"Siapa yang sedang kau bicarakan?" Tanya Gary bingung.

Alceo menoleh kearah Gary kemudian ia bertanya, "apa wanita itu kemari?"

"Wanita? Wanita yang mana?" Gary mengernyit.

"Wanita berambut pirang," jawab Alceo tidak sabar.

Gary terdiam lalu berpikir sebentar. "Wanita berambut pirang yang mana?"

Alceo memutar bola matanya lalu menggeram. "Memangnya ada berapa wanita pirang yang aku tahu?"

"Banyak. Kalau itu yang bersangkutan denganmu," jawab Gary sambil terkekeh. Kemudian seperti mengerti siapa yang sedang Alceo bicarakan, karena wanita berambut pirang yang belakangan sedang gencar berkeliling di kehidupan Alceo hanya yang itu, mata Gary melebar. "Jangan katakan, dari tadi kau sedang membicarakan wanita pirang yang menendang bokongmu itu?"

Alceo meringis. Tapi memang itulah cara yang menurutnya normal untuk Gary menggambarkan sosok Megan.

Mendengar ringisan Alceo, Gary kemudian terbahak ketika merasakan kalau tebakannya benar. "Kau senyum-senyum seperti penghuni rumah sakit jiwa sejak tadi, karena wanita itu?"

Alceo mencibir, namun tidak mau memungkirinya. "Namanya Megan."

Gary mengangguk sambil berusaha mengontrol tawanya yang sepertinya mengusik ego Alceo. "Oh, kau sudah tahu namanya sekarang?" Tanya Gary berharap pertanyaannya tidak menyindir Alceo.

Alceo mengangguk, kemudian senyumnya kembali tersungging. Gary mengernyit melihat perubahan ekspresi Alceo yang dirasanya cukup mengherankan karena Alceo tidak pernah seperti ini jika berbicara mengenai perempuan sebelumnya.

"Dia karyawan magang di kantor. Dan masa depannya..." Alceo mengangkat tangannya hingga sejajar dengan matanya lalu perlahan mengepalkan jemarinya, "...berada di tanganku sekarang."

Alceo kemudian tertawa dengan kencang, mengabaikan tatapan bingung dari orang-orang sekitarnya, termasuk Gary.

Kita lihat, Megan. Apa kau masih bisa mempertahankan keangkuhanmu di depanku?

***

"Kau terlihat lesu. Kau sakit?" Tanya Claire sambil menempelkan telapak tangannya ke kening Megan.

Megan menghela nafas lesu tanpa mengangkat wajahnya dari atas meja.

"Claire, bisa kau bunuh aku sekarang juga?" Tanya Megan lirih.

Claire terkejut dan langsung berlutut di sebelah Megan dengan raut khawatir. "Ada apa? Kau ada masalah? Uang bulananmu belum dikirim?"

"Bukan..."

"Ah, apa Ed memarahimu karena kau terlambat mengumpulkan laporan? Atau Ed memberi komentar buruk di laporan bulananmu?"

Megan mengangkat wajahnya lalu menggeleng. "Lebih buruk dari itu semua. Aku-"

"Hai, maaf mengintrupsi. Meg, Kau di panggil ke lantai 30." Ed muncul tiba-tiba di antara mereka.

Jantung Megan langsung berdegup dengan kencang mendengar ucapan Ed barusan. Dan seakan belum cukup,  Claire membuat jantung Megan terjun bebas dengan pertanyaannya.

"Lantai 30? Bukankah itu lantai tempat ruang kerja CEO?"

Sedikit harapan Megan ingin melihat gelengan dari Ed, namun sedikit harapan itu sepertinya mustahil karena Ed mengangguk dengan wajah khawatirnya.

"Kenapa Megan dipanggil CEO? Kau mengenal CEO kita, Meg?" Tanya Claire sambil menatap Megan, meminta jawaban.

"Kau baik-baik saja? Kau tidak terlihat sehat, Meg," ucap Ed memperhatikan raut Megan dengan seksama.

Bad Boy CEO And I [#MFFS 3]Where stories live. Discover now