BAB I : Bertemanlah Denganku?!

6.9K 217 13
                                    

"MasyaAllah, benar-benar edan dunia ini!", Harun mengoceh ketika ia melihat berita di layar ponselnya, beberapa kali dia geleng-geleng dan beristigfar sendiri.

"Ada apa? Kau ini, ponsel saja bisa membuatmu resah seperti itu?". Gio menyahut

"Lihat! Umat muslim semakin ditindas. Banyak yang bilang muslim itu teroris, tapi ini lihat saja, siapa yang teroris sebenarnya?!"

"Rohingya?", Tebak Gio menanggapi ricauan Harun

"Aku tidak habis fikir dengan mereka, apa mereka tidak memiliki pri kemanusiaan? Ya Allah laknatlah orang-orang yang mendzalimi saudaraku", Harun sangat kesal, bahkan mukanya memerah sehabis membaca berita tentang kaum Rohingya yang di musnahkan oleh biksu di Myanmar. Berkali-kali ia beristigfar karena darah yang mendidih di nadi nya membaca berita ketertindasan kaum muslim disana.

"Kudengar, penyebab biksu itu kejam lantaran dipicu dari trauma dengan negara Indonesia yang dahulu nya terkenal sebagai penganut agama Budha terbanyak yang lambat laun tergerus akan hadirnya umat islam di Nusantara. Dirinya takut Penganut agamanya juga terkikis, maka dari itu dia memiliki dendam kepada umat islam. Astagfirullah bukankah dia sejatinya kafir", Gio merespon serius terhadap Harun yang mulai gelisah

"Aku bahkan rela berperang demi keselamatan saudaraku. Mereka itu sudah salah dan mereka bahkan berbuat kesalahan yang benar-benar salah".Harun berdesah, "Demi Allah, akan ku penggal kepala mereka!"

"Hush! Jangan membawa nama Allah sembarangan, apalagi disaat kau sedang di kerumuni setan begitu". Azmi baru saja datang, ia membawa tumpukan kertas Berisikan formulir pendaftaran untuk komunitas sosial nya di kampus.

"Asalamualaikum". Ia meletakkan tumpukan kertas tersebut diatas meja."Dimana Anjani? Harusnya dia membantuku untuk menyebarkan formulir ini, tapi dia malah menghilang begitu saja. Dan kalian?", ia melirik ke arah tangan Harun yang mengepal, "Kalian sedang apa?"

"Aku sedang kesal, saudaraku ditindas dan dibantai oleh si keparat itu", Harun menunjukan artikel yang baru saja ia baca pada Azmi.

"Dengan mengoceh disini dan menodai lidahmu dengan kata-kata kasar, menurutmu itu akan berguna?". Azmi memilih untuk membereskan tumpukan kertas yang berada dihadapannya

"Jika bisa, aku bersedia berperang dengan mereka"

Azmi menggelengkan kepala sambil tersenyum tipis. Kemudian ia menyentuh bahu temannya. "Istigfar, umat islam tak mengajarkan balas dendam dan juga menghukum yang lemah tanpa belas kasih"

"Tapi bukan berarti agamaku ditindas aku diam saja"

Kali ini, Azmi menatap tegak Harun yang memang sedang ber api-api.

"Aku tau kau kesal, tapi berniatan dengan pemikiran yang diselimuti rasa kesal itu yang berbahaya. Bisa jadi, itu bukan berasa dari hati nurani mu yang memang ingin membela umat muslim tapi dari syaitan-syaitan yang kali ini sedang gencar menggoda untuk untuk membalas dendam. Islam itu agama yang damai, penuh kelembutan dan cinta keindahan, islam juga tidaklah mengajarkan balas dendam. Jika kau merasa marah dan sedih atas saudara kita yang berada disana, doakan lah mereka agar mereka benar-benar diberikan hidayah oleh Allah, ingat! Tuhan tidak pernah tidur. Aku tau, diamnya kita atas ketidakadilan ini pun akan menjadi dosa besar bagi kita. Tapi dari pada menghakimi, menghujat apalagi menyebarkan kebencian tanpa bertindak lebih baik kita doakan mereka dan juga jika benar ingin pembuktian yang nyata, ada kurang lebih 12 ribu jiwa kaum Rohingya mengungsi di Indonesia. Nah, Bantulah mereka".

Harun diam seketika, Azmi kembali tersenyum tipis

"Bukan hanya kau yang resah atas berita ini, seluruh umat muslim di seluruh dunia pun pasti resah dengan situasi ini. Adukan semuanya kepada Allah, hanya dia lah yang maha besar dan maha mengetahui apa yang tidak kita ketahui".

LANGKAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang