2. Doushite?

45 15 16
                                    

4:30 p.m

Entah sudah berapa jam aku duduk di sini. Dingin. Sepi. Dan penuh aroma medis. Di ruang tunggu rumah sakit ini, menanti pintu ruang UGD terbuka. Sementara itu benakku sudah diliputi rasa khawatir dan kebingungan yang tidak jelas. Tapi aku sebenarnya tak sendirian. Hiroe-san, yang berada dua kursi di sebelahku memang sudah datang sejak satu jam yang lalu.

Dalam suasana yang hening, ingin sekali aku segera bertanya kepadanya tentang apa yang terjadi sebenarnya pada Kanna-chan. Tapi entah kenapa saat ini aku merasa canggung. Aku menoleh sedikit. Aku tak bisa menebak seseorang dari ekspresinya. Sedang, dia tampak menundukkan kepala dalam-dalam. Mungkin dia merasa sedikit terpukul. Aku hanya berani melirik sebuah gitar di sampingnya. Benda yang menjadi identitasnya.

Baru saja aku hendak membuka mulut membuka percakapan, tapi tiba-tiba pintu ruang UGD di sebelahku lebih dulu terbuka dan seorang dokter yang keluar dari sana sukses mengalihkan perhatianku.

"Sumimasen, adakah keluarga pasien di sini? Saya perlu bicara sebentar,"

"Ya, saya sensei,"

"Mari ikut saya ke ruangan."

Hiroe-san mengangguk. Lalu bergegas bangkit mengikuti dokter tersebut. Menuju sebuah ruangan. Sementara aku hanya bisa menunggu dengan cemas. Sendirian.

***

"Jadi, Hiroe-san, eum, apa aku boleh tahu apa yang terjadi pada Kanna-chan?" akhirnya, kuberanikan bertanya begitu setelah Hiroe-san keluar dari ruangan dokter.

Hiroe-san hanya terdiam. Kepalanya tertunduk dalam. Entah kenapa aku jadi merasa bersalah. "Retinoblastoma. Istilah untuk penyakit kanker mata. Sebenarnya, Kanna sudah lama mengidap penyakit itu. "

Nani? Apa dia bilang? Kanker mata? Oke, pasti ini hanya bercanda. Haha, Kanna-chan tak mungkin punya penyakit itu, kan?

"Iie. Aku tidak sedang bercanda, Kasumi-san. Kanna memang sudah mengidap penyakit itu dari kecil. Dan, sekarang penyakit itu sudah mulai masuk tahap stadium akhir." Aku terdiam. Bungkam seribu bahasa. Aku tetap belum memercayai apa yang dia katakan. "Desu kara, Kanna harus segera melakukan operasi pengangkatan bola mata."

Entah kenapa, kata-kata Hiroe-san yang terakhir itu membuatku gemetar. Bagaimana tidak? Selama 3 tahun aku mengenal Kanna-chan, aku tak pernah tau mengenai hal ini. Sahabat macam apa aku? Tak pernah ada saat penyakit seperti itu menyiksanya?

"Sumimasen Kasumi-san, aku harus pergi dulu, masih banyak hal yang harus kuurus." Hiroe-san bangkit, lalu kembali meninggalkanku yang termenung sendirian dalam keterkejutan membingungkan.

***

-Kasumi's POV end-

8:30 p.m

"Eh? Atashi wa doko desu ka? Kenapa gelap? Kenapa lampunya tidak dinyalakam? Tasukete, siapapun, tolong nyalakan lampunya! A-aku tt-takut~" seru Kanna tak sadar akan perban yang melilit matanya. Tangannya mulai menggerayang kemana-mana. Wajahnya nampak ketakutan. Meski ia tidak berani turun dari ranjang.

"Kanna-chan, tenanglah, ada aku disini. Kau tak perlu takut" dengan lembut, Hiroe mengusap-usap punggung tangan Kanna.

Mirai No SoraWhere stories live. Discover now