Empat Hadiah - Fantasy Fiesta 2012

Mulai dari awal
                                    

Tanpa bangkit, kuraih ponsel lalu bicara, “Halo?”

Suara di ponsel terdengar berat dan serak, mungkin dari pria yang sudah berumur. “Halo, dengan Wisnu Handoyo?”

“Saya sendiri. Dengan siapa saya bicara?”

“Kenalkan, saya Nikolas. Saya dapat nomor kamu dari Alay Silebay, presenter reality show yang mewawancarai kamu tadi.”

“Apa yang bisa saya bantu, Pak?” Aku berusaha tetap sopan.

“Saya ingin menawarimu pekerjaan, namun kamu harus menempuh ujicoba dahulu.”

Wah, cepat sekali. Si Alay itu pasti punya koneksi yang bagus. Atau jangan-jangan, ia ingin mengerjaiku untuk balas dendam? Hati-hati!

“Di mana kantor Bapak? Saya harus kirim resume dulu.”

“Tak perlu,” ujar Nikolas. “Saya sudah di depan rumah kamu sekarang.”

“Hah?!” Aku bergegas bangkit, mengintip keluar jendela. Di depan pintu pagar, seorang pria tambun berjanggut putih, berjas dan berdasi merah melambai ke arahku.

“Tunggu sebentar, Pak!” Terburu-buru aku bangkit, merapikan kemeja, memakai sepatu dan bergegas ke pintu depan.

Nikolas menyambutku dengan senyum tulus dan ramah seperti Sinterklas. “Kamu cepat tanggap, Wisnu, jadi kamu lolos ujian pertama. Maklum, di Abad Informasi ini kita harus selalu bergerak cepat.”

Ia lalu menyodorkan sebuah kado berbentuk kotak persegi panjang seraya berkata, “Nah, ini ujian kedua. Antar paket ini ke alamat yang tercantum.”

“Itu saja?” Mataku mendelik curiga.

“Jangan kuatir,” jawab si direktur nyentrik. “Ini bukan bom, melainkan mainan untuk seorang anak kecil. Nah, ibunya adalah klien yang paling sering memesan hadiah lewat jasa kita. Jadi beramah-tamahlah, buatlah dia senang.”

Wah, jadi perusahaan si kakek ini adalah jasa pengiriman hadiah, seperti Sinterklas? Dan direkturnyapun mirip Sinterklas? Hebat! Ada perusahaan yang berdedikasi macam ini di Indonesia.

Jawabanku tentu saja. “Ya, saya laksanakan, Pak.”

Satu jam kemudian, motorku berhenti di depan sebuah rumah besar nan megah. Kucocokkan nomor rumah dengan alamat di label kado, lalu menekan bel.

Layar monitor di bel canggih itu menayangkan wajah galak satpam pria yang mirip anjing jenis Pitbull. Suaranyapun seperti gonggongan. “Situ siapa? Ada perlu apa?”

Kujawab tanpa takut. “Antaran hadiah untuk Piet, dari CV. Damai Semesta.”

Wajah si satpam berubah menyeringai. “Oh, silakan masuk.”

Gerbang besi terbuka secara otomatis.

Memasuki lingkungan dalam rumah, mataku menyapu segala arah. Mulai dari halaman yang luas, penuh pohon dan bunga serta kolam renang. Hingga ruang tamu berhias patung antik serta lukisan mahakarya dari Bali. Aku duduk dan menaruh kado di meja tamu.

Tiba-tiba seorang anak kecil datang berlari dari ruang dalam. Kulitnya legam bagai sawo yang terlalu matang, mirip pembantu Sinterklas, Piet Hitam.

Mengincar kado di atas meja, siku anak itu tak sengaja menyenggol patung wanita memanggul bakul hingga oleng. Refleks, aku bangkit, menahan patung hiasan meja itu hingga tak membentur lantai.

Disusul lengkingan seorang wanita. “Aah, patungku!”

Aku menoleh, menatap nyonya rumah. Wajah bulatnya nampak jelita. Ia mengenakan tank top dan hot pants, menampilkan lekuk tubuh aduhai setaraf fotomodel.

Empat Hadiah - Fantasy Fiesta 2012Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang