"Perpisahan?" Ulangnya menghentikan suapan saladnya dan menatap Megan yang lebih memilih menatap makanan di mejanya.

"Megan dan Claire akan menyelesaikan magangnya bulan depan, Sir. Jadi kami -sebenarnya, Ed-berencana membuat pesta perpisahan itu untuk mereka, atas dasar kontribusi yang mereka berikan pada divisi Marketing." Regina menjelaskan sambil memberikan senyum terbaiknya yang membuat Megan mual.

"Begitu..." laki-laki itu mengangguk.

Diam-diam Megan memperhatikan raut wajah laki-laki di sampingnya. Tapi sial, mata mereka tanpa sengaja bertemu dan memaksa Megan harus berpura-pura melihat kearah lain. Lalu setelah merasa apa yang ia lakukan adalah hal bodoh, Megan memutuskan untuk menyantap mac and chessenya dengan satu suapan penuh.

Laki-laki itu memperhatikan semuanya, dan itu membuatnya menahan tawa. Ini menarik, batinnya. Ia berdeham dan kembali menatap Regina sambil tersenyum ramah. "Count me in."

Megan mendengarnya dan tersedak.

Claire yang duduk di sebelahnya langsung menyodorkan segelas air putih pada Megan. Sedangkan Alceo kembali menatap Megan dengan pandangan tertarik.

Awalnya, ia tidak mengerti dengan permintaan kembarannya untuk menggantikan posisinya sementara di perusahaan. Terlebih kembarannya itu menyebutkan lebih spesifik lagi untuk menjaga image baik di depan seorang karyawan bernama Megan Penelope. Ia cukup beruntung karena ia tidak perlu membuat Auryn mengantarnya menemukan Megan karena wanita itu sudah menunjukan diri lebih dulu pagi tadi.

Dilihat dari ujung kaki hingga kepala, tidak ada yang terlihat spesial dari wanita itu dibandingkan wanita yang selama ini dipacari Kembarannya. Tapi sepertinya ia mengerti sekarang. Megan memang sederhana, namun wanita itu juga terlihat unik dan menarik dengan caranya sendiri.

"Megan." suara laki-laki itu kembali membuat Megan tersedak. "Apa kau punya acara setelah ini?"

"Ti-ti-uhukkk-"

Laki-laki itu menyunggingkan senyum, merasa terhibur dengan kesalah tingkahan Megan atas ajakannya.

"Tidak ada, Mr.Tyler. Tidak ada," wanita di sebelah Megan, Claire, yang menjawab mewakili Megan yang masih tersedak.

"Bagus! Kalau begitu, setelah makan siang, temani aku. Kau tidak keberatan kan?" Tanyanya sambil tersenyum.

Mata Megan membesar. Ia menggeleng, namun tidak ada kata yang bisa keluar dari bibirnya yang masih terbatuk-batuk.

Melihat gelengan Megan, laki-laki itu menyimpulkannya sebagai jawaban. Ia kembali tersenyum. "great! Aku akan menunggumu di lobby setelah ini," ucapnya, lalu ia menyelesaikan suapan terakhirnya dan berdiri. "Aku permisi."

Megan menganga lebar. Kapan ia menyelesaikan saladnya? Megan membatin sambil mengikuti punggung laki-laki yang semakin menjauh.

"Hei, hei!" Claire mengguncang tubuhnya. "Kau baik-baik saja? Bernafaslah, bernafas. Aku minta maaf, aku tidak seharusnya mengatakan kau tidak ada acara tadi. Ah aku harus bagaimana ini... kau tidak membenciku, kan?" Claire terdengar panik. Ia mengabaikan kalau bukan hanya Megan yang sedang mendengar kepanikannya, melainkan Regina dan rekan-rekan satu divisinya yang lain.

Megan berdeham. Memilih untuk tidak menjawab. Ia lalu berdiri tanpa menyelesaikan makan siangnya. "Ada berkas di mejaku. Tolong berikan itu pada Ed via Fax. Aku akan segera kembali."

Megan menggigit bibir dalamnya gusar sambil meninggalkan meja tanpa menunggu jawaban Claire.

Ini benar-benar aneh. Megan membatin sambil terus memikirkan keanehan apa yang sedang ia rasakan. Sampai ia tiba di Lobby dan melihat punggung laki-laki itu membelakanginya, keanehan itu masih sedikit terasa.

"Mr.Tyler, ada apa?" Tanya Megan berusaha bersikap normal.

"Kau sudah selesai?" Laki-laki itu berbalik mendapati Megan berada tiga langkah darinya. "Ayo, temani aku keliling. Kau tidak keberatan, kan?"

"Kelil- tunggu, Mr.Tyler!" Tanpa menunggu jawaban Megan, laki-laki itu sudah lebih dulu meninggalkan Megan menuju ke salah satu mobil yang sudah siap di depan Lobby. Megan sempat berhenti sebentar dan lagi-lagi merasakan keanehan itu ketika melihat laki-laki itu masuk kedalam mobil yang pintunya telah dibukakan oleh supir.

Apa yang aneh sebenarnya? Megan membatin bingung bercampur frustasi.

***

"Aku sudah lama tidak kemari," Austin bergumam sambil memperhatikan jalanan Holywood yang sedang mobilnya lewati. "It brings back memories."

"Lama?" Ulang Megan tanpa sadar.

Austin tersadar kalau ia sedang bersama Megan dan sedang menjalankan misi undercovernya. Dengan cepat ia berdeham dan berbalik menatap Megan. "Aku mengatakan sesuatu?"

Megan mengangguk ragu. "Something that brings back memories." Megan meneliti wajah Austin, lalu menghela nafas. "Kita mau kemana, Mr.Tyler?"

Bertepatan dengan pertanyaan Megan, ponsel di kantung jas Austin berbunyi. Nama kembarannya yang sudah Austin duga terlihat jelas di layar ponsel. Austin menarik senyumnya dan mengusap layar ke kiri untuk mengabaikan panggilan itu. Dia pasti akan meradang, tebak Austin jahil.

Megan memperhatikan itu. Ia penasaran, namun ia tidak berani bertanya. Ia tidak berada dalam posisi dimana ia dapat bertanya mengenai apapun mengenai laki-laki di sebelahnya. Termasuk, siapa yang menelepon barusan. Jadi, Megan hanya bisa berasumsi jika yang barusan menelepon adalah wanita itu.

Ponsel Austin kembali berdering. Austin ingin mengabaikannya lagi, tapi ia tahu kalau itu semua percuma. Kembarannya tidak akan menyerah.

"Ya?" Jawab Austin sambil memperhatikan Megan dengan lirikan kecil. Wanita itu terlihat muram sambil menatap jalanan.

"Sial! Oh kau mengangkatnya!" Umpat Alceo dari seberang.

"Aku juga merindukanmu, ada apa?" Ucap Austin. Ia bersumpah kalau ia bisa melihat Megan menegang di posisinya. Ia kemudian berpikir, apa ia melakukan kesalahan?

"Rindu MY ASS! Kemana kau membawa Meganku?! Kuberitahu, menikung saudara sendiri adalah hal yang paling tidak bisa dimaafkan."

Austin tertawa. "Aku akan menghubungimu lagi nanti. Aku sedang berkencan."

Megan dengan cepat menoleh sambil melotot. Berkencan?!

"Berken-? KAU BENAR-BENAR INGIN MATI, AUSTIN?! Ah tidak bisa! Aku akan segera pulang dan menendangmu kembali lagi ke Indonesia! Tunggu aku-"

"Aku sangat tidak sabar bertemu denganmu. Aku tunggu. Tapi kali ini aku tutup dulu, ya? Bye!" Tanpa menunggu Alceo, Austin sudah lebih dulu mengakhiri panggilan sambil terkekeh geli.

Ia beralih menatap Megan. Wajah wanita itu sudah sangat masam ketika Austin bertanya, "ada apa?"

Megan mengutuk dalam hati. Apanya yang aneh! Bodoh! Kenapa aku berpikir kalau laki-laki ini bukan Alceo? Jelas-jelas laki-laki hidung belang yang menelepon wanitanya, mengatakan rindu, dan lain halnya, bisa dengan santai mengatakan kalau kami berkencan?! Oh tunggu! Bukan berarti aku berharap kami benar-benar berkencan, tapi- ah persetan!

Austin memiringkan wajahnya, bingung melihat Megan yang terdiam tanpa menjawab pertanyaannya. Namun ketika ia ingin kembali bertanya, Megan mengejutkannya dengan jawabannya yang terdengar seperti bentakan. "TIDAK ADA! DASAR HIDUNG BELANG!"

Austin menggeser duduknya sedikit kebelakang, terkejut dengan teriakan Megan. Dan kali ini ia benar-benar bingung lagi, bagaimana bisa saudara kembarnya tertarik pada wanita segalak ini?

***

Tbc

Maaf banget ya aku updatenya lama :( lagi bener-bener sibuk banget. Maaf banget banget banget.

Dan maaf kalau ceritanya membosankan :(

Bad Boy CEO And I [#MFFS 3]Where stories live. Discover now