Bab 10 - Duke Intervention

8.1K 922 48
                                    

Karya ini dilindungi oleh undang-undang hak cipta no. 28 tahun 2014. Segala bentuk pelanggaran akan diselesaikan menurut hukum yang berlaku di Indonesia.


IG @Benitobonita


Suara ketukan mengejutkan Rafael. Pemuda itu tengah mengerutkan kening, berusaha memahami pengeluaran bulanan rumah tangga. Mendongak dari atas buku, dia berkata, "Masuk."

Pintu terbuka dan Rafael melihat adiknya melangkah masuk ke dalam ruang kerjanya, memeluk sebuah buku.

"Virginia, ada apa?" tanya Rafael dengan wajah khawatir, adiknya jarang sekali mencarinya saat dia berada di ruangan itu.

Mata Virginia menyapu tempat kakaknya. Sepasang sofa hitam beserta meja yang berada di tengah ruangan terlihat sedikit berdebu, dia harus menegur pelayan yang bertugas membersihkan tempat itu. Rak hampir kosong yang berada di sisi meja kerja Rafael pun membutuhkan sentuhan kain basah.

Melangkah menuju rak minuman keras dekat dengan jendela, gadis itu bertanya, "Rafael, kapan terakhir kali kau meminta pelayan membersihkan gelas?"

Rafael tersenyum kecil. Adiknya selalu teliti dalam memperhatikan kebersihan rumah. Namun, memang khusus ruang kerjanya, Virginia tidak berani untuk campur tangan. Beberapa senjata api yang tersimpan terkunci pada laci mejanya, membuat Virginia menjauhi tempat itu.

"Aku lupa," jawab Rafael jujur. Dia jarang sekali kedatangan tamu. Putra dari seorang Baron yang hampir bangkrut, bukanlah pilihan yang menyenangkan untuk dijadikan sahabat.

"Kau harus meminta pelayan membersihkan tempat ini," saran Virginia, mulai berjalan berkeliling, memperhatikan ruangan itu lebih saksama.

"Virginia, mengapa kau terus memeluk buku itu?" tanya pemuda itu pada akhirnya. "Kelakuanmu seperti anak kecil."

Pipi Virginia merona dan segera melepaskan dekapan pada benda yang dimaksud, sehingga kini dia hanya memegangnya dengan satu tangan. "A-aku tidak memeluk buku ini."

Rafael menautkan alis, mengamati tingkah aneh adiknya. "Apa kau baik-baik? Wajahmu agak merah, apa kau demam?"

"A-aku tidak sakit," jawab Virginia lalu berjalan cepat menuju kursi tempat Rafael duduk dan meletakkan buku itu di atas meja. "Aku ingin kau mengembalikannya kepada Daniel."

Manik biru Rafael menunjukkan rasa iba. Dia mengetahui perihal lamaran Daniel seminggu yang lalu.

"Apa dia masih mengirimkan buku?" tanya Rafael menunduk, membaca judul dari sampul benda itu.

Virginia mengangguk kecil. "Aku rasa tidak pantas untuk tetap menerima hadiah darinya."

Rafael tidak berkata-kata. Dia tahu bahwa Virginia sangat menyukai buku-buku kiriman dari Daniel dan tentu merupakan hal yang berat untuk mengembalikan benda itu.

"Aku akan melakukannya," jawab Rafael mendongak menatap adiknya. "Virginia, apa kau yakin?"

Gadis itu kembali mengangguk. "Terima kasih, Rafael."

Menghela napas, Rafael membiarkan Virginia pergi  meninggalkan ruangan kerjanya.

*****

Daniel mengerjapkan mata beberapa kali. Ingatannya saat menerima kembali buku yang dia kirim kepada Virginia melalui kurir, membuat dirinya sangat kecewa.

Bahkan perempuan itu tidak mau repot-repot menuliskan surat permohonan maaf dan meminta Rafael untuk melakukannya.

Melamun, Daniel lupa bahwa dirinya tengah duduk di ruang kerja Duke of Bolton, dimana tuan rumahnya sedang bercerita dengan semangat mengenai salah satu kuda milik King George I yang baru saja melahirkan.

"Daniel …."

Dia mungkin seharusnya menawarkan bantuan keuangan kepada Baron Arvie agar pria tua itu melunak dan memberikan restu.

"Daniel …."

Namun, menawarkan uang secara blak-blakan merupakan tindakan kasar dan bahkan dapat menyinggung perasaan sang Baron.

"Daniel!" Suara Duke of Bolton yang hampir berteriak mengejutkan dirinya.

Menoleh ke arah pria yang jauh lebih tua darinya, Daniel menjawab, "Ya, Sir?"

Sir Charles mendengkus jengkel. "Kau kembali kehilangan minat terhadap cerita saya."

"Maafkan saya," jawab Daniel khawatir pria itu tersinggung. "Ada hal yang sangat mengganggu pikiran saya sehingga saya sulit berpikir hal lain."

Mata Duke of Bolton menunjukkan rasa penasaran. Daniel tidak pernah sekacau ini sebelumnya. Bahkan  saat salah satu kapal pria itu tenggelam oleh badai, pria itu hanya menunjukkan wajah gusar, tetapi tetap fokus terhadap keadaan yang terjadi di sekitarnya.

"Apa yang menyebabkan kau kehilangan akal seperti ini?"

Daniel menggerakkan kaki dengan gelisah. Dia tidak suka membicarakan masalah pribadi miliknya.

Sir Charles menghela napas. "Apakah ini mengenai putri dari Baron Arvie?"

"Bagaimana Anda tahu?" tanya Daniel terkejut. Dia tidak menyangka Duke of Bolton memperhatikan kehidupan pribadinya.

Pria tua itu menyeringai. "Saya rasa semua orang yang melihat interaksi kalian mengetahui keinginanmu. Jadi apakah kau sudah melamar gadis itu?"

Raut wajah Daniel berubah menjadi mendung. "Baron Arvie menolak pinangan saya."

"Benarkah?" tanya Duke of Bolton terkejut. "Apa yang menyebabkan dia menolak lamaranmu?"

"Virginia … memutuskan tidak ingin menikah seumur hidupnya."

"Alasan macam apa itu?!" ucap Sir Charles terperangah, "kehidupan seorang perawan tua sama sekali tidak menyenangkan, apa gadis bodoh itu ingin menyia-nyiakan kesempatan hidup dengan layak?"

Daniel tidak dapat menjawab. Dia pun tidak habis pikir mengapa Virginia lebih memilih hidup di bawah belas kasihan dari Rafael dibandingkan memiliki keluarga sendiri.

Merasa iba, Duke of Bolton berkata, "Jangan khawatir, saya akan mengurusnya."

"Ya, Sir?" tanya Daniel terkejut, menatap pria tua itu.

"Saya sering membantu Baron Arvie dalam banyak hal, saya yakin dia akan mendengarkan nasihat dari saya."

"Sir …," potong Daniel, "saya tidak ingin menyusahkan Anda."

Duke of Bolton tertawa keras hingga tubuh pria itu terguncang. "Daniel, ini bukan hal yang menyulitkan! Saya tertarik melihat bagaimana hubungan kalian berlanjut!"

"Sir, terima kasih," ucap Daniel.  Mungkin tidak ada salahnya apabila dia menerima bantuan dari orang lain untuk masalahnya saat ini.

*****

Wajah Baron Arvie kusut, pria itu tidak menyangka kunjungan terakhirnya ke tempat kediaman Duke of Bolton membuat dirinya pening. Sir Charles secara terang-terangan memerintahkan agar dia memberikan restu atas pinangan Daniel kepada putrinya.

Melangkah masuk ke dalam rumah, pria itu mencari putrinya. Hari sudah sore saat dia tiba, itu berarti Virginia berada di perpustakaan.

Pintu perpustakaan terbuka lebar seperti biasa. Baron Arvie terpana menangkap sosok Virginia tengah tertidur dengan memeluk buku pemberian Daniel dalam keadaan terbuka.

Gadis itu persis seperti almarhum istrinya. Diana pun selalu senang menghabiskan waktu dengan membaca buku.

Menghela napas, Baron Arvie berjalan mendekati Virginia. Dirinya banyak berhutang budi kepada Duke of Bolton, menolak keinginan pria yang berkuasa itu akan sangat merugikan mereka.

Mungkin, tidak akan apa-apa bila Daniel yang menjadi pasangan hidup Virginia. Dia menyukai pria itu dan melihat bagaimana Daniel dengan sabar mencoba meraih hati putrinya.

Berdiri sejenak di dekat Virginia, pria itu benar-benar berharap bahwa Daniel tetap akan mempertahankan Virginia meski kehidupan pernikahan yang akan mereka jalani tidak akan semudah pasangan lain.



His Virginia : Mencairkan Hati yang BekuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang