Chapter 1; Axel

26 2 0
                                    

Sekitar Seminggu Sebelumnya

Masalahnya adalah, di saat-saat seperti itu justru suara sepatu Axel yang berdecit di atas lantai linoleum membuat situasi semakin tegang. Lagu-lagu R&B lama mengalun di udara, membuat Axel sulit berkonsentrasi di antara rak-rak minimalis setinggi dua meter; rasanya dia ingin berjoget mengikuti lagunya kalau tidak mengingat kondisinya saat ini. Mata birunya memang menerawang ke deretan makanan kaleng, namun dia tak terlihat seperti kebanyakan pengunjung toko lainnya; dari dekat, tampak keringat menetes di leher dan keningnya seraya jantungnya berdegup kencang dengan gila. Dia terus memasukkan makanan-makanan siap saji tersebut ke dalam trolinya.

Axel membenarkan masker flu yang dikenakannya, berpura-pura batuk saat melewati dua wanita yang sedang hamil tua yang sibuk berdebat membandingkan berbagai merk popok. Dia menabrak bahu salah satu petugas muda yang kebetulan menjelaskan. "Maaf, ma'am." Axel mengangkat tangannya halus lalu membenarkan topinya, dia melihat nametag petugas tersebut dengan cepat. "Maaf, Donna. Cuacanya buruk sekali akhir-akhir ini."

Dia kembali melaju dengan trolinya sambil terus terbatuk. Setibanya di ujung rak, pandangannya menangkap sesosok pria di kejauhan dengan jaket besar berkupluk yang sesekali melihat ke arahnya. Axel tidak bisa melihat wajah pria tersebut di balik hoodienya, tapi pria tersebut tampak mencurigakan; perut menggembung tak wajar dan melirik kesana kemari. Pria itu menyisir rak berisi buah-buahan segar lalu berhenti untuk mengambil sebuah apel dan menimbang-nimbangnya; dia mengendus, memutar-mutar sebelum akhirnya melempar-lempar apel tersebut di tangannya.

Axel menaikkan sebelah alisnya, meyakinkan dirinya atas apa yang dilihatnya dan saat itulah dirinya kehilangan keseimbangan. Dia bersender sesaat di rak sebelahnya sebelum terduduk di lantai sambil terbatuk kencang memprihatinkan, menarik perhatian Donna yang segera menghampiri.

"Kau baik-baik saja?" Donna mengusap-ngusap punggung Axel dengan lembut.

Axel menggeleng kecil. "Tak usah pedulikan aku, aku baik-baik saja." Dia terbatuk. "Disana," katanya sambil menunjuk, "aku rasa ada yang mencuri. Pria bertudung biru."

Pria bertudung biru bergerak semakin mencurigakan, berjalan menjauh dan berbelok di seksi alat-alat masak. "Kode Cokelat. Kita kedapatan kode cokelat. Pria bertudung biru di area empat," Donna berbicara kepada sebuah pin kecil minimalis bertuliskan The Westbrooks Supply yang menghiasi kerah kaosnya. "Terima kasih, tunggu di sini, oke?" dia berkata kepada Axel sambil berjalan cepat mengikuti jejak pria bertudung tadi.

Tapi tepat saat itulah aliran listrik mati.

Semua berhenti bergerak sepersekian detik saat seluruh toko menjadi gelap. Donna semakin yakin pada instingnya. Dia berlari ke area buah-buahan dan mendengar langkah kaki bergerak cepat. "Kode Cokelat. Kode cokelat, area 4." Dia menelusuri rak-rak berisi wajan, panci, kompor dan pisau. Si Brengsek ini bisa saja memegang senjata sekarang, pikir Donna panik. Tak lama kemudian, dua orang petugas keamanan datang dan mendahuluinya.

"Hanya kalian berdua?" Donna berbisik.

"Hanks ada di pintu darurat dan Louis ada di rak 42," jawab salah seorang petugas.

Tangisan anak kecil pecah terdengar di beberapa tempat, namun Donna tidak menghiraukannya. Dia anak magang baru dan merasa harus membuktikan diri dengan menangkap pencuri ini. Dua petugas di depannya berjalan jauh lebih cepat mendahuluinya sementara dia berhati-hati mendengar ke sekitar.

Disana! Donna menangkap pergerakan di kiri saat sampai di persimpangan rak. Dia yakin dia melihat seseorang dengan tudung. Dia berlari, berbelok dan mendapatkan seorang pria di ujung rak menoleh kesana-kemari. Dengan yakin Donna mempercepat larinya lalu menerjang. Mereka terjatuh dengan suara BUK! yang kencang, namun orang tersebut berusaha melawan.

Next Children of Earth; The FlipWhere stories live. Discover now