1

8.1K 390 0
                                    

Rasanya dipaksa itu sangat tidak enak. Mereka hanya mementingkan uang mereka. Perusahaan, saham, pekerjaan, mereka menyamaratakan. Sehingga aku menjalaninya dengan tak ikhlas dan penuh kebencian..

Gadis yang dibalut dengan jas putih polos. Steteskop menggelayut di lehernya. Perawakannya cantik, tinggi, putih, rambut panjang. Kini, ia sedang mengerjakan tugasnya. Menjadi dokter anak di salah satu rumah sakit pusat di kota Jakarta.

"Lain kali makan yang banyak yah," ujarnya seraya mengacak pelan rambut anak perempuan yang sedang tersenyum kepadanya. Ia membalasnya dengan senyuman.

"Terimakasih, dok.." ungkap ibu dari anak perempuan itu, mengucapkan rasa terimakasihnya.

"Iya, sama-sama. Obatnya belum habis kan bu?"

"Iya," sang ibu tersebut mengangguk tersenyum.

"Kalau sudah habis datang ke sini lagi yah." ibu itu tersenyum dan berlalu.

(namakamu), yah! (namakamu) adalah nama gadis itu. Gadis? Entahlah, yang jelasnya ia sudah menikah dengan salah satu direktur perusahaan kerja sama dengan ayahnya.

Suaminya itu.. Sangat menjengkelkan.

Back to story!

(namakamu) menutup gordyn ruangannya. Lalu meraih remote AC dan mengaturnya dengan suhu minim derajat.

Tok tok tok!
(namakamu) terperanjat. Suara ketukan itu begitu keras. Ia berdiri dari kursi putarnya. Mengeraskan rahangnya.

Ceklek..
Emosi (namakamu) tertahan, ketika melihat sepupunya tersenyum sumringah.

"Ahh! Elo! Gue kira siapa." (namakamu) mendesah legah. Sementara sepupunya mengekorinya dari belakang memasuki ruangannya.

"Ngg-jangan dulu! Lo.. Steffy?" tanya (namakamu), mencoba mengingat siapa yang ada dihaapannya.

(namakamu) terperanjat lagi ketika Steffy memeluknya.

"Astagaa, (namakamu). Gue Steffy. Sepupu lo!" tandas Steffy. Ia memaklumi (namakamu) yang memiliki sifat pelupa.

"Steffy?" gumamnya, belum mengingat siapa perempuan yang sebaya dengannya kini memeluknya.

"Ohh! Gue inget.." (namakamu) merenggangkan pelukannya. Menatap lekat-lekat tubuh Steffy.

"Lo tukang jamu yang kemarin mampir kesini 'kan?" lantas Steffy menepuk jidatnya.

"Tuhan, demi bakwan sekompleks. Muka gue yang cantik ini lo bilang tukang jamu? Ha? Nama gue cantik begini dibilang nama tukang jamu?" Steffy menunjuk-nunjuk dirinya sendiri.

"Jangan dulu. Steffy.. Ohh gue inget. Tukang jamu yang kemarin namanya bukan Steffy, tapi Enepi." mata Steffy membulat, kembali menggetok jidatnya.

"Udah, ah. Gue mau pulang.." desah Steffy. Tetapi langkahnya tertahan ketika (namakamu) menahan lengannya.

"Lo Steffy Zamora, sepupu gue," Steffy tersenyum dan tersipu. "baru aja nyelesein study nya di Jerman. Ahh! Gue kangen!"

(namakamu) meraih tubuh Steffy untuk dipeluk.

"Telat, mbak."

"Lo belum makan?"

"Kok sekarang lo agak gendutan dikit yah?" tanya (namakamu) dengan wajah polosnya. Steffy sedikit menampakkan raut wajah aneh. Buru-buru mengibas-ngibaskan tangannya.

"Ehh, enggak-mungkin-faktor-cua-cuaca disana kali ya.." alibi Steffy. (namakamu) memicingkan matanya.

"Lo udah punya anak?" Steffy terhenyak.

"Ye.. Enak aja, anak dari mana coba? Gue-gue-belum-nikah-tau.." gugup Steffy. (namakamu) manggut-manggut.

"Lo kok lancar bahasa Indonesia sih?" (namakamu) memasang tampang kepo nya. Kumat deh. "Sampai bakwan sekompleks lo masih inget."

"Jelas dong, itu kan istilah gue dari kecil." Steffy menaik-turunkan alisnya. (namakamu) tersenyum.

"Lo udah nikah kan? Sama anak presdir itu. Gimana ceritanya sih? Lo kok mau nikah diusia muda gini? Lo dapet dia darimana? Udah punya anak belum? Eh iya, lo sekarang jadi dokter anak kan?" pertanyaan Steffy yang bertubi-tubi itu membuat (namakamu) membulatkan matanya.

"Nikah paksa!" tandas (namakamu), Steffy bungkam, padahal masih banyak pertanyaan yang ingin ia ajukan.

(namakamu) menekan kode apartemennya. Dengan ogah-ogahan ia membuka pintu. Melempar highheelsnya sembarang.

"Demi jengkol selurah!" kaget seorang pria yang sedang asyik menonton tv.

"Jengkol, jengkol! Direktur ngomong jengkol? Cihh!" hina (namakamu). Berjalan malas-malasan melewati pria itu begitu saja.

"Namanya juga kaget."

BRUKK!
Pintu kamar dibanting begitu saja oleh wanita ini.

"DIREKTUR IQBAAL! INI APA?!" teriak (namakamu) ketika mendapati bungkusan-bungkusan permen berserakan diatas tempat tidurnya yang bersih. Ralat! Kini kasur itu sudah tidak bersih lagi.

"Demi toge se-erwe." umpat (namakamu), perlahan-lahan menyapu bungkusan-bungkusan permen itu menggunakan tangannya.

"Dasar cowok jorok! Ada tempat sampah nggak digunain. Direktur? Katanya direktur tapi tingkahnya aneh. Direktur itu berwibawa toge!" umpat (namakamu).

"Nah, elo? Katanya dokter. Mulutnya kok gitu sih?" Iqbaal yang merasa tak terima, balas mengumpat umpatan (namakamu).

Begitulah mereka, tiap hari, ini semua dimulai oleh orang tua mereka yang memaksa mereka.

Discovery +idrTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang