"Ya, kamu dong."

"Kenapa belain Bunda?"

"Kenapa kamu marah?"

"Aku gak marah!"

"Kalau gak marah, apa dong?"

"Sebel."

"Duh, berasa jadi ABG lagi deh, Bunda. Yaudah sana sana ributnya di luar aja. Bunda mau lanjut masak." usir Bunda dengan mendorong pelan bahu Ana dan Dylan menjauhi teritorinya.

"Ayo, Yang. Kita sayang-sayangan." Ana memukul lengan Dylan dengan tatapan horornya.

"Ambigu banget sih, Lan."

"Tuhkan aku gaada mikir ke sana loh."

"Nyebelin."

"Tapi sayang kan?"

•••

"Ayo, makan yang banyak, Sayang." Bunda mengambilkan makanan untuk Ana yang disambut dengan berbagai macam ekspresi dari keluarganya. Lebih dominan wajah Kennan, Dylan dan Kinnan yang serempak memasang wajah patah hati dengan memegang dada kirinya seolah mereka terkena serangan jantung. Sedangkan Ayah hanya menampilkan senyuman lebarnya seolah puas dengan apa yang Bunda lakukan.

"Bunda menyakiti kami." ujar ketiga Anak di keluarga mereka dengan serempak.

"Apa?" tanya Bunda dengan wajah polos sembari menatap ketiga anaknya.

"Bunda!"

"Hai sayang? Ke sini sama siapa?" Bunda menyambut seorang gadis yang diperkirakan berusia dua tahun yang berlari menuju ke arah Bunda dan dengan sigap Bunda menangkap tubuh mungilnya.

"Cama Mama." Gadis mungil itu berada di pelukan Bunda seraya menceritakan berbagai macam hal yang membuat Bunda hanya tersenyum menatapnya.

"Bunda, Vi nitip Dilla ya. Vi sama Darius mau keluar kota." Vi memamerkan senyumannya ketika lagi lagi ia dan suaminya menitipkan sang anak ke Tantenya.

"Iya, biar Bunda yang jagain." terdengar suara yang mengatakan yes dan Vi mencium pipi Bunda dan Dilla sebelum melambaikan tangan meninggalkan rumah bersama suaminya yang menunggu di mobil.

"Ayo kita makan." Dilla bersorak riang seraya mengatakan berbagai macam makanan yang biasanya dibuat oleh sang Mama.

"Hai." sapa Ana saat melihat Bunda menggendong seorang bocah imut dengan pipi yang ingin ia cubit sampai kempes.

"Halo Kakak cantik." sapa Dilla seraya meminta Ana untuk memangkunya dan Ana dengan senang hati menerimanya. Di sela-sela ia makan, ia melirik Dilla yang tengah asik makan sampai mulutnya belepotan dan Ana segera mengambil tisu untuk membersihkan wajah Dilla.

"Kakak cantik, main yuk." ajak Dilla setelah selesai dengan makanannya dan menarik tangan Ana untuk mengikutinya menuju ruang mainan khusus miliknya tanpa menghiraukan Kinnan yang memandangnya tak percaya, karena selama ini Dilla selalu mengajaknya bermain dan akan menangis saat Kinnan menolak.

Ya, karena terlalu sering Dilla main ke rumah Bunda, akhirnya Ayah membuatkannya sebuah ruangan dengan boneka dari yang kecil hingga besar, selain itu pula ada sebuah ranjang untuk Dilla beristirahat.

"Dilla mau main apa?" tanya Ana saat telah memasuki ruangan dan melihat Dilla mengetuk jemari mungilnya di dagu seolah ia sedang berfikir keras.

Hal itu membuat Ana tersenyum. "Mau main boneka?" tawar Ana yang disambut sorakan gembira oleh Dilla dan Dilla segera mengambil beberapa boneka yang bisa ia bawa ke hadapan Ana dan memberitahukan nama-nama bonekanya.

"Ini Keyinci, ini jeyapah, ini gajah, ini halimau, kodok juga ada, beluang." jelas Dilla seraya menunjuk boneka-boneka yang berbentuk binatang, namun ia menyebutkan boneka itu dengan nama yang berbeda. Misalnya tadi Dilla mengatakan kelinci namun itu boneka beruang.

Ana tertawa kecil sebelum menganggukkan kepala pertanda mengerti dan merekapun mulai bermain dengan Dilla yang berbicara bahasa aliennya.

Beberapa menit kemudian suara Dilla memelan dan menghilang bersamaan dengan kepalanya yang tertunduk. Ana menggendong Dilla menuju kasurnya dan merapikan semua boneka yang dimainkan tadi.

"Dilla sudah tidur?" bisik Bunda saat Ana mengendap ke luar ruangan dan melihat Bunda berdiri di depan pintu dengan senyuman yang meneduhkan. Ana membalasnya dengan anggukan kepala.

"Ayo kita ke belakang." ajak Bunda ke taman belakang yang dipenuhi bunga mawar sampai bunga anggrek dan pohon mangga.

"Ana! Ayo sini!" seru Kinnan dengan menggendong seekor kelinci putih yang mungil. Dengan langkah pasti Ana menghampiri Kinnan dan mengelus kepala kelinci.

"Lucu."

"Itu, kamu bisa mainan sama mereka." tunjuk Kinnan dengan dagunya ke arah kandang yang memuat puluhan kelinci berbagai warna dan ukuran karena kedua tangannya memeluk erat kelinci putih yang terdiam nyaman di lengannya.

"Boleh?" mata Ana berbinar ketika melihat puluhan kelinci berkeliaran di sekitar taman dan meraih seekor kelinci mungil berwarna coklat.

"Suka banget sama kelinci?" tanya Dylan yang entah darimana ia datang dan berdiri di sebelah Ana yang memegang wortel untuk kelinci di gendongannya.

"Banget!"

Dylan ikut tersenyum saat Ana tersenyum lebar dengan raut wajah yang berbinar. Dylan menolehkan kepala ke arah belakangnya dan mendapati keluarganya tersenyum bahagia dan Dylan tau karena apa.

"BUNDA!" suara itu membuat mereka tersadar dan segera berlari menuju sumber suara itu yang diiringi dengan tangisan kencang.

•••

Maunya gue buat challenge komen 20 di setiap part, kalau berhasil gue up besok.

But, gue gak mau nargetin gitu deh): Gamau jadi penggila voment gitu):

Thanks yang udah bersedia membaca, vote dan komen 💞 tanpa kalian aku butiran ampas kedelai yang jadi tahu terus digoreng *inigaje

DylanaHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin