Benang Merah Edelweis

101 7 0
                                    

Pelangi dalam kabut menandai telah datang hari baru

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pelangi dalam kabut menandai telah datang hari baru. Begitulah negeri kami, negeri di atas kabut. Hari ini pelangi abadi mulai bergradasi. Merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, dan ungu.

"Mejikuhibiniu, merah adalah cinta kami, jingga adalah langit kami, kuning adalah perasaan kami, hijau adalah jiwa kami, nila adalah raga kami, dan ungu adalah kesetiaan kami."

Setiap pagi nyanyian itu seperti jalinan nada yang terpaksa keluar dari mulut Alpha, lelaki berkulit putih dan ber-alis tebal itu. Nada-nada tersebut menerobos ke telinga seorang perempuan asing yang baru saja sampai lima jam yang lalu di negeri ini. Mata besarnya berkedip beberapa kali mendeskripsikan wajah cantiknya yang tampak kebingungan.

Nyanyian macam apa itu. Perempuan itu membatin sambil menatap tajam mata Alpha.Tanpa isyarat, perempuan itu mengambil beberapa langkah menuju Alpha. Sontak Alpha terkejut lalu mulai berbicara dengan nada yang sopan."Apakah Anda tersesat, Nona ?" Perempuan itu menganggukkan kepalanya dengan anggun. Angin menjadi figura antara helai-helai rambut peraknya yang indah.

"Lalu siapa namamu ?"Tanya Alpha penasaran. Gadis tersebut mengarahkan tangannya ke arah bunga- bunga putih seperti sayap malaikat di sekitar pelangi. "Oh, aku mengerti, namamu Hana, bukan ?" jawab Alpha antusias. Gadis itu tampak kecewa karena alisnya mulai berkerut seperti buah anggur busuk.

Alpha merasa jawabannya tidaklah benar, untuk yang kedua kalinya Alpha menerka-nerka seperti sedang memilih nomor lotere. "Apakah kamu pelangi ?" ucap Alpha. Karena tidak sesuai dengan yang diharapkan, perempuan itu memetik bunga edelweis dan memberikannya kepada Alpha,"Edelweis ya, nama yang sangat indah, sungguh lambang keabadian" ucap Alpha sambil tersenyum manis. Lesung pipitnya yang dalam mewarnai pipi Alpha . Setelah beberapa saat ia hanyut dalam aliran waktu, Alpha kehilangan sosok Edelweis karena sudah dahulu meninggalkannya.

***

Angin sepoi-sepoi menyentuh lembut kulit Edelweis. Suara burung gagak menuntunnya mencari jawaban dari pertanyaan retoris " Kapan aku mencapai titik ?"

Putih dan Absurd, hal ini yang dapat Edelweis utarakan saat ia membuka mata dan melihat seorang wanita paruh baya sedang menangis berteriak "Edelweis, Edelweis...",

" Apa mungkin dia," Suara lirihnya mulai terdengar. " Bun...da . " Setelah itu semuanya tampak hitam.

***

Jalinan benang merah telah membawanya jauh ke negeri pelangi. Edelweis tersadar saat ia merasa asing dengan rambut hitammya berubah warna menjadi perak. Saat ia mulai panik dan berteriak, tidak ada sekian persenpun frekuensi keluar dari mulutnya.

" Kenapa, kenapa seperti ini ? " Ia bergumam dalam hati. Tetesan air mulai jatuh dari pelupuk matanya. Lambat laun Edelweis pasrah mengikuti benang merah yang terikat di pergelangan tangan kanannya. Dalam perjalanan tanpa tujuan, Edelweis menemukan seekor kupu-kupu menar-nari di atas kepalannya. Pemandangan sore hari di negeri ini sangat absurd. Burung-burung merpati berterbangan dari ujung pelangi menuju pohon- pohon raksasa yang anggun berdansa bersama dahan-dahannya. Lampu-lampu jalan membimbing langkahnya tengah pelita sudah menghilang. Dilema yang ia rasakan telah menerbangkan harapannya ke langit ketujuh sedangkan sekarang yang tertinggal hanyalah buah simalakama. Ia tidak bisa berhenti tapi tak bisa kembali. Edelweis yang malang benar-benar kehilangan kompas kehidupannya, hingga benang merah menuntunnya bertemu seseorang.

Benang Merah EdelweisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang