BAB III : Pengakuanku, Apa Cukup Menjadi Alasan?

Mulai dari awal
                                    

Mengerti maksud dari Azmi, Nabil langsung memberhentikan ayunannya. "Maaf"

"Cepat ceritakan apa yang ingin kamu ceritakan"

"Hufht, sebenarnya aku bingung ingin berbicaranya dari mana", kali ini Nabil tertunduk lesu

"Baiklah. Biar kubantu. Pertama, kenapa kamu mendekatiku?"

"Itu adalah pertanyaan inti, jika membantu itu harus dari awal Azmi"

Azmi menghelakan nafasnya lelah, "Hey, aku ini lebih tua dari mu, sungguh tidak sopan jika langsung menyebutkan namaku"

"Kamu mau aku memanggilmu kakak? Aku lebih suka memanggilmu yayang"

"Sudah ku bilang untuk berhenti memanggil panggilan menggelikan itu. Ya salam! Kamu itu mengalihkan pembicaraan terus"

Kali ini, Nabil kembali memasang wajah bodohnya lagi. Rasanya sulit untuk menghindar dari intimidasi seorang Fahrezza Azmi.

"Begini, Banyak hal yang tidak bisa aku katakan padamu semuanya, tapi aku mohon tolong izinkan aku untuk terus disampingmu, ajarkan aku layaknya bayi yang belajar berjalan oleh ibunya. Ajarkan aku tentang agama dari mulai merangkak sampai berjalan tegap". Ucap Nabil sambil menunduk, melihat tanah yang digoreskan oleh sepatunya.

"Pertama meminta diajarkan naik sepeda, lalu minta diberitahu tentang persyaratan untuk menjadi bidadari surga dan sekarang minta diajarkan berjalan layaknya bayi. Kamu itu maunya apa? Kamu bahkan tidak mengenalku, kenapa kamu begitu lancang meminta itu semua? Memangnya aku layak memberi pelajaran berharga itu padamu? Aku ini masih kotor, aku sadar diri tubuhku masih dipenuhi oleh dosa, jadi jangan sindir aku dengan kata-kata mu. Kita baru saja bertemu kemarin lusa, jadi. Wajar aku curiga padamu. Lagipula, aku pun tidak butuh mendengar semua ceritamu. Cukup beritahuku apa alasanmu meminta hal itu padaku? "

"Aku putus asa".
Kepalanya menunduk ketika mengucapkan kalimat itu. Ia berkali-kali menarik nafas dan mengucap istigfar didalam hatinya mencari ketenangan hati. Bayangan gelapnya mulai menghantuinya kembali.

Sedangkan Azmi memilih untuk diam, 3 kata itu sukses membuat dia benar-benar diam dan ia rela menunggu sampai pagi sekalipun jika Nabil menginginkannya yang penting dia mendapatkan penjelasan dari kalimat itu.

***
Angin malam bahkan mulai meniup, anak-anak yang bermain bola pun sudah pulang kerumah nya masing-masing, masih ada Azmi dan Nabil di ayunan, ditemani dengan sepasang lansia yang sedang berjalan mengelilingi lapangan sambil bergandengan.

Belum ada kata yang keluar dari mulut keduanya. Mereka saling menunggu satu sama lain.

"Apa kamu pernah ditinggalkan?", akhirnya Nabil bersua setelah sekian lama. "Ditinggalkan oleh seseorang yang sangat kamu cintai"

Azmi menggeleng.

"Anggaplah kamu beruntung, dan aku tidak beruntung. Apa itu cukup. Aku hanya meminta sedikit kebaikan mu untuk gadis yang tidak beruntung ini. Tolong antar kan aku lagi pada-Nya. Tolong bawa aku lagi pada-Nya. Tolong hadirkan cinta di dalam hatiku", Nabil tersenyum getir. "Kamu tahu, saat pertama kali kita bertemu. Kamu menyelamatkan hidupku, aku bukannya terjatuh dari gedung itu, tapi sebenarnya aku sedang mencoba untuk bunuh diri"

"Kamu berteriak dengan membaca takbir dan menyebut nama-Nya ketika kamu menarik ku keatas, dan disaat itu pula aku merasa bahwa Tuhan masih peduli padaku. Bahwa tuhan masih menyayangiku. Dalam sekejap niat ku untuk menyerah dalam hidup sirna ketika aku bertemu denganmu. Aku tau, aku tidak mengenalmu. Aku juga tidak tau kau siapa, tidak tau kau berasal dari mana. Tapi lagi-lagi sepertinya Tuhan menggiringku untuk menemuimu lagi, saat aku ke rumah tante, ternyata kamu adalah tetangganya, lalu ketika aku masuk kuliah ternyata kamu adalah kakak tingkatnya. Dan setiap aku bertemu denganmu, hatiku semakin damai. Aku merasa Tuhan tidak mengabaikan ku lagi. Aku merasa aman".

Azmi masih serius mendengarkan.

"Begitu banyak awan gelap dihidupku, Kak." Nabil tersenyum disela-sela penjelasannya."Pengakuanku,apa cukup untuk menjadi alasan?"

Azmi berdekhm ditempatnya, ia menarik nafas panjang dan menengadahkan kepalanya keatas.

"Jadi, kamu mendekatiku bukan karena kamu menyukaiku kan?"

Nabil menimang sebelum menjawab, "Sebenarnya aku sudah mulai tertarik padamu. Tapi, tenang saja. Aku tidak akan selancang itu untuk menyukaimu, tapi berbeda hal jika memang di izinkan".

"Tidak akan pernah aku izinkan". Ucapnya cepat

Nabil mendengus mendengarnya, kemudian ia tersenyum kembali

"Jadi, itu artinya aku diizinkan kan?"

"Untuk?", Azmi berdiri dari tempatnya

"Belajar naik sepeda, marangkak dan menjadi bidadari surga?"

Azmi mengangguk sebelum berlalu, "Tidak sepantasnya aku menghalangi niat baik seseorang, terlebih untuk kembali ke jalan-Nya. Dan bangun dari ketidaksadarannya"

Nabil tersenyum riang, ia pun menyusul Azmi yang sudah berjalan dahulu didepannya

"Terima kasih"

Azmi hanya melirik nya sebentar dan memakai helm nya di atas motor

"Imbalannya kamu tidak boleh keluar dari komunitas ya? Awas saja kalau sampai berani!"

"Tidak akan. Aku akan menjadi anggota yang setia. Tenang saja, selagi yaang yang jadi ketua nya, aku akan tetap berada di sana kok".

Azmi tersenyum miring.

"Aku pulang. Asalamualaikum"

"Walaikumsalam yayang," Nabil melambaikan tangannya. "hati-hati ya!"

Tak lama kemudian, seorang pria berumur 50 tahun menghampiri Nabil

"Siapa dia nak?"

"Teman". Ucapnya ketus dan langsung masuk kedalam rumahnya

LANGKAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang