Menyadari anaknya ada di sana, dan telah melihat semua itu membuat Glasya menangis. Namun, Ia tetap berusaha menjadi dirinya yang biasa. Walau berlinang air mata, Ia memasang senyum khasnya yang lembut nan anggun. Ia kesulitan bergerak. Namun, dengan perut yang bersimbah darah, Ia berjalan pelan, memeluk anaknya yang membeku, menenangkannya. Dengan hangat suaranya, Ia berbisik di telinga Arma.
"Tetaplah hidup, Armaku..."
Suaranya terdengar sangat menenangkan. Namun, itu adalah kata-kata terakhirnya. Dunia Arma dengan cepat kembali menjadi kelabu saat ibunya terjatuh, terbujur kaku tak bernyawa di sebelahnya, di atas genangan darahnya sendiri.
Arma menutup mulutnya, menahan rasa mual hebat yang dirasakannya. Emosinya terguncang. Air matanya mengalir sederas-derasnya, sembari mengguncang-guncang tubuh ibunya berkali-kali. Sayang, Ia sudah tak bernyawa.
Perlahan figur itu mendekat. Bunyi langkahnya terdengar sangat mengerikan. Semakin dekat, Arma makin mengenali sosok itu. Namun, tatapan kejam dan dingin itu sangat mengintimidasi. Seolah, pria itu bukan lagi ayahnya.
Berbagai pertanyaan muncul di benaknya. "Apa yang sebenarnya terjadi? Di mana Kiara? Axel? Apa yang terjadi pada Ibu? Dan kenapa... Ayah memegang pedang yang menusuk Ibu?"
Arma sangat ingin menanyakannya, tapi suaranya tak mau keluar. Ia membeku. Tubuhnya, suaranya, seolah dicengkeram oleh trauma dan rasa takut yang hebat. Kehilangan seorang ibu di umurnya dengan cara seperti itu tentu sangat mengerikan. Ia masih waras saja sudah merupakan keajaiban.
"Kau tidak boleh ada di sini," Ucap ayahnya datar. "Maaf.." Lanjutnya, menyiapkan tinjunya.
Arma tak bisa bersuara. Satu-satunya yang bisa Ia keluarkan hanyalah satu kata... "Ayah...", sebelum tinju ayahnya membuatnya jatuh tak sadarkan diri.
*******
Clank...!!
Bunyi rantai berkarat itu menggema di koridor lantai 4 sebuah bangunan tua. Seorang pengurus budak tengah menggenggam rantai yang mengekang leher tiga remaja di belakangnya. Gifter sebutannya. Mereka adalah pengurus para budak, serta anak buah dari penyelenggara The Fight, sebuah pertarungan khusus budak yang keji dan amat tak manusiawi. Pertarungan itu diadakan di bawah tanah, karena tentu saja, itu ilegal, bahkan untuk ukuran Scrapyard.
The Fight dihadiri oleh semua kalangan penduduk kota. Naluri alamiah pada setiap makhluk hidup memanggil mereka demi kesenangan saat melihat konflik dan kekerasan. Beberapa di antara mereka juga mencari keuntungan, mengadu nasib mereka dengan berjudi dan bertaruh pada para budak itu.
Pertunjukan itu bengis, sangat bengis. Para budak dipertemukan untuk bertarung satu lawan satu. Sesudah memasuki arena, mereka berubah menjadi hewan yang tak memedulikan apa pun selain bertarung untuk hidupnya. Kemenangan hanya menguntungkan pemilik mereka, yang akan mendapatkan banyak uang dan reputasi. Namun jika kalah, para budak akan mendapat siksaan lebih kejam dari yang biasa mereka terima. Karena itu, mereka tak perlu berpikir dua kali untuk mengalahkan musuh dengan apa pun yang diperlukan.
Bayangkan saja sendiri kengerian yang mereka lakukan di sana...
Tapi, pertarungan bawah tanah adalah pertunjukan murah. Para bangsawan menolak menginjakkan kaki di bawah sebuah bangunan. Karena itu, The Fight memiliki sebuah tradisi. Sebuah pertunjukan rahasia, diadakan di lantai tertinggi bangunan tua itu, di mana The Fight hanya mempertontonkan petarung-petarung terbaik mereka, dengan pertarungan yang lebih brutal.
Hari ini, ada 3 budak yang terpilih, dan Arma adalah salah satunya.
10 tahun bertarung menjadi budak membuatnya menjadi salah satu petarung terbaik. Setelah ditinggal oleh ayahnya begitu saja di sini, Ia tak punya pilihan lain selain berusaha bertahan hidup. Berbagai keahliannya Ia dapat dari budak lain. Bela diri, mencuri, menipu, Ia melatih semuanya dari budak-budak terkenal di sana.
Ia membenci semua siksaan dan penderitaan yang Ia alami. Namun, Ia menahannya. Ada satu hal yang membuatnya terus berjalan dan bertahan, satu hal yang membuatnya masih waras adalah dendam dan kebencian pada ayahnya, orang yang bertanggung jawab atas semua kejadian di hidupnya.
Tidak sedetikpun dalam hidupnya terlewat tanpa mengucap janji itu. "Aku akan membunuh bajingan itu..."
Sayang, Ia tak bisa apa-apa. Sulit untuk menemukan Ayahnya, apalagi Ia adalah seorang budak.
Namun, semua akan segera berubah...
Di ujung tangga, dua orang majikan tengah bersandar pada sebuah jendela kaca. Obrolan mereka cukup keras untuk didengar Arma. Kebanyakan hanya hal-hal tak penting dan sepele. Tapi, ada sebuah kalimat yang menarik perhatiannya.
"Apa kau tahu? Seorang Dracheart sedang ada di kota..." Celetuk salah satu dari mereka.
Kalimat itu menghentikan langkahnya. Kata itu, nama itu terngiang di kepalanya, mengingatkan akan masa lalu dan semua yang tengah terjadi padanya.
"Hey! Kenapa kau berhenti?!!" Tanya gifter itu menarik rantai di lehernya.
Pertanyaan itu sama sekali tak digubris. Kakinya tak bergerak sedikit pun walau ditarik oleh rantai. Hanya ada satu hal yang ada di kepalanya, dan sekarang, Ia mulai memikirkan rencana.
Gifter itu marah dibuatnya. Ia kembali menarik-narik rantai di tangannya sembari membentak Arma. "Cepat bergerak, bocah brengsek!! Kau menghambatku!! Jika tidak, akan ku-"
Sebelum menyelesaikan kalimatnya, tiba-tiba Arma mengaitkan kakinya pada rantai yang mengekangnya, lalu menariknya hingga putus. Rantai itu cukup tua berkarat untuk dirusak dengan sedikit tegangan. Tangannya tertahan borgol kayu, namun Ia sanggup memukul perut gifter itu dengan sikunya sekuat tenaga, membuat gifter itu jatuh dengan keras. Ia segera memanfaatkan kesempatan itu dengan berlari sekencang mungkin ke arah jendela tadi.
"Si- Sialan!! Hentikan dia...!!" Seru gifter itu.
Namun, tak ada yang bisa menghentikan Arma sekarang.
Prang...!!!
Hari itu, Ia melompat. Seperti terbang rasanya. Terlalu lama Ia ditahan. Terlalu lama, hingga Ia hampir lupa rasanya. Sekarang, Ia mengambil kembali kebebasan yang telah lama direnggut darinya.
"Tak masalah jika aku mati setelah ini, karena janjiku akan usai..." Batinnya. "Jika itu benar kau.. Hidupmu akan segera berakhir, Ayah..."
YOU ARE READING
Killpath : Origin (REBOOT)
FantasyDendam, Amarah, Kebencian. 10 tahun sudah Arma hidup dalam api yang membakarnya itu. Tak pernah padam. Semakin besar sejak Ia melihat ibunya tertidur digenangan merah untuk selamanya. Baginya, hanya satu yang dapat memadamkannya. Membunuh penyebab k...
PROLOG
Start from the beginning
