Bab 1: Kekagetan

26 0 0
                                    


Siang menjelang sore, di suatu kota kecil di Inggris.

Seorang pria berusia pertengahan 20 sedang mencari barang-barang kebutuhannya. Dia mencari di sebuah toko kecil bernuansa Gothic, yang memang tampak normal baginya, mengingat era ini adalah era Victoria. Berhubung di luar toko terasa agak panas, maka tak banyak orang yang berlalu lalang di jalanan ataupun mengunjungi toko. Hanya beberapa orang saja yang tampak sibuk di jalanan.

Tanpa menghilangkan konsentrasinya dari mencari barang-barang yang dia perlukan, pria tadi akhirnya menyelesaikan pencariannya dan kini dia hanya perlu membayar semua barang yang dia beli. Didatanginya kasir toko itu dan dengan santun dia menanyakan berapa yang harus dia bayar.

"Semuanya berjumlah 5 Poundsterling dan 5 sen, Tuan," kata sang kasir sekaligus pemilik toko dengan ramah. "Ah, terima kasih, Pak," tanggap sang pria sambil merogoh saku celananya dan meletakkan uang dengan jumlah yang telah disebutkan tadi. Sang pemilik toko, yang adalah seorang pria berusia 40 tahun ke atas, hendak membungkus semua barang yang diberi sang pria dengan kantung kertas yang ada di dekatnya. Belum sempat beliau raih, sang pria menghentikannya. "Tidak perlu, Pak. Biar aku saja yang membungkusnya," kata pria itu. "Oh baiklah," balas sang pemilik toko dengan ekspresi terkejut sekaligus merasa senang.

Sambil memperhatikan sang pria meletakkan barang-barangnya ke kantung kertas, sang pemilik toko yang ada di depannya berkata, "Seperti biasa, kau sangat santun dan peduli dengan orang lain ya, Althor."

Pria yang ada di hadapannya ‒ sang tokoh utama yang tadi mencari barang-barang ‒ yang dipanggil Althor, mendongakkan kepalanya sedikit. "Ah Anda berlebihan, Pak Arlend. Aku hanya tidak suka merepotkan orang lain," sanggahnya.

"Yah, terserah kau sajalah," komentar sang pemilik toko, yang bernama Arlend. "Tapi setidaknya perilakumu lebih baik daripada pengunjung lainnya. Walau aku tahu ramah tamah bukan hal yang terlalu penting di lingkungan kita, tapi aku senang kau masih memiliki etika itu di dalam dirimu," lanjutnya.

Althor hanya berdehem pelan dan tersenyum mendengar perkataan Pak Arlend, sang pemilik toko. Dalam hatinya ia merasa bahwa itu adalah hal yang biasa, bahkan bukan sesuatu yang perlu diapresiasi seperti itu. Tetap saja, mengetahui bahwa apa yang dia lakukan telah membuat Pak Arlend senang, dia pun turut senang.

"Jarang-jarang Anda berkata panjang lebar seperti ini, Pak. Apakah ada hal lain yang membuat Anda senang?" tanya Althor, dengan sopan. "Aku rasa saat ini yang paling membuatku senang hanyalah tingkah lakumu," Arlend berhenti sejenak. "Tapi ada hal lain yang ingin aku beritahukan kepadamu, Althor."

Althor, yang merasa terpanggil dan penasaran, bertanya lagi. "Apa hal yang ingin Anda beritahukan, Pak Arlend?"

"Tunggulah di sini, aku akan menunjukkan sesuatu," balas Arlend sambil memberi isyarat tangan pada Althor untuk tetap di tempatnya. Dan dia segera masuk ke dalam rumahnya yang terhubung langsung dengan pintu belakang kasir.

"Ah, baik."

Tak lama kemudian, Arlend kembali dengan membawa sebuah boneka kecil di tangan kanannya. Dia meletakkan boneka itu di atas etalase kasirnya. Althor tidak bisa menyembunyikan perasaan herannya. Kenapa Pak Arlend tiba-tiba ingin menunjukkan boneka ini padaku? pikirnya dalam hati.

"Oh aku mengerti, kau pasti heran dan bertanya-tanya kenapa aku ingin menunjukkan barang ini padamu, terutama karena barang ini lebih cocok aku berikan pada anak-anak perempuan lainnya yang datang kemari," ungkap Pak Arlend, tampak mengetahui apa yang dipikirkan oleh Althor. "Tapi Althor, percayalah, ini bukan boneka biasa," tambahnya.

"Hmm aku mengerti pak, tapi kenapa harus aku yang kau tunjukkan boneka itu, dan bukan anak-anak perempuan?" tanya Althor, tetap tak mengerti dengan semua ini.

Yang Berubah Menjadi BonekaWhere stories live. Discover now