Epilog

1.8K 96 21
                                    

Dua tahun berlalu...

Di sinilah akhirnya aku berada. Bersama orang-orang yang telah mengubah kepribadianku sebagaimana mestinya. Dua tahun lalu saat aku menghadap aparat kepolisian untuk memberikan keterangan, aku diantar dua berondong muda yang sangat kukagumi. Tentu saja mereka adalah Ridho dan Nino. Berkat kesaksian Ridho dan Nino yang diberikan terhadap pihak aparat kepolisian bahwa aku hanyalah korban yang dipermainkan oleh Miss Asih, akhirnya aku dapat dibebaskan dan diperbolehkan pulang bersama Ridho dan Nino. Sedangkan Meneer Lutherhof dan Miss Asih harus mendekam di Hotel Prodeo selama 20 tahun karena dijerat pasal pengadaan usaha ilegal dan meresahkan keamanan masyarakat.

Mas Dony pada saat peristiwa kebakaran terjadi menghilang entah ke mana. Entah mungkin terjebak dalam lautan api kala itu, entah mungkin pula melarikan diri dan kini entah di mana rimbanya. Tak ada seorang pun yang tahu keberadaannya. Kendati demikian aku tak putus mendoakannya dalam shalat dan zikirku. Bila dia masih hidup, semoga Allah membukakan pintu hatinya untuk bertobat. Dan bilamana dia telah tiada, semoga Allah mengampuni atas segala dosa-dosanya.

Ayahku? Setelah peristiwa malam itu, beliau sempat diperiksakan kondisi psikologinya. Ternyata beliau mengalami gangguan kejiwaan. Tidak parah memang, namun cukup signifikan. Hampir setiap hari ayah mendatangi puing-puing reruntuhan Divisi A. Beliau datang seraya memakai gaun wanita dan wig di kepalanya. Kepada puing ayah sering berteriak memanggil-manggil nama bencongku: MARKONAH!

"Markonah, ayo kita bercinta sayang!" begitulah teriaknya.

Sepertinya ayah shock berat karena telah kehilangan dua orang waria cantik yang pernah hadir dalam hidupnya: Pertama, Lady Marissa yang menghilang begitu saja saat ayah mengajaknya mudik ke desa Muara Bangau, kampung halamannya. Kedua adalah aku! Markonah cantik yang tak bisa pupus dari hatinya.

Ini semua sudah suratan takdir, mungkin nasib ayah memang harus seperti itu. Tiap kali ayah berpenampilan waria dan meneriakkan nama bencongku di reruntuhan Divisi A, maka segerombolan anak akan mengikuti langkah kakinya seraya bersorak: "Orang gila! Orang gila! Orang gila!"

Aku tahu pembalasan dendamku kepada ayah tidak berjalan mulus seperti yang kuharapkan. Semuanya menjadi berantakan karena adanya benturan dendam Markonah yang lain, yaitu Marcoinagh Lutherhof, pamanku. Setelah semuanya berlalu, aku prihatin melihat keadaan ayah seperti sekarang ini. Semoga bila kesehatan ayah telah pulih nanti, ayah akan kembali ke jalan yang diridai Allah. Aamiin.

Lalu bagaimana kabar Maradonah, Marsemah dan kawan-kawan paicong lainnya? Hmm

"Duh, Onah sekarang sudah benar-benar jadi lelaki sejati ya? Syukur deh bok! Akikah turut happy salma mendengarnya! Berarti yey sutra menemukan jati diri yey lah yaw. Cucok deh cin! Kamra-kamra di sindang semua baek-baek aza bo! You tahu donk, kalau si Maradonah sekodong jadi pemain sempak bolong bo! Eh, salah maksud eike pemain sepak bola!" Marsemah bercerita panjang lebar denganku via telepon.

Kamra : kami

Sindang : sini

Sekodong : sekarang

Kabarnya mereka sekarang tinggal di Sukabumi, Jawa Barat. Mereka diberikan pelatihan pengembangan diri oleh sebuah yayasan yang berada di bawah naungan dinas sosial.

"Onah Eh, maksud eike Mark! You gimana kabarnya bo? You tahu nggak akikah mau buka salon cin! Marlianah and Mardianah sutra pandai masak jeng! Rencananya tu kutukupret mau buka restodong alias restoran duda bencong! Hehehe Terus, si Marfuah sekarang jadi alim bo! Doi pandai mengaji kaya Ridho si berondong! Yey gimana di sintrong? Enak ya bisa tinggal bareng dua cowok BRONTAKPUTRI--berondong tak punya istri!" Marpunah bercerita tak kalah panjang dari Marsemah. Semua yang diceritakannya seputar berita terupdate kawan-kawan seperjuanganku.

Di sintrong : di situ

Senang rasanya bisa berbagi cerita lagi dengan mereka, walau kini ada jarak yang memisahkan kami. "By the way, anyway, busway, yey dah punya calon bini belum, Mark? Jangan bilang kalau yey nungguin akikah menjanda!" Mardianah berebut horn telepon di seberang. Aku tertawa terkekeh mendengarkan celoteh kawan-kawanku itu.

Mendengar suara mereka membuatku jadi rindu ingin bertemu. Insya Allah bila memang sudah jodoh, pasti ada masanya. Ya, dua tahun sudah kujalani hariku mengikuti langkah Ridho dan Nino. Setelah peristiwa malam itu, bersama Hendra, kami berempat sepakat untuk melakukan hijrah ke provinsi tetangga. Setelah tiga hari dua malam menempuh perjalanan dengan mobil tibalah kami di sebuah kota yang cantik.

Di kota inilah hati kami telah tertambat, menjalani hidup baru tanpa harus melupakan masa lalu. Ridho dan Nino melanjutkan kuliah di salah satu universitas ternama di negeri ini. Sedangkan aku dan Hendra, kami berdua sepakat untuk membuka usaha sebuah toko. Lebih tepatnya toko bunga. Modal usaha yang kumiliki adalah pemberian mendiang ibuku, sesaat sebelum beliau menghembuskan napas terakhirnya. Kini aku telah menepati semua janjiku kepada Ridho, aku telah bertobat, aku menjadi orang baik-baik, dan aku menjadi lelaki sejati yang tidak cengeng seperti dulu. At last aku juga sudah mulai mencoba menjadi lelaki normal yang hanya menyukai kaum perempuan. Semua ini berkat bimbingan ustadz Ridho yang selalu mengajarkanku agar aku lebih banyak memperdalam ilmu agama. Juga berkat gemblengan Nino-sensei yang selalu mengajariku ilmu bela diri, dan mans attitude. Sehingga akhirnya aku benar-benar terlahir kembali menjadi sosok Mark lelaki sejati. Sekarang telah kutemukan sosok jati diriku yang sebenarnya. Alhamdulillah.

"Assalamualaikum. Permisi Kak, saya mau membeli bunga. Kado untuk pernikahan teman saya. Bunga apa ya yang cocok?" tegur seorang gadis cantik berjilbab di hadapanku.

Kulitnya putih bak mutiara China. Hidungnya mancung pesona khas Arab. Tubuhnya ramping bagaikan lilin Jepang. Subhanallah, pesona yang dimiliki gadis ini membuat hati terbang keliling dunia.

"Waalaikumsalam. Silakan dilihat-lihat bunga koleksi toko kami! Mawar merah ini melambangkan kesetiaan cinta yang selalu tegar menghadapi rintangan!" kusunggingkan senyuman seramah mungkin.

"Eh Maaf Kak, rasanya kita pernah bertemu. Tapi di mana ya?" gadis itu mengerutkan kening.

"Oh, iya. Kakak kan yang pernah menyelamatkan saya dari segerombolan preman tempo hari lalu Perkenalkan Kak, nama saya Dita Kemala Pradiasti!" gadis itu menyalamiku dengan gaya khas wanita muslimah shalehah.

"Markoni Elfatra! Panggil saja Mark!" kubalas salam tangannya dengan gaya lelaki alim nan shaleh.

"Subhanallah, Kakak keren sekali ya. Sudah pandai ilmu bela diri, pandai pula merawat tanaman ya! Beruntung istri yang memiliki suami seperti Kakak!" Dita menunduk tersipu malu.

Gurat wajahnya melukiskan harapan yang ingin terbalas.

"Maaf, saya masih lajang!" timpalku sopan.

Dita tersenyum merekah. Kupandangi rumpun mawar di hadapanku. Dulu aku juga pernah seperti mawar ini. Dia anggun dan indah. Tegar dengan durinya seperti aku yang tegar menjalani segala cobaan yang merintangi jalan hidupku.

"Terima kasih Kak, atas bunganya!" Dita berlalu di hadapanku.

Sebelum dia menghilang di balik pintu, senyumannya mengembang seraya berkata, "Semoga Kakak cepat mendapatkan jodoh! Assalamualaikum!" pamitnya.

Sosok bunga sejati itu akhirnya lenyap dari pandanganku.

"Cie. Yang baru kenalan sama perempuan cantik! Kok kami nggak diperkenalkan?!" goda Ridho yang muncul di belakangku.

Hendra tersenyum manis. Ia tak pernah absen memamerkan deret giginya yang putih lagi rata dan bersih. Mukaku bersemu kemerahan terlihat di kaca pintu toko kami. Bila jodoh, insya Allah.

#SEKIAN#

==¤¤==¤¤==¤¤¤¤==¤¤¤¤==¤¤==

Pembalasan MarkonahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang