empati yang hilang

1 0 0
                                    

Aku memejamkan mata sejenak. Menikmati lajur angin yang menusuk. Dingin.

Ada banyak hal yang aku ingin curahkan kepada dunia ini. Tetapi saat kau terbang, terkadang pintu yang diketuk tidak membuka pada dirimu.

Dari diriku yang liar, berbeda, lalu kemudian dicontoh oleh seseorang dengan payah dan buruknya. Akhirnya aku juga ikut-ikutan dijudge. Padahal kebiasaan itu menenangkan.

Tapi pagi ini berbeda. Hari ini berbeda. Aku sendirian, kembali sendirian dan terpuruk tanpa bisa berkata apa-apa. Bahkan ketika aku menangis dan mual lalu muntah. Tidak ada yang menyadarinya. Aku seringkali dan berulangkali mengalaminya. Tetapi orang-orang hanya lewat saja.

No one will value you

That stences applied everywhere. In every event that i was passed by sufferness. Aku berjalan sendiri dengan angin yang menusuk ulu hati. Dengan angin. Bukan manusia bodoh yang tidak mengenal empati.

Dasar manusia bodoh. Aku pun juga manusia. Aku juga bodoh.

Bukankah otak manusia digunakan untuk mencerna informasi dari retina mereka lalu menggerakkan tubuh untuk mengambil tindakan ?

Teman-teman yang bodoh. Terlalu individualiskah mereka ? Apa aku kah yang terlalu bodoh untuk menjadi individualis.

Aku lelah. Kupejamkan mataku sembari menggigil. Menunggu hari itu datang tanpa suara berisik yang siap untuk menjudgeku kapan saja. Menunggu diriku hanyut pada dunia di mana orang-orang ini tidak membiarkanku tergeletak menderita sendirian.

Lebih baik begitu. Empati yang hilang saat melihat teman mengalah jauh begitu banyak. Melihat teman yang menangis lalu menghampiri. Tapi itu hanya terjadi pada orang-orang yang istimewanya tak pernah melakukan hal yang sama pada orang yang memperhatikan mereka. Atau bahkan malah mengabaikan entitas kecil seperti debu layaknya aku menyingkirkannya seolah titik debu itu sebuah noda tak layak dipandang mata.

Ah, kalaupun aku juga hanyut tenggelam, mereka tak akan ada yang peduli. Aku sakit dan hancur pun tak ada yang peduli. Meskipun aku hancur kemudian hari. Tidak akan ada yang peduli. Meskipun asupan gizi tak bisa masuk ke perutku disebabkan stress mereka juga tidak akan peduli. Aku muntah, tak ada yang peduli. Lebih baik juga mati saja tidak akan ada yang peduli kalau hancur sendirian.

Pada dasarnya manusia tidak bisa sendirian untuk menahan sakit.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Aug 15, 2019 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Rumah Where stories live. Discover now