Prolog

33 5 0
                                    

Ting!

Handphone milik Aerylin berbunyi, menandakan ada notifikasi yang masuk di handphone nya.

Alumni IX A TA. 23/24 [32]

Bopung : reunian kuy? Kuy lah

Aerylin : kapan? Dimana? Dengan siapa? Sekarang berbuat apa?
Aerylin : ga deh, serius.
Aerylin : kapan? Dimana?

Bopung : hari ini bisa? Sekalian nonton bioskop kita rame-rame.

Ica : boleh-boleh

Bopung : yg lain kmn? Kalo cuma bertiga doang, batal.

Aerylin : gue ngajak anak kelas sebelah boleh?

Bopung : boleh, mau ngajak alumni seangkatan boleh.

Aerylin : sip, si Stella ikut, tapi dia ajak doi nya.

Bopung : yaudah, ntar lo jemput gue ya lin @Aerylin

Aerlyn : jam brp sih?

Bopung : jam 2, di mall Unite.
Bopung : yg mau join langsung kesana, gue sama Aerylin nunggu di depan pintu masuk.

***

Aerylin senyum-senyum sendiri melihat pantulan dirinya di kaca toilet bioskop.

Apalagi dia dan bopung--yang sebenarnya bernama Rafiq Tria Wardhana, pergi ke mall ini bersama-sama.

Aerylin menyukai Rafiq, tetapi Aerylin tidak pernah menujukkan sikap sukanya kepada Rafiq.

Aerylin bilang, perasaan gue biar jadi urusan gue, mau dia suka sama gue atau nggak, yang penting dia slalu ada buat gue, itu aja udah cukup.

Walaupun Aerylin suka berkhayal bahwa Rafiq menjadi miliknya. Tetapi ia hanya tersenyum, bahwa itu mustahil.

"Yang cantik aja ditolak, apalagi gue yang cuma kentang gini." Aerylin suka berpikir begitu ketika berkhayal Rafiq menjadi miliknya.

Aerylin keluar dari toilet dan menuju tempat teman-teman menunggu dirinya.

"Maaf lama."

"Gapapa, ayo cari tempat makan, habis nonton laper banget gue." Rafiq maju ke depan memimpin jalan untuk mereka.

Ketika mereka sampai di lantai 3, Aerylin melihat anak kecil yang berdiri di sebelah eskalator, sendirian.

"Kamu ngapain disini?" Aerylin bertanya kepada anak kecil itu, tetapi anak kecil itu bukannya menjawab, malah menangis, Aerylin segera memeluknya. "Udah, gapapa. Ada kakak disini yang jagain kamu. Kamu ketinggalan sama mama kamu ya?"

Anak kecil itu mengangguk pelan di pelukan Aerylin, Aerylin mengusap lembut pucuk kepala anak kecil itu.

"Fiq, duluan aja, gue mau jagain adek ini, kasian, dia ketinggalan ibunya. Ntar kalo ibunya udah kesini, gue nyusul ke tempat kalian deh." Rafiq yang diajak bicara pun menganggukkan kepala tanda mengerti. Rafiq dan rombongan yang lainnya pun pergi meninggalkan Aerylin dan anak kecil itu disana.

"Kamu mau duduk dulu? Kita minum disana, sambil nungguin mama kamu?" Anak kecil itu mengusap air matanya yang sudah berhenti mengalir. Lalu, anak kecil itu menggelengkan kepalanya pelan, "nggak kak, disini aja, ntar bunda bingung mau nyari aku kemana."

"Cewek, cantik banget sih, mau ikut nonton bareng kita-kita nggak?" Aerylin melihat siapa yang berbicara kepadanya, ia melihat sosok cowok, tidak terlalu tinggi, lumayan ganteng, dan dilihat dari baju seragamnya, ia bersekolah di salah satu SMA swasta terbaik disini.

"APAAN SIH LO! JELEK AJA BELAGU!" Teriak Aerylin yang sukses membuat perhatian tertuju kepada mereka.

Muka lelaki yang gagal menggoda Aerylin, dan kini sukses malu dibuat oleh Aerylin, sekarang merah padam menahanan malu, sedangkan teman-teman yang berada disampingnya hanya melihat saja.

"Duluan aja, gue masih ada urusan sama cewek ini." Salah satu teman dari yang gagal menggoda Aerylin menyuruh temannya untuk duluan.

"Kenapa sih lo? Ngapain ngurusin cewek kayak gini? Ga guna." Ucapan itu keluar dari cowok yang menggoda Aerylin. "Ayo, cabut."

Setelah mereka pergi, cowok yang merupakan salah satu dari teman mereka pun masih menunggui Aerylin, "aku bisa ngomong sama kamu sebentar nggak?"

Aerylin pun mengadahkan kepalanya ke atas, melihat cowok yang merupakan salah satu dari mereka, "bentar ya, kalo kamu mau ngomong, tunggu aja di depan pintu masuk mall, soalnya lagi nungguin adek ini di jemput sama bundanya, ntar aku nyusul kamu ke depan."

Cowok itu pun menganggukkan kepalanya mengerti, lalu ia pergi dari hadapan Aerylin. "Huft untung dia pergi, ntar gue pake kabur aja ah."

"Kamu inget nomor handphone bunda kamu nggak?" Anak itu menganggukkan kepalanya, Aerylin pun memberikan handphone nya kepada anak kecil itu untuk menelfon bundanya. "Ketik aja nomor nya, ntar biar kakak yang ngomong sama bunda kamu."

Ketika selesai mengetik nomor, handphone Aerylin pun dikembalikan, Aerylin menelfon nomor itu.

"Halo?"

"..."

"Hm, tante, anaknya ketinggalan nih, boleh di jemput nggak anaknya? Aku tunggu di eskalator ke arah lantai empat ya, kasian adeknya."

"..."

"Ok, aku tunggu."

Aerylin mematikan sambungan telfon nya dan melihat ke arah anak itu, anak itu melihat ke arah Aerylin dengan mata penuh harapan.

"Bentar lagi bunda kamu kesini kok, sabar ya." Aerylin tersenyuk sambil mengacak pelan rambut anak itu.

Agak lama bundanya anak kecil itu menjemput, lalu berterima kasih kepada Aerylin karna tlah menjaga anaknya.

Lalu Aerylin menuju eskalator untuk turun ke lantai 2, ia melihat cowok itu sedang duduk memainkan handphone nya tanpa memperdulikan lingkungan sekitar, bahkan tidar menyadari bahwa Aerylin lewat di depan nya.

Aerylin cuek saja karna niat awalnya untuk kabur dari cowok itu.

Aerylin menaiki eskalator dan turun ke lantai 2. Ketika ingin berjalan pergi, ingatan Aerylin tertuju kepada cowok itu.

"Lama-lama gila gue kalo kayak gini, ngapain gue mikirin dia? Kabur aja udah, daripada nyari masalah."

Aerylin pun berjalan, tetapi menuju eskalator untuk naik ke lantai 3, Aerylin pun menggenggam tangan cowok itu, dan menyeretnya turun ke lantai 2.

UniteOnde histórias criam vida. Descubra agora