Attaya

646 123 45
                                    

saat Attaya menatap Kevin tepat pada bola matanya, laki-laki itu seakan menolak siapa pun untuk mengenal dirinya lebih dalam.

Attaya memperhatikan Kevin yang bersandar pada kursi kayu dan membuang tatapannya ke arah lain.

keadaan di kelas sudah sepi. hanya tinggal mereka berdua.

sebenarnya kelas yang mereka sedang tempati adalah kelas dua belas IPA dua. kelas yang di tempati Kevin dan Giano; saudara kembar Attaya.

Attaya sedang memegang ponsel milik Kevin. Ia membuka aplikasi line dan menemukan nama Karel di daftar pemblokiran akun.

"Lo blokir Karel?" kalimat pertanyaan itu meluncur dari mulut Attaya.

Kevin mengangguk. Kedua bola matanya beralih pada Attaya. "Just in case gue gak sengaja nge-chat."

Attaya meletakan ponsel Kevin di meja. Ia memasang tampang polos-nya sesaat. Baginya, bentuk dari usaha Kevin untuk melupakan masih sama seperti sebelumnya.

"Atau lebih tepatnya, sekedar untuk pertahanan diri?"

Attaya mengenal Kevin lebih dari siapapun. Anak lelaki yang terlihat sedang baik-baik saja —paling tidak dalam setengah tahun ke belakang ini, ternyata memiliki cara-nya sendiri untuk menghindar dari luka yang tak kunjung sembuh.

"Bukan pertahanan diri, tapi emang lebih baik di blokir aja."

Attaya membuang nafasnya kasar. Matanya memandang langit-langit kelas yang sudah sepi itu. "Kadang, gue lebih suka nyebutnya sebagai pertahanan diri, sih."

"Lo pasti tau kan rasanya," lanjut Attaya. "Ada orang yang bilang, kalian masih bisa jadi temen. Tapi kan, rasa di dada lo gak bisa bohong. Jadi, emang lebih baik di blokir aja dan gak ada kontak lain."

Di beberapa poin, Attaya bisa memberi ketenangan untuk Kevin.

Beberapa orang mungkin sudah tau kalau Kevin telah melewati bulan-bulan yang berat. Setidaknya, ia memang butuh tempat untuk bersandar.

Terlebih, ia kadang masih bertanya-tanya tentang hal yang ia lakukan. Seperti benar atau tidak. Dan terkadang, Attaya sering membenarkan keputusan Kevin.

"Jadi menurut lo, gapapa kalo gue blok dia?" Kevin mengangkat kedua alisnya. Terlihat ekpresi bertanya disana.

Sedangkan yang ditanya, ia mengetuk dagu-nya dua kali dengan jari telunjuk. "Gue gak bilang gapapa," jawabnya. "Gue cuma bilang, ada orang yang lebih baik nge-blokir daripada ngediemin aja."

"Ya, semacam ngasih ketenangan buat diri sendiri. Lo ngerasa gitu gak?"

Kevin mengangguk kecil.

"Berarti kita sama. Cuma, gue gak akan blok sampe akhirnya gue cape, atau ngerasa ini udah engga bisa lagi."

DelusiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang