomong 'malu' lagi. Tambah anjir-_- Ini kapan majunya duh Gusti:( Waktu yang ditunggu-tunggu pun akhirnya tiba, si Selasih akhirnya maju bawa buku dia yang bersampul cokelat muda ala anak sekolah jaman now.

"Ibu..."

Baru aja dia sebut judulnya langsung semua anak kelas terpana sama dia.

Dia bawain puisi tentang doa buat kesembuhan 'Ibu' yang ada di puisi itu. Isinya panjang author gak hafal. Tapi suara dia itu bisa banget gitu bawain puisi yang temanya sendu itu. Bahkan beberapa anak ngira si Selasih ini nangis karna bacain puisi buatan dia sendiri.

"Iya, itu bagus ya puisinya." kata Bu Kaswana muji Selasih yang barusan aja langsung lari ke tempat duduknya disusul sama tepukan meriah sama seisi kelas. "Mau lagi gak?" tanya Bu Kaswana ngarahin mata ke seluruh kelas.

"Yang cowok atuh Bu gantian," kata Ayu yang tiba-tiba nimbrung pake nada seperti memelas dengan penuh kasih sayang ke Bu Kaswana.

"Diiiiiihhhhhh...."

"Huuuu huuuuuu......"

"Apaan sih apaan Lo"

Nah! Lo bisa tebak kan, itu semua adalah protesan dari autis boy yang gak mau maju.

"Yaudah yaudah, kita mulai aja. Dimulai dari Margaretha!" Bu Kaswana langsung angkat bicara yang ditanggepin dengan muka kagetnya si Retha.

"Satu.."

"Dua"

"Tiga"

"Empat"

"Hai"

"Enam"

"Tujuh"

"Delapan"

"Sembilan"

"Haiii"

"Satuuu! Eh!" Si Rosa langsung syok dan reflek nutup mulutnya. Yaaaa! Dia salah ngomong harusnya kan sebelas bukan satu. Iya gw tau sebelas itu dimulai dari angka 1. Tapi kan kalo ditambah angka satu lagi jadinya sebelas hehe.



















-----


















Lanjut nanti author mau bobo dulu,bye.

3A1 (The Extraordinary Class)Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ