Hal yang Paling dinanti

5.9K 533 33
                                    

Lagi-lagi kuingatkan ya, jangan mencoba mencari ini di sejarah sultan-sultan Yogyakarta maupun mengkait-kaitkannya dengan sejarah sultan-sultan terdahulu karena bisa kupastikan tidak akan ketemu. ini adalah kisah imajiner. Historical Fiction. mohon bijak menyikapi. Oh iya. mohon koreksinya juga kalo banyak kesalahan dalam menampilkan latar sosial budaya yang melingkupi cerita ini. 

selamat menikmati. semoga kalian suka :D xixixi

***

Malam hari setelah tamu dengan kereta kuda mewah itu pulang. Rama dan ibuku langsung memanggilku ke dalem pringgitan. Entah apa yang terjadi, namun hatiku berdebar tak karuhan. Tak biasanya rama bersikap seperti ini. Jika memang ada yang ingin disampaikan biasanya beliau mengatakannya kepada ibuku agar menyampaikan kepadaku karena saking sibuknya beliau menangani usaha dan tempat pendidikan yang dirintisnya.

Rama duduk disebuah kursi rotan dengan gagah. Temaram senthir membuat aura kewibawaan beliau tampak semakin menguat. Akupun bersimpuh dihadapan ramaku dengan menundukan kepalaku dalam

"Nggih Rama, ada perlu apa Ayah memanggil saya?" entah kenapa suaraku yang keluar terdengar seperti getaran. Tak bisa dipungkiri aku sangat ketakutan jika panggilan ini untuk mengekspresikan murkanya kepadaku. Mungkinkah ini gara-gara sikapku pada Tedjo tadi siang?

"Sekar Arum..." suara ayahku lembut namun tercekat. Untuk beberapa saat beliau tampak kesulitan untuk memulai kalimat selanjutnya. Kuberanikan diriku mendongakan kepala untuk melihat apa yang terjadi kepadanya. Kenapa nada bicara beliau seperti itu? Mungkinkan ini tidak ada hubungannya dengan Tedjo? Ataukah ada hal yang buruk menimpanya?

Posisi beliau yang membelakangi Senthir benar-benar tidak menguntungkanku. Aku jadi tidak bisa melihat bagaimana ekspresi beliau sekarang.

"Sekar Arum putriku... kamu tahu kenapa sampai usia 16 tahun kamu belum kunikahkan?" kembali suara ayahku terdengar. Aku menggelengkan kepalaku perlahan.

"sebenarnya sudah ada banyak utusan yang datang kesini untuk melamarmu sejak usiamu menginjak 13 tahun. Hanya saja ayahmu ini pernah mengikat sebuah perjanjian dulu sekali. Tentang perjodohanmu."

Perjodohanku? Kenapa Rama tidak pernah mengungkapkan hal ini sebelumnya kepadaku." Tanyaku tak percaya. Tentu saja ini mengejutkanku, sudah cukup banyak ejekkan yang singgah ditelinga ini atas nasib buruk karena belum menikah diusia matang ini.

Untuk apa menjadi cantik tetapi dikutuk untuk menjadi perawan tua.

Padahal Ndoro Sekar Arum itu cantik dan punya bebet, bibit bobot yang tidak meragukan lagi, kok masih belum menikah ya?

Sekar Arum itu mungkin sangat sombong sehingga tidak ada yang berani melamarnya

Jeng Sekar Arum putrinya Pak Pawiro yang cantik itu kan? Belum menikah? Apa dia diguna-guna?

Menurutmu Ndoro Sekar Arum itu cantik tidak? Apa pak pawiro punya standar tinggi untuk putrinya itu sehingga tidak ada yang berani melamar.

Kudengar pak pawiro punya anak perempuan yang sangat cantik namun sampai usia 16 tahun belum juga menikah, mungkinkah punya kelainan? Penyakin ayan? Hahaha

"Maafkan ramamu ini, karena sudah terlanjur berjanji Rama tidak berani menikahkanmu dengan orang lain, karena sudah berjanji juga Rama tidak berani memberitahumu agar tamu tak berharap pada harapan yang terlihat sangat semu."

Kudengar ucapan rama dengan seksama, entah kenapa aku masih belum berhasil mencerna semuanya dengan baik. Kenapa rama menyebutnya harapan semu jika memang sudah dijodohkan? Mungkinkah karena orang tersebut benar-benar tidak akan pernah datang?

"jadi rama akan memutuskan perjodohan itu atau melanjutkannya?"

Kutatap wajah ramaku yang terlihat samar itu, aura kesedihan terpancar disana. Tangan beliau melambai mengisyaratkan kepadaku untuk mendekat. Akupun mendekat kepada beliau. Tak lama berselang aku merasakan jemarinya yang hangat mengusap puncuk kepalaku.

"Tadi siang, ada sebuah lamaran yang kembali singgah untukmu. Usiamu sudah dewasa nak, aku tahu kau pasti tersiksa dengan sebutan yang menyakiti hatimu itu (perawan tua). Usiamu akan semakin bertambah dan sebelum semuanya semakin terlambat. Rama ingin bertanya padamu, bersediakan kamu menikah dengan orang baru itu atau tetap menunggu untuk menepati perjanjian yang sudah rama buat?"

"Bagaimana dengan perjanjian yang telah rama buat? Bukankah sama artinya rama telah mengikari janji yang telah rama buat jika menawarkan ini kepada saya?"

"Benar, tapi kami juga sudah saling berjanji jika dia tidak juga datang disaat usiamu sudah matang, maka perjanjian ini gugur. kedewasaanmu ada ditanganmu sendiri, jika kamu ingin menepati janji itu maka anggaplah dirimu memang belum matang dan belum pantas menikah, namun jika kamu ingin terbebas dari perjanjian itu ambilah pilihan kedua.

"Rama, sebelum menjawab, Bolehkah saya tahu kepada siapa rama telah berjanji dan siapa orang baru yang telah mengirimkan lamarannya kemari?"

Rama tampak menghela nafas dalam.

"yang telah mengikat janji adalah Raden Mas Kuncoro."

Raden Mas Kuncoro? Astaga... mungkinkah?

"Pangeran Mangkubumi, calon pewaris tahta kerajaan ini. Beliau saat ini sedang belajar di Leiden (belanda) mengemban tugas dari Kanjeng Sultan untuk belajar tentang politik ketatanegaraan dan geopolitik hindia belanda."

Aapa?

"B-bagaimana bisa?"

"Beliau pernah beberapa kali bertemu denganmu, dan tertarik dengan pemikiranmu. Di usiamu yang sangat belia kamu berani menghadang segerombolan tentara belanda yang melakukan ketidakadilan. Sejak itu beliau tertarik denganmu dan ingin menjadikanmu selirnya."

Yah begitulah, sang pangeran mangkubumi memang sudah memiliki permasuri yang kelak akan menjadi ratu. Bebet, bibit dan bobotku tidak akan cukup untuk menjadikanku melebihi dari tingkat selir.

"Lantas, siapa orang baru yang melamar?"

"Dia adalah putra keluarga bangsawan, Trah Raden Dumadi, namanya Raden Tjandra Wiryadi, dulu dia pernah nyantri disini nduk. Mungkin kalau kamu bertemu dengannya kamu akan mengingatnya."

Pernah nyantri disini? Kenapa sepertinya aku belum pernah mendengar namanya?

"Rama tidak akan memaksamu untuk menjawabnya sekarang. Pikirkan baik-baik. Jika kau memang sudah siap putuskanlah. Namun, lebih baik jangan mengulur waktu lebih lama." Kembali jemari ayah mengusap pucuk kepalaku dengan lembut. seolah membagi beban yang yang selama ini menghimpitnya kepadaku.

TBC

Garwa Kinasih (Istri Kesayangan). End-Where stories live. Discover now