1. Mahasiswi Abadi

73 19 16
                                    


-Kasumi's POV-

Tokyo, 11 Juni 2016

Namaku Kasumi Arimura. 23 tahun. Seorang mahasiswi abadi jurusan hukum dan ilmu kriminalitas di Universitas Beika. Tapi setidaknya, sekarang aku sudah menanggalkan gelarku sebagai 'mahasiswi abadi' itu. Di sebelahku ini, Kanna Hashimoto. Seorang pelajar SMA yang baru berusia 17 tahun. Bisa dibilang, ia adalah penasihatku dalam membuat skripsi akhir yang membuatku berada disini. Dengan balutan pakaian khas, dan toga di kepala, aku memang sedang duduk manis menunggu giliran pemotretan bagi para sarjana.

Kanna Hashimoto, sebenarnya, ialah sosok dibalik kesuksesanku kini. Ia banyak berjasa dalam membantuku menyelesaikan skripsi itu. Meski dia bukan keluargaku, tapi aku sudah berutang budi padanya. Ralat, dia memang bukan keluargaku. Tapi dialah yang jauh lebih berharga dibanding keluargaku sendiri. Dia adalah sahabatku.

"Sudah dipanggil," seseorang menepuk pelan punggung tangan kananku. Aku menoleh. Kanna-chan balas menatapku dengan berseri-seri. Aku bersyukur. Keputusanku mengundang dia untuk datang ke sini memang tak pernah salah. Dia selalu bisa mencairkan suasana. Senyumnya selalu bisa menenangkanku.

Aku tersenyum, "Nanti, temani aku ya," dia hanya mengangguk. Kemudian kulihat senyumnya semakin berkembang.

Dalam satu tarikan napas, aku pun berdiri. Berjalan menuju podium dengan penuh keanggunan. Dan, seketika tepuk tangan bergemuruh memenuhi atmosfer ruangan.

***

1:56 p.m

Aku melihat sekeliling taman kampus. Dimana-mana hanya tampak keceriaan para sarjana yang berlalu lalang di sekitarku bersama orangtua mereka. Tertawa lepas gembira. Bercengkerama sepuas mereka. Dua hal kebahagiaan yang tak mungkin bisa kudapat bersama orangtuaku. Padahal aku masih memiliki orangtua kandung yang lengkap. Ayah dan ibuku memang masih hidup secara jasmani. Tapi entah mereka masih menganggapku hidup atau tidak. Mereka lupa punya anak perempuan yang berhasil bertahan hidup tanpa kasih sayang mereka. Jangankan mengingat hari penting bagi putri tunggal mereka saat ini, untuk meneleponku menanyakan kabar pun mereka tak pernah. Padahal, menjadi sarjana hukum seperti ini bukanlah impianku sendiri tapi karena paksaan dari mereka. Ironisnya, bahkan aku ragu menyatakan bahwa aku anak kandung mereka.

Tiba-tiba aku merasakan tepukan lembut seseorang. Tepukan yang khas kembali mendarat di pundakku. Aku tidak perlu lagi menoleh untuk tahu siapa yang melakukan itu. Kanna-chan, dia menghampiriku dengan senyum dan dua buah kotak makanan di tangannya.

"Kasumi-chan, pasti lapar kan? Aku membawakan ini untukmu. " ia menyodorkan salah satu kotak itu kepadaku. Isinya adalah ramen kering. Aku suka itu.

"Arigatou," ucapku sementara Kanna-chan duduk di sampingku dan memerhatikanku seksama sebelum berkata,

"Doushite? Kenapa murung begitu? Seharusnya hari ini jadi hari yang paling membahagiakan bagimu, kan? " tanyanya dengan kepala yang sedikit ditelengkan. Lucu sekali jika dia sudah seperti itu.

"Ah iie, aku hanya miris melihat keadaanku sendiri. Disaat seperti yang kau bilang, hari ini seharusnya menjadi hari paling membahagiakan bagiku, tapi aku harus melewatinya tanpa ada orangtuaku. Orangtua yang semestinya berada disini menyaksikanku dengan penuh kebanggaan? Ah, aku bahkan tak berani berharap. Terkadang malah aku bingung, sebenarnya mereka itu orangtuaku atau bukan. " paparku pada Kanna-chan. Aku memang sudah biasa curhat panjang lebar tanpa basa-basi terlebih dahulu dengannya. Karena kutahu, Kanna-chan seorang pendengar yang baik. "Kanna-chan, meskipun orangtuamu telah tiada, bersyukurlah kamu punya kakak laki-laki yang sangat baik padamu. Beruntung kamu punya keluarga seperti dia. Kadang, aku iri pada orang-orang akan hal itu. "

Kanna-chan terdiam. Entah kenapa, raut wajahnya berubah menunjukkan kesedihan. Padahal aku tak berniat membuatnya ikut sedih. Tapi sejenak ia sudah tampak berusaha untuk tersenyum. "Kasumi-chan, jangan merasa begitu, aku ada di sini untukmu. Lagipula, orangtuamu seperti itu pasti bukan tanpa alasan. Meski kamu tak tahu apa alasannya, aku yakin ada alasan tertentu mereka begitu padamu. Jadi jangan sekalipun kamu merasa kecil hanya karena orangtuamu tak mendukungmu." Dia menatapku sebentar, "Aku akan selalu ada di sini saat kau butuh aku maupun tak butuh aku. "

Kanna-chan tersenyum. Membuatku ikut tersenyum. Aku selalu kagum pada caranya bertutur kata. Sederhana, namun enak didengar. Kali ini ucapannya membuat perasaanku seketika jauh lebih tenang. Dia benar. Aku memang beruntung. Meski tak ada orangtua disisiku, tapi aku memiliki Kanna-chan. Dia yang selalu ada untukku. Tak peduli bagaimana pun keadaanku. Aku memang membutuhkan dia. Dan sampai kapanpun akan selalu butuh dia. Lagipula bukankah aku sudah bilang bahwa Kanna-chan jauh lebih berharga dibanding keluargaku?

Entah kenapa tiba-tiba aku ingin menangis. Air mataku sudah menggenang di kelopak mata. Sungguh, aku tak tahu sebab aku menangis. Aku memang aneh. Aku bahkan tak mengerti perasaanku sendiri saat ini.

"Kasumi-chan, kenapa menangis? Apa kata-kataku tadi menyakitimu? Gomenasai ... " ucapnya dengan suara bergetar seperti hendak menangis pula.

Aku menggeleng. "Iie, bukan, aku hanya ... " aku menoleh ke arah Kanna-chan, dan melihat sesuatu yang aneh pada mata Kanna-chan. Matanya tiba-tiba memerah dan mengeluarkan banyak air mata seperti habis menangis. Bola matanya membelalak seakan hendak keluar dari kelopaknya. Urat-urat matanya pun terlihat menonjol. Membuatku ngeri seketika.

"Kanna-chan?! Kamu kenapa? Matamu ... "

"AAAAAAHHHH!!!" tiba-tiba Kanna-chan menjerit samhil memegangi kedua matanya. Aku panik. Sementara Kanna-chan terlihat sangat kesakitan. Aku bingung. Aku harus melakukan sesuatu untuknya, tapi apa?!

"Ittai!!" Kanna-chan semakin terlihat kesakitan. Tangannya semakin kuat mencengkeram matanya sendiri.

Dan kemudian kulihat, sedikit-sedikit matanya memelotot, nampak matanya bergerak-gerak sendiri tak tentu arah. Tanpa ba-bi-bu lagi, aku segera menelepon ambulans. Tapi karena panik, dan aku jadi tidak bisa berbicara dengan jelas, langsung saja ambulans itu kusuruh datang ke taman kampusku ini. Lalu setelah menelepon ambulans, aku lantas menelepon keluarga Kanna-chan. Bagaimanapun juga, ini tanggungjawabku. Aku yang bersikeras menyuruh Kanna-chan datang ke acara yang tidak terlalu penting ini.

Dua kali nada sambung, telepon diangkat oleh Hiroe-san, Kanna-chan no onii-san.

"Moshi moshi,"

"Hiroe-san? ... "

" ... " tidak ada jawaban. Hanya terdengar gumaman tak jelas.

"I-ini aku, Kasumi. Eum, ano, a-aku ingin memberitahu tentang Kanna-chan. Dia ... "

Belum selesai omonganku, sebuah suara dingin di seberang yang terdengar berat segera memotongku. "Di mana Kanna sekarang?"

"Eh? Ka-kami sekarang ada di taman kampusku, tapi tadi tiba-tiba saja dia ... "

"Katakan pada Kanna, nakanaide, aku akan segera kesana."

"Ehhh ... ???"

Tut tut tut ...

Sambungan terputus. Perkataan Hiroe-san dan keadaan ini sungguh membuatku panik. Kepanikan yang tak kumengerti karena kebingungan yang tidak pasti.

***

Wayoooo, penasaran gak sama kelanjutannya?? Eits kataku tadi apa hayoo? Voment mana hayo? Jangan lupa yak!
Kalo enggak, entar author juga enggak update nih haha:3
Keep reading guys, ja ne~

Love, reading, and gaul

Author tsam~

Mirai No SoraHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin