Come Fly With Me (II)

Start from the beginning
                                    

"Kau tidak apa-apa, Miranda?" tanya Rodney heran, melihat gerakan kegelisahan pada perempuan ini.

"Aku tidak apa-apa, Rod..." ucapnya malu. Aku hanya ingin menciummu. Batinnya resah.

Rodney mengangguk mengerti, ia telah selesai menulis laporan. Ia letakkan clipboard di bagian belakang kursinya.

"Kau pasti sedang menunggu penjelasan dariku, bukan? Soal aku di panggil Kolonel Wayne...?"

Miranda menganggukkan kepalanya.

"Baiklah,..." Rodney mulai menceritakannya.

Sebagai Pilot yang sudah beberapa kali mengunjungi Distrik Sembilan, dia dianggap dapat memahami kondisi daerah itu oleh Komandannya. Sebelum Badai Harvey melanda, daerah itu adalah sebuah kawasan kecil yang tenang. Nyaris tak ada masalah kriminal di sana. Semuanya berlangsung aman dan damai. Namun semenjak badai itu melanda yang memporak-porandakan semuanya, mendadak muncul peristiwa kriminal di sana. Pelakunya adalah orang-orang luar, bukan penduduk asli distrik itu.

Kejadian ini bermula dari kaburnya beberapa napi dari Lapas terdekat sebelah Utara perbatasan Distrik Sembilan, kira-kira berjarak sekitar lima kilometer. Lapas itu terkena dampak Badai Harvey. Ratusan Napi terjebak di sana. Beruntung aparat sigap mengevakuasi mereka, untuk di pindahkan sementara ke Lapas yang tidak terkena badai. Di luar perkiraan petugas, ada sekitar enam orang yang berhasil lolos dan coba memasuki Distrik Sembilan.

"Astaga, bagaimana dengan orang-orang di sana? Semoga mereka tidak apa-apa. Para penjahat itu adalah orang-orang yang sangat kejam..." tutur Miranda kuatir. Miranda mengetahui Lapas itu merupakan penjara khusus yang menampung penjahat-penjahat kelas kakap yang berbahaya.

"Kau benar mereka memang sangat kejam. Di perbatasan mereka telah menembak tiga orang, dua tewas di tempat, sedang satu orang dalam keadaan terluka cukup parah berhasil melarikan diri bersama istrinya yang sedang hamil tua."

"Ya Tuhan...kejam sekali mereka...maaf Rod, aku memotong pembicaraanmu..." suara Miranda terdengar sedih.

"Tidak apa-apa...." balas Rod lembut.
Ia melanjutkan, "mereka di temukan oleh warga dan sekarang kedua orang itu sementara di tampung di gedung olahraga bersama para pengungsi lainnya, dengan fasilitas seadanya. Rumah Sakit di sana kurang memadai, akibat badai,  bangunannya rusak parah. Walikota Wilman bertindak cepat ia langsung  menelepon markas meminta bantuan. Semalam pasukan elite kita Phoenix Raven yang berjumlah sepuluh orang telah tiba di sana. Nah tugas kita adalah mengevakuasi pasangan suami istri itu ke markas. Kau tak perlu kuatir, kita akan di lindungi oleh mereka. Mereka adalah pasukan yang sangat handal.  
Bahkan Delta Force dan Navy SEALs sangat segan pada mereka..."

"Syukurlah, aku lega mendengarnya...aku sungguh tak habis pikir, ada orang-orang yang sedemikian tega memanfaatkan bencana untuk kepentingan mereka.." tutur Miranda berempati.

"Itulah Miranda, yang membuatku marah tadi, aku benci sekali orang-orang seperti mereka..." geram Rodney.

"Tapi kita harus tetap waspada bukan? Walau kita telah di lindungi oleh pasukan elite itu..." ucap Miranda muram, ikut merasakan penderitaan orang-orang itu.

"Itu pasti, dan aku tak ingin kau terluka..." seru Rodney tiba-tiba. Melihat rona di pipi Miranda, ia memendam desakan kuat untuk mengulurkan tangan dan membelai kulitnya dengan lembut. Miranda seorang Pilot militer yang handal, tapi selalu memunculkan sisi kelembutan dan feminim dalam dirinya. Yang membuat sisi maskulinnya juga keluar untuk selalu ingin melindungi perempuan di sebelahnya ini.

"Tentu saja, sebagai Pilot kau punya kewajiban untuk selalu melindungi Kopilotmu, agar tak terjadi apa-apa dengannya," dalih Miranda untuk mengatasi rasa gemuruh di hatinya.

Kumpulan Cerita Pendek DewasaWhere stories live. Discover now