Dengan kata lain lebih baik kau diam dan menyimpan tenagamu karena jika sudah menginginkan sesuatu, Seungcheol dengan sangat tiba-tiba akan menjadi tuli.

"Seungcheol," gumamku sambil berusaha menyingkirkan lengannya dari atas dadaku. "Kau benar-benar berat."

Tidak juga mendapatkan respons, akhirnya aku mulai menggeliat untuk membebaskan diriku dari lilitan tangan dan kaki Seungcheol yang masih bertahan dengan posisinya. Mencoba beberapa kali dan tidak juga membuahkan hasil, akhirnya aku menghentikan gerakanku sejenak untuk mengambil napas. Usaha untuk terbebas dari tindihan tubuh Seungcheol benar-benar adalah sebuah kegiatan yang menguras tenaga.

Seungcheol sialan!

Tidak hanya mengganggu tidur yang adalah kegiatan favoritku, dia juga telah membuatku mengeluarkan tenaga di pagi hari untuk hal yang bodoh seperti ini...

...oh!

Sedikit meremang, aku tertegun ketika merasakan tangan Seungcheol yang dengan lihainya sudah berada di dalam balik baju piamaku. Begitu ringan telapak tangannya mulai mengusap perutku dan kemudian mengarahkannya untuk terus naik dan naik dengan gerakan megusap perlahan sampai di dadaku. Karena telapak tangannya yang berada tepat di atas dada kiriku tanpa terhalangi satu helai benang pun, aku tahu bahwa Seungcheol bisa merasakan detak jantungku yang mulai memukul-mukul dengan cepat.

Aku menelan air ludahku, mencoba untuk mengontrol diri. Dan seakan tidak ingin memberiku waktu menanangkan diri dari keterkejutan gerakan tangannya, Seungcheol kembali melanjutkan aksinya di atas dadaku.

Napasku sedikit tercekat dan bulu kudukku kembali meremang. Kali ini aku merasakan jari telunjuk Seungcheol lah yang bergerak dengan ringan dan perlahan membentuk pola-pola lingkaran kecil tak berautran di atas dadaku. Berputar, berputar, dan terus berputar sampai akhirnya dia membawa telunjuknya dengan nakal untuk memutari pu—

"Apa. Yang. Sedang. Kau. Lakukan?" aku mendesiskan tiap kata pada pertanyaanku, setelah dengan sigap dan cepat tangan kiriku mencengkeram telapak tangannya, memaksanya untuk berhenti melanjutkan gerakan ringan telunjuknya yang mengalirkan gelayar lembut ke tubuhku. Kutolehkan kepalaku ke kanan dan mendapati Seungcheol sedang membalas tatapanku dengan mata yang sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda mengantuk setelah bangun tidur. Senyum lebar pua-pura polosnya tersungging ke arahku.

"Memberikan usapan selamat pagi," jawab Seungcheol sangat ceria.

Memutar bola mataku jengah, aku menarik tangan Seungcheol supaya keluar dari piamaku, yang untungnya dia turuti tanpa perlawanan. "Aku tidak butuh usapan selamat pagimu."

Seungcheol mengernyitkan keningnya sejenak untuk terlihat sedang berpikir. "Kalau begitu bagaimana dengan penelitian di pagi hari?"

Mau tidak mau aku langsung bersikap sedikit defensif, menimbang-nimbang apakah akan mengikuti permainannya. Suatu hal yang buruk pasti sedang ada di otak Seungcheol saat ini jika melihat dia mengerlingkan mata kirinya padaku. Tetapi aku juga sangat penasaran dengan apa yang direncanakannya...

"Penelitian apa?" tanyaku penuh keraguan.

Benar saja.

Baru saja bibirku mengatup, Seungcheol dengan kedua tangannya sudah menyerangku dengan menggelitiki tubuh bagian sampingku, yang spontan membuatku menggeliat karena geli.

"Penelitian ini bertujuan untuk mencari titik tersensitif dari tubuh seorang Yoon Jeonghan," jelas Seungcheol di tengah aksinya.

"Haha... Seungcheol bodoh! Lepaskan aku! Haha..." omelku di sela tawa yang tidak bisa kutahan akibat dari gelitikan tangan Seungcheol. "Hentikan! Haha.. Seungcheol!"

Bunga Iris dan TakdirWhere stories live. Discover now