H + 1

481 59 33
                                    

Sesuai kesepakatan kemaren, Sungjae dan Hayoung kini bertemu di tempat yang sama dengan tempat Sooyoung dan Hayoung bertemu. Begitu bertemu mereka langsung membuka pembicaraan.

"Hm... mungkin sebaiknya kita enggak berlama-lama...." Ujar Sungjae dan Hayoung mengangguk setuju.

"Gimana keadaanmu? Baik-baik saja kan?"

Hayoung kembali mengangguk. "Kemaren mungkin enggak, tapi hari ini aku baik-baik saja."

Mereka kemudian terdiam sesaat. Sungjae memukul-mukul pahanya untuk mengurangi rasa gugupnya. Hayoung pun kembali memainkan bagian bawah kaosnya.

"Hm.... sebaiknya aku langsung saja. Ada yang harus kita bicarakan. Kamu tahu kan?"

Hayoung mengangguk lemah.

"Kalau begitu, aku mulai pembicaraan ya... " Omongan Sungjae tiba-tiba dipotong oleh Hayoung.

"Sebelum Oppa mulai, bolehkah aku dulu yang bicara?"

Sungjae mengadahkan tangannya mempersilahkan Hayoung untuk bicara terlebih dahulu.

"Dua hari yang lalu hingga kemaren merupakan salah satu hari yang cukup buruk bagiku. Aku tahu aku enggak layak bicara seperti ini, tapi itu adanya. Hatiku kembali merasa tak tenang dan tersiksa."

"Perasaan sedih, bersalah, takut, kehilangan, egoismeku campur jadi satu. Semuanya benar-benar tercampur dengan baik. Sampai kemaren aku berbicara dengan Sooyoung."

"Aku benar-benar kalut kemaren. Kemudian aku jadi ber flashback 3 bulan kemaren. Kembali ke masa-masa awal aku benar-benar mengenalmu."

"Dahulu aku hanya sebatas mengenalmu sebagai seniorku di SMA dan kuliah. Saat aku tahu harus bermain menjadi lawanmu, aku cukup merasa tenang, karena aku sudah mengenalmu terlebih dahulu, jadi kita bisa bermain dengan nyaman. Aku tidak berekspetasi lebih. Aku hanya sekedar berpikir kalau kita akan menghasilkan chemistry yang baik karena kita sudah saling mengenal sebelumnya. Aku tidak berpikir akan menjadi lebih dekat denganmu."

"Sampai akhirnya oppa mengetahui rahasia terburukku dan semua mengalir begitu saja. Oppa adalah penyelamatku. Kau berada disisiku saat aku butuh, kau mau menjadi sandaran dan andalan bagiku yang sedang terpuruk. Aku menjadi buta dan enggak peduli. Aku egois dan serakah untuk memilikimu lebih. Aku tahu aku salah tapi aku masa bodoh karena aku merasa kau juga sama."

"Namun setelah kupikir-pikir kemarin, walau oppa juga sama, tapi aku tersadar bahwa rasa oppa terhadapku dan Sooyoung berbeda. Oppa tampaknya hanya merasa empati padaku, sedangkan pada Sooyoung kamu memang benar menyayanginya. Walau sedang bersamaku kau masih tetap mengkhawatirkan dia saat dia kecelakaan, saat dia belum menghubungimu. Walau bersamaku, dalam pikiranmu pasti selalu terlintas dirinya. Saat kita bertiga berada ditempat yang sama, perhatianmu lebih tertuju padanya dibanding aku."

Hayoung terdiam sejenak. Matanya melirik keatas dan mulai berkaca-kaca. "Setelah bertemu dengan Sooyoung, menerima telepon darimu, aku menyadari apa yang akan oppa bicarakan. Oleh karena itu aku menolak berbicara kemarin karena aku butuh waktu berpikir."

Hayoung memenjamkan matanya sesaat dan menarik nafasnya. "Aku tahu apa yang akan oppa bicarakan. Namun aku enggak akan sanggup mendengarnya darimu, jadi biar aku yang bicara. Ya kita akhiri saja semua."

"Setelah semua flashback dan renungan, aku sadar memang sudah seharusnya aku melepasmu. Selama ini oppa bukanlah hak ku, dan sudah seharusnya aku tak mengambil yang bukan milikku." Hayoung mulai meneteskan air matanya. "Terima kasih atas 3 atau 2,5 bulan ini. Terima kasih sudah mau menemaniku, menolongku, dan memberi rasa dan kenangan yang indah di memoriku. Maafkan aku karena muncul ditengah-tengah kalian."

Sungjae menatap Hayoung tak tega, jika hatinya selemah dulu mungkin dia menjadi gentar pada Hayoung dan memeluknya. Namun kini Dia hanya menyodorkan tisu untuk menghapus air mata Hayoung.

"Terima kasih atas pengertiannya, Hayoung. Maafkan aku.... maaf...." Lirih Sungjae. "Semua yang kulakukan padamu selama ini aku tulus melakukannya, jadi kamu jangan terlalu berpikir kalau yang aku lakukan karena empati semata."

Masih dalam tangisnya, Hayoung mengangguk. "Ya aku tahu. Ketulusanmu benar-benar terasa, tapi aku tahu kok ketulusanmu itu ketulusan sebagai sesama manusia."

"Maafkan aku...."

"Berhubung kita akan lulus, kita sudah enggak akan ada lagi urusan, jadi sebaiknya kita jangan pernah berinteraksi lagi. Saat enggak sengaja berpapasan, kuharap kita saling mengabaikan. Kini kau hanyalah sunbae yang aku tahu saja."

Sungjae mengangguk lemah setuju . "Semoga kau bisa selalu bahagia dan menemukan pria yang jauh lebih baik dariku."

Hayoung berdiri dari tempat duduknya. "Selamat tinggal, dan terima kasih banyak sunbae."

Hayoung pun pergi meninggalkan Sungjae yang hanya bisa menatapnya lemah. Setelah keluar dari kafe tersebut dan duduk di halte yang tak jauh dari situ, Hayoung langsung menangis dengan deras melepas semua rasa sedih dan sakitnya.

Sementara itu Sungjae mengatur nafasnya terlebih dahulu. Kemudian Dia langsung menelepon Sooyoung, namun sayangnya tak diangkat. Sungjae pun mencoba hingga sepuluh kali, tapi tetap saja tak diangkat.

"Dia enggak mau mengangkat teleponku lagi." Murung Sungjae.

Sungjae akhirnya mencoba menghubungi Sooyoung melalui Doyoung.

"Halo Doyoung."

"Oh halo sunbae, pasti kau ingin menghubungi Sooyoung ya?" Tebak Doyoung.

"Hehehe iya... kamu pasti lagi bareng dia ya?"

"Iya kita lagi ngumpulin lagu buat lomba."

"Dia lagi disebelahmu, enggak?" Tanya Sungjae.

"Enggak, aku lagi di toilet. Sebenarnya tadi aku lihat dia ngereject telepon sunbae beberapa kali."

Sungjae menghela nafasnya dengan berat. "Huh...."

"Sebaiknya sunbae hubungi dia 3 hari lagi deh. Dia ingin fokus buat lomba 3 hari lagi. Dia enggak ingin pikirannya terganggu dengan hal lain. Kalau sunbae menghubungi dia sekarang dan pastinya obrolan kalian akan rumit, nanti bakalan ganggu konsentrasi dia ke lomba ini. Soalnya lomba ini memang penting juga buat kita. Makanya dia enggak angkat teleponmu. Jadi mending hubungi dia setelah selesai lomba. Saranku sih seperti itu." Jelas Doyoung.

Sungjae mengangguk. "Hm... begitu ya. Kalian lomba dimana sih? Jam berapa?"

"Kita lomba di institut seni Seoul di graha kim. Jam kita tampil sih belum tahu, kita baru mau tech-meet nanti sore. Cuman kisaran lombanya sih dari jam 12 siang sampai 6 sorean."

"Oke kalau begitu. Makasih banyak ya Doyoung."

"Siap. Semangat ya sunbae hahahaha."

Wkwkwk lagi2 ingkar waktu daku wkwkwk. Maaf ya udah mah lama, dikit lagi wkwkwk. Btw maaf ya ceritanya agak muter-muter

Btw aku ga nyangka ama reaksi kalian di part sebelumnya banyak yang memaki Hayoung dan Sungjae ya wkwkwk. Makasih banyak atas reaksi dan komentarnya. Serius itu bikin aku semangat buat nulis. *virtual hug satu satu*

Next part bakalan ada sesuatu yang bikin sungjae panik. Stay tune yaaap ;)

Trust [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang