Prolog

16.9K 433 6
                                        


Ada seorang teman, sebenarnya aku malas menganggapnya teman karena kami tidak pernah bisa menjadi teman. Dalam pikiran kami masing-masing, kami adalah dua orang yang saling menuduh menyebalkan satu sama lain.

Hingga tiba-tiba ruangan yang ramai sunyi mendadak, yang terdengar hanyalah coretan silang pada jawaban kertas soalku dan ketukan berirama mengikuti alunan lagu yang laki-laki itu gumamkan sama persis seperti yang ia dengar di ponsel dan sambungan earphone-nya.

Tiba-tiba ia mengganggu fokusku, tak ada alasan lain, aku sungguh tau, saat dia menghentikan nyanyiannya, dia merasa bosan dan yang dia butuhkan adalah teman. Akan tetapi, sekali lagi aku sangat yakin teman itu bukan aku.

Namun ternyata semua jauh dari yang aku pikirkan, dia mengatakan sesuatu.

"Kalo gue ngomong ganggu gak?"

Terkejut? memang pasti akan terkejut. Orang yang selalu berbicara ketus padaku dan beberapa orang lainnya tiba-tiba berubah menjadi lembut dan biasa saja, sama seperti saat ia berbicara pada sahabat-sahabat perempuan yang ia miliki.

"Ngomong apa?" Akhirnya kuputuskan menatapnya, lalu aku menghentikan sejenak aktivitasku. Aku tidak pernah lupa bahwa dia laki-laki yang tidak pernah tersentuh sudut hatinya. Kenapa aku berpikir seperti itu? Alasannya adalah karena ia tidak pernah bisa menerima ucapanku, terserah baik atau tidak caraku berbicara. Ia tetap membalasku ketus.

Ia membenarkan posisi duduk lesehannya di depanku di mana kami terhalang meja kecil persegi panjang yang menjadi tempatnya mengetuk jari dan tumpuan tanganku yang lelah menjawab soal.

"Kenapa sih lo fake banget, gak sanggup belajar berhenti kali, pending bentar gak bikin lo bodoh seumur hidup juga kali." Apa katanya? Dasar sok tahu. Jadi dia maunya bertanya sesuatu atau menyindirku, sih.

"Lo gak tahu apa-apa soal gue, jadi diem aja."

"Dahi lo berkerut tuh, tandanya lo lagi kesulitan pahamin soal."

Lagi lagi laki-laki ini sok tahu, aku hanya ragu menjawab soal tersebut karena lupa. Satu hal lagi, aku sedang giat belajar hari ini, mungkin memang kemarin itu aku bosan dan berhenti sebentar.

"Hidup kalian cewek fake banget sih? Banyak drama! Kenapa sih kalian hidupnya gak santai-santai aja?"

"Maksud lo apa?"

"Ya liat aja diri lo sekarang, lo nge-push diri lo gini, kenapa sih cewek ribet. Apa-apa dipusingin, nih sekarang fenomena cewek nolak cowok minta balikan padahal masih cinta banget. Apa susahnya sih jujur?"

Tercengang. Apa sangkut pautnya dengan belajar? gak ada korelasinya!

"Lo cur-hat?" Jelas sekali aku kebingungan. Apa laki-laki ini berniat bicara pribadi denganku?

"Bukan curhat, mungkin lo bisa kasih tahu gue alasan kenapa  semua cewek bisa fake banget. Termasuk lo."

Oke fix. Otak jahatku seratus persen berpikir bahwa laki-laki ini memang ingin tau sesuatu tentang kaum perempuan. Dan aku baru ingat satu hal, beberapa minggu lalu laki-laki ini baru putus dengan pacarnya dan tidak bisa diajak balikan. Apa ini yang ingin dia tahu? Rupanya sebenarnya tujuannya bukanlah menyuruhku berhenti belajar sejenak melainkan minta saran?

"Pertama gue gak fake. Kedua gak semua cewek itu sama. ketiga, cowok gak tau dari sisi mana cewek berpikir."

"Semua cewek fake."

"Apa yang bisa nguatin argumen lo kalau perempuan itu fake?"

"Yang tadi gue bilang? Suka tapi gak mau bilang, maunya dikejar terus, kalo di depan laki-laki jaim banget dan sebagainya."

Intersection Of Feelings (IF) [End]Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz