1.c. SORE

17 1 0
                                    



            Bel pulang sekolah sudah berbunyi. Aku berjalan lamban keluar pekarangan sekolah. Rumah bukan tujuanku untuk pulang. Aku ingin pergi ke suatu tempat dimana hanya ada aku sendiri. Aku ingin menghilangkan pikiran suntukku ini. Aku ingin pergi dari aktivitas dunia dan berdiam diri di goa kesendirian. Aku benar-benar butuh waktu sendiri hari ini. Ntah kenapa aku suka menyendiri. Papa dan mama sering mengkhawatiran sifatku seperti ini. Mungkin dari kecil aku sudah terbiasa sendiri karena tidak memiliki saudara. Makanya aku nyaman sendiri. Tadi, Pak Anton menelpon ku.

"Shasa udah pulang? Bapak jemput ya?" Tanya Pak Anton disebrang sana.

"Gak usah pak, sa mau sendirian pulangnya"

"Aduh, ntar bapak kena marah sama Papa shasa. Bapak jemput aja ya?" Mohon Pak Anton. Papaku bukan pemarah tapi ia tegas. Aku anak semata wayangnya. Dan aku perempuan. Papa sangat menyayangiku walau dengan caranya sendiri. Cara yang terkadang menurutku sebagai sebuah pengekangan.

"Gak apa. Sa udah bilang ke papa kok pak" Ucapku bohong. Jika tidak berbohong, Pak Anton takkan memperbolehkanku.

"Benarkah? Kalau begitu baiklah" Ucap Pak Anton. Lalu memutus sambungan. Semua akan berjalan lancar tanpa diketahui papa, jika aku sampai di rumah sebelum jam 6 sore. Papa akan pulang jam 6 dan sekarang masih jam 3.

Kakiku yang tanpa tujuan melangkah, membawaku ke taman. Suasana di taman tidak terlalu ramai. Aku kemudian duduk di bangku taman di bawah pohon Mangga. Bangku yang satu ini favoritku. Mataku tertuju ke depan. Angin kencang datang dan menerbangkan beberapa dedaunan yang telah gugur. Tatapanku mengikuti arah dedaunan itu terbang. Dan akhirnya dedaunan itu jatuh lagi dan berserakan di samping kolam yang terdapat pancuran. Aku melihat beberapa burung gereja sedang saling mengejar atau hinggap di tepi kolam. Pengunjung taman sudah banyak yang pergi, hanya menyisakan beberapa orang saja. Mungkin karena langit sudah mulai mendung.

Aku mendongak ke atas. Langit seperti ingin menumpahkan isinya namun masih ditahan. Aku ingat hari ini aku tidak membawa jaket dan juga payung. Tunggu, payung Hanzel! Aku lupa membawa payung itu pulang. Sepertinya tertinggal di dalam kelas. Aku berfikir, jia aku pergi ke sekolah sekarang, aku akan kehujanan. Tapi kalau aku pulang dan berharap tak ada yang mengambil payung itu, aku juga akan kehujanan.

"Hap!" Tiba-tiba, sudah ada sepasang kaki di atas bangku. Di sampingku. Muncul tiba-tiba.

Aku kaget. Aku melihat kepalanya, lagi-lagi dia Hanzel. Tapi dia datang dari mana. Aku tidak melihat seorang pun berjalan ke arahku.

"Datang dari mana?" Tanyaku.

"Biasa" Ucapnya santai.

Biasa? Tanyaku dalam hati. Ohh, atas pohon.

"Lo gak pulang?" Tanya nya masih berdiri di atas bangku. Aku menggeleng-geleng. Aku lupa kalau aku akan pulang. Hanzel melompat ke tanah.

"Kalau gitu ayo, gue anterin" Ajaknya. Aku melihanya heran.

"Bentar lagi mau hujan. Ntar lo kehujanan. Payung tadi gak lo bawa?" Tanya nya sambil mencari sesuatu di tanganku.

"Ah, iya! Sorry, payung kamu di sekolah. Ketinggalan tadi" Ucapku sambil menepuk jidatku. Keingat lagi payung yang ketinggalan tadi. Sebelumnya sempat lupa karena Hanzel datang tiba-tiba.

Hanzel lalu tertawa kecil.

"Eh, ada apa?" Tanyaku heran.

HANZEL POV

"Gak ada" ucapku sambil tersenyum. Harusnya jawaban yang jujur aku keluarkan adalah "Kamu lucu, sa"

"Ayo sini, gue antar" Ucapku sambil berjalan menuju gerbang taman. Aku melihat Shasa masih bengong di bangku.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Sep 30, 2017 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

My ConquerorWhere stories live. Discover now