Chapter 12

2.6K 105 4
                                    

Pagi yang cerah mengawali aktivitas ku hari ini. Setelah memoles wajahku dengan bedak tabur, aku melangkah keluar kamar dan menghampiri Baron yang sudah menunggu di depan untuk berangkat sekolah bersama.

Setelah kejadian malam Minggu kemarin, hubunganku dengan Baron bisa dibilang membaik. Aku hanya berdoa agar hubungan ini berjalan dengan baik seterusnya, tidak ada masalah. Ya, meskipun memang banyak yang bilang kalau disetiap hubungan itu pasti ada saja masalah yang datang. Namun, berharap agar hubungan kita baik-baik saja tidak salah 'kan? Lagi pula, itu tujuan dari hubungan yang setiap orang jalani, yaitu hubungan yang baik. Mana ada sih orang yang ingin hubungannya tidak baik? Kalau ada sebut saja dia 'aneh'

“Hei Cantik,” sapaan dari bibir Baron terdengar begitu aku tiba dihadapannya. Hari ini wajahnya tampak begitu ceria. Dan. Hm, sedikit berbeda.

Aku tersenyum sambil menatapnya intens. Seditatapnya olehku, Baron menunduk malu-malu, salah tingkah. Duh. Cowok kalo lagi malu-malu kucing gitu gantengnya makin-makin ya.

“Jangan natap begitu dong!” nadanya bukan sebuah perintah atau permintaan. Baron mengacak pelan rambut ku, membuat aku mendengus. Cowok itu terkekeh menambah kesan tampan di wajahnya.

“Emang kenapa deh?” aku mengangkat satu alisku. Mendekatkan wajahku dengan wajahnya dan hanya tersisa beberapa centimeter saja antara jarak wajah kami berdua. Aku Memamerkan senyuman menggoda.

“Ya, jangan!” Sedikit nyolot, tapi tidak bisa dipungkiri kalo cowok satu itu sedang menahan senyumnya. “Jangan senyum kayak gitu juga,” Baron menoyor pelan wajahku dan menjauhkannya dari wajahnya.

“Ish, muka yang cantik ini jangan ditoyor dong!” protesku seraya mengerucutkan bibir.

"Kamu jangan senyum kayak gitu, jelek!”

“Biar jelek juga kamu salah tingkah aku senyumin begitu,” aku menjulurkan lidah.

Cowok itu masih saja menahan senyumnya. Tangannya terulur mengacak-acak kembali rambutku.

“Mau senyum, senyum aja kali gak usah di tahan,” sindirku tersenyum sinis. Baron menggaruk tengkuknya. Cowok itu benar-benar kelihatan salah tingkah. Se-protective apapun cowok kalo udah ditatap dan disenyumin seperti itu bakal membuatnya salah tingkah juga. Bukan hanya anak-anak alay aja yang bisa salah tingkah kayak gitu. Bad boy sekalipun bisa salah tingkah kalo udah disenyumin sama gebetannya. Bener gak? Kalo salah, ya dimaklumin aja soalnya semua orang punya kesalahan termasuk aku.

“Udah naik buru!” Aku memegang pundak Baron sebagai tumpuan saat aku menaiki motor besarnya. Setelah menempatkan bokong dengan sempurna di jok motor itu, Baron menyalakan mesin dan mulai melajukan motor merahnya keluar dari pekarangan rumah ku.

Tidak. Jangan mengira kami seperti couple-couple yang sering diceritakan disebuah novel. Aku tidak memeluk pinggang Baron, hanya berpegangan biasa saja. Begitu juga dengan cowok itu. Dia tidak menarik tanganku untuk memeluknya dan tidak juga membuat trik modus —seperti menambah kecepatan motor— biar dipeluk. Agak gimana gitu, tapi tidak urung banyak dari teman-temanku yang seperti itu.

“Al, nanti pulang gak bisa bareng. Aku ada kerja kelompok. Gapapa kan?” Baron sedikit mengeraskan suaranya agar dapat aku dengar dengan jelas. Aku mengangguk, padahal Baron tidak akan tau dengan gerak yang aku lakukan.

“Iya gak papa. Aku juga nanti mau kerja kelompok kok.” Aku sedikit memajukan tubuh ku agar Baron dapat mendengar ucapan ku.

•••

Bel istirahat sudah berbunyi sejak sepuluh menit yang lalu, tapi Baron belum juga datang ke kelasku. Biasanya jika bel sudah berbunyi cowok itu juga sudah menampakkan dirinya di depan pintu kelasku.

OVERPROTECTIVE BOYFRIENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang