2. Pallete - ii [END]

10.5K 555 14
                                    

Matanya menemukan sosok wanita pujaannya yang tertidur begitu pulas dengan buku sebagai sandarannya. Kepala cantiknya ia letakkan di atas meja dengan wajah damai dan mata terpejam. Bibir tipisnya yang sedikit terbuka memperlihatkan gigi kecilnya yang mengintip keluar. Sehun mengambil tempat disamping Yoona. Ia menarik pelan kursinya agar tidak menimbulkan suara yang akan membangunkan Yoona. Sehun menjulurkan tangannya dan menyingkirkan anak-anak rambut yang menghalangi wajah Yoona yang tertidur.

Begitu indah...

Sehun membuka note kecilnya dan mencatat kata indah yang akan ia jadikan sebagai lagunya. Beberapa lagu yang ia ciptakan, ia mainkan disebuah cafe. Tentu saja kekasihnya ikut datang melihat penampilannya. Joo Hyun merasa bahwa Sehun adalah pria paling romantis yang pernah ia temui. Bagaimana bisa kekasihnya itu menciptakan lagu dengan menggambarkan dirinya? Ah, tidak. Sesungguhnya bukan dirinya lah yang berada di tiap bait lagunya. Tetapi Yoona.

Saat ini, seperti seseorang yang merasakam jatuh cinta, ia ingin waktu berhenti berjalan. Ia ingin terus bersama Yoona. Walau hanya perasaan sepihak, Sehun sudah merasa puas. Ia memang berpikir bahwa tidak perlu melanjutkan hubungan yang ia paksakan. Tetapi ketika ia ingin membicarakannya dengan Joo Hyun, wanita itu selalu mengalihkan topiknya. Sehun harus mengusahakannya, bukan?

Bukan Joo Hyun yang ia inginkan. Ia hanya menginginkan Yoona. Walau Joo Hyun berperan sebagai 'wanita pelarian', tetapi Yoona seperti 'rumah', dimana ia harus tetap kembali walaupun berpergian jauh dan singgah disuatu tempat.

Yoona menerjapkan matanya. Pemandangan di depannya-Sehun? Apakah ia bermimpi?

"Se-hun," ucap Yoona dengan lemah, karena ia baru saja terbangun dari tidurnya.

Sehun yang terkejut karena Yoona sudah membuka mata, ia bergerak cepat menutup notenya, "Maaf aku sudah menganggumu,"

Yoona mengangkat wajahnya dan mengumpulkan kesadarannya, "Tidak. Terima kasih sudah membangunkanku. Jika aku tidak terbangun, aku tidak akan melanjutkan belajarku untuk ujian esok," Yoona tersenyum lembut pada Sehun.

"Y-Yoona,"

Yoona memaikan pena dengan memutarnya layaknya pemain drum memutar stick drum, "Hm?"

"Apa kau menyukai seseorang?"

Yoona menghentikan gerakannya memutar pena, dan saat itu juga penanya terjatuh dari genggamannya. Yoona tidak menghiraukan penanya yang terjatuh, ia lebih memilih untuk menatap Sehun, "Maksudmu?"

"Apa saat ini ada seseorang yang kau sukai?" Oh, Tuhan. Bahkan hanya bertanya seperti ini, membuatnya kesulitan untuk bernafas.

Yoona menunduk dan tersenyum, "Ada."

Sehun tertawa masam. Ia hanya memaksakan tawanya. Ah, ia muak. Mendengar jawaban dari Yoona membuat isi perutnya ingin melesak keluar. Ia membereskan peralatan tulisnya dan memundurkan kursinya. Ia siap beranjak pergi. Tetapi perkataan Yoona membuat ia membeku di tempatnya.

"Kau," Sehun merasa telinganya bermasalah. Ia berpikir, bahwa ia harus memeriksakan telinganya ke dokter spesialis. Ia ingin melanjutkan kembali pergerakkannya untuk menjauh dari Yoona, "Kau adalah pria yang aku sukai,"

Sehun tersadar bahwa telinganya tidak memiliki masalah apapun. Ia memilih untuk kembali duduk disamping Yoona. Bagaimanapun ia ingin menyelesaikannya.

"A-Aku?"

Yoona belum menatap Sehun sedari ia mengakui perasaannya, ia masih setia memandang buku yang berada di hadapannya, "Aku hanya tidak bisa memilih. Kau atau Joo Hyun. Kalian berdua terlalu berharga untukku,"

"Kau memilih untuk mengorbankan perasaanmu?"

Yoona mengangguk, "Aku rasa, aku tidak perlu menutupinya. Aku-" Yoona menghentikannya. Ia hanya tidak kuat jika harus menyampaikan perasaan yang ia rasakan. Begitu sakit melihat bagaimana Joo Hyun yang merangkul leher Sehun dan mempertemukan bibirnya dengan bibir Sehun. Walau Sehun tidak memegang Joo Hyun, ia cukup sakit melihat Joo Hyun memberikan kontak fisik yang begitu intim pada pria yang ia sukai.

Sehun memperhatikan tangan Yoona yang mengepal kuat di atas meja. Matanya berkaca-kaca dan bibir bawah yang ia gigit, menandakan bahwa Yoona merasakan kepedihan. Ia mengingatnya. Sehun mengingat ketika Yoona melihat dirinya dan Joo Hyun berpagutan mesra. Joo Hyun memang tidak melihat Yoona, karena ia membelakanginya. Tetapi tidak dengan Sehun. Ia membuka matanya ketika Joo Hyun melahap habis bibirnya. Ia memperhatikan raut wajah Yoona yang memucat dan memperlihatkan kesakitan yang teramat sangat. Untuk pertama kalinya, Sehun melihat Yoona meneteskan air mata.

Setelah Sehun melihat Yoona yang berlari menjauh, ia mendorong tubuh Joo Hyun. Ia tidak menyusul Yoona, Sehun hanya beralasan bahwa seharusnya mereka melihat tempat. Kampus bukanlah tempat untuk memadu keintiman.

Kini semua terjawab. Yoona menyukainya. Yoona yang menangis saat itu adalah bentuk kesakitan dan kecemburuan. Ia tidak tahu harus merasa senang atau sedih. Senang karena Yoona memiliki perasaan yang sama dengannya, atau sedih karena ia telah menyakiti Yoona.

Sehun menggenggam tangan Yoona, "Mengapa kau membawa Joo Hyun ke atap saat itu? Aku hanya mengharapkanmu. Kau tahu betapa kecewanya diriku melihat bukan dirimu lah yang berada di atap?"

Yoona tidak kuasa membendung air matanya. Ia menatap Sehun dengan air mata yang terjun bebas di pipinya, "Apa aku bisa memilih? Apa aku mempunyai pilihan? Bisakah kau memilih, sahabat atau cinta? Sahabat yang selamanya akan bersamamu, ataukah cinta yang tidak memiliki kepastian akan abadi," Yoona menyeka air matanya dengan ujung kerah lengannya, "Katakan padaku. Apa kau dapat memilihnya? Jika kau berada di posisiku, siapa yang kau pilih?"

Beberapa tahun memendam perasaan pada Yoona, ia semakin mengetahui kepribadian Yoona. Yoona adalah wanita yang tertutup. Ia tidak mudah beradaptasi dengan lingkungan. Ia adalah pribadi yang pendiam. Ia bahkan berpikir bahwa Joo Hyun adalah teman satu satunya yang Yoona miliki. Joo Hyun yang menerima kekurangan Yoona. Joo Hyun yang menutupi kekurangan Yoona. Tentu, jika ia berada di posisi Yoona, ia pun akan kesulitan dalam memilih.

"Diam mu, aku anggap bahwa kau tidak bisa memilih jika berada di posisiku. Aku muak," Yoona menarik tangannya yang berada di genggaman Sehun. Tetapi Sehun menahannya. Ia tidak melepaskan genggamannya dari Yoona.

"Pergilah denganku,"

Yoona mengentikan gerakkannya untuk melepaskan tangannya dari Sehun. Pergi?

"Apa yang kau bicarakan?"

Sehun menatap Yoona dengan kesungguhan dalam matanya, "Kita pergi dari tempat memuakkan ini,"

"Kau gila?"

Sehun tersenyum pada Yoona, "Sudah cukup kita menyakiti satu sama lain, Yoona," Sehun kembali menundukkan kepalanya, "Joo Hyun adalah wanita yang keras kepala. Setiap kali aku membahas tentang mengakhiri hubungan, ia selalu berdalih," ia kembali menatap Yoona, "Ayo kita pergi. Hanya berdua. Menghabiskan waktu berdua," Sehun bergerak memeluk Yoona, "Tidak apa jika kau mempunyai pribadi yang introvert. Yoona, itu tidak salah. Yoona adalah Yoona. Jangan mencoba untuk menjadi orang lain. Aku menyukaimu yang seperti itu. Aku menyukai segala hal yang ada pada dirimu. Jika kau memang tidak ingin berada di lingkungan memuakkan seperti ini, mari kita memulai kehidupan di desa. Mencari sebuah ketenangan, hanya kita berdua,"

Yoona membalas pelukan Sehun. Ia menumpukan dagunya pada bahu Sehun dengan masih sedikit terisak. Ia menyadari bahwa Sehun telah memperhatikannya sejak lama, "Bagaimana dengan Joo Hyun? Aku mengkhianatinya,"

Sehun mengusap lembut surai Yoona, "Bukan hanya dirimu, Yoona. Aku pengkhianat. Kita berdua pengkhianat yang mencari kebahagiaan. Kita berdua adalah pengkhianat yang berusaha mengutamakan ego untuk kebahagiaan kita berdua,"

"Bawalah aku!" Sehun tersenyum bahagia dan mengeratkan pelukannya pada Yoona. Setelah sekian lama perasaan yang ia miliki hanya bertepuk sebelah tangan, kali ini cintanya telah menyambut dirinya.

short stories ✔Where stories live. Discover now