Kakaknya, pangeran yang terkenal ramah berjalan mundur lalu menarik kursi agar ia bisa duduk. Dilihat sang putri mata coklat kakaknya tampak meredup sesaat. Namun, dilenyapkannya ketika ia tahu adiknya memperhatikan. "Kau tahu kerajaan kita tengah kacau dan kuatnya sihir serta pemuja setan yang semakin menggila. Ditambah hutan penggoda yang semakin gelap," dia melihat mata adiknya mengalihkan ke arah hutan Dunkelheit di seberang sana. "Ayah butuh orang yang bisa menangani semua itu."

"Apakah sudah ada calon yang kuat?"

"Sejauh ini tidak ada. Sulit menemukan manusia tanpa godaan."

Kepala sang putri kembali menoleh ke arah kakaknya. Matanya kali ini jelas bertanya apa maksud semua itu.

"Ayah butuh orang yang tidak tergoda dengan apa pun, itulah gunanya dia dicari agar bisa menjaga hutan Dunkelheit dan tidak terpengaruh para pemuja setan serta hasutan penyihir Sorgin," dia kembali berdiri untuk mendekati adiknya yang terlihat cemas. "Tidak ada yang perlu kau cemaskan. Kerajaan kita akan baik-baik saja seperti dulu dan aku yakin di luar sana akan ada orang yang seperti itu."

"Mana mungkin ada manusia yang kuat terhadap godaan. Aku yakin itu tidak ada dan jika pun ada dia adalah manusia munafik."

"Siapa tahu, dan mau tidak mau kita akan diselamatkan olehnya."

Sang putri kembali melihat ke bawah di mana para pemuda kembali menjalani sayembara. Mata amber miliknya menatap kosong dan pikirannya tertuju pada satu pertanyaan. Apakah ada orang yang seperti dimaksud ayahnya? Joanna Theodora Hawthorne sangsi akan itu, karena dia tahu manusia tidak lepas dari godaan dan selalu tamak.

➴➵➶

Suara berisik dari bar murahan yang ada di tengah desa cukup menjadi tempat hiburan di kala penat menyapa. Gelak tawa dan musik menjadi saksi betapa manusia bisa hilang akal karena minuman beralkohol. Ada pula pertandingan meminum serta perkelahian yang digubris oleh orang-orang. Sudah biasa seperti itu karena memang seperti ini tujuan tempat itu tercipta. Di pojok ruangan ada tiga pria yang tengah mabuk. Namun, kesadarannya masih bisa diselamatkan. Ketiganya berbicara sambil menatap mata satu sama lain.

"Raja membuat sesuatu yang tidak mungkin terjadi. Mana ada orang yang tahan godaan. Berikan saja wanita pada orang yang terpilih itu. Aku yakin dia tidak akan menolak!"

"Petarung selalu butuh wanita di hidupnya! Omong kosong jika dia menolak para pelacur yang diberikan raja sebagai upah!" pria satunya lagi mulai bicara tidak keruan. Alkohol membuat mereka hilang akal.

"Kecilkan suara kalian! Mata-mata kerajaan banyak berkeliar di sekitar sini," ucap pria yang berkepala hampir botak sambil meminum lagi minumannya. "Orang di belakangmu tampak aneh, dia mungkin saja mata-mata kerajaan."

Kedua pria yang berada di depannya sontak menoleh ke belakang dan mendapati seseorang duduk sendirian sambil meminum minumannya perlahan. Dia menangkap mata ketiganya tanpa takut dan peduli. Mata ketiga pria itu kembali teralih setelah pria yang menjadi bahan obrolan mereka meletakkan minumannya. Wajahnya tertutupi kain penutup kepala, hanya bagian hidung hingga mulutnya yang terlihat. Dia mengenakan pakaian hitam dengan jubah panjang yang juga berwarna hitam.

"Sepertinya memang mata-mata kerajaan."

Pria misterius yang dari tadi duduk di belakang mereka memang mendengarkan obrolan ketiganya. Dia peduli? Tentu saja tidak. Urusan kerajaan bukanlah urusannya. Dia hanya pengembara yang tengah beristirahat dan tidak sengaja mencuri dengar.

"Hei, bisa kau minggir?"

Sapaan itu jelas ditujukan kepada pria misterius yang duduk santai sambil menikmati minumnya. Empat orang pria baru saja mendatanginya. Sepertinya mereka berniat mengusir pria misterius itu agar mendapatkan tempat duduk. Pria misterius itu diam tidak tersulut emosi, tapi keempat pria berbadan besar itu mengartikannya lain. Salah satunya, petarung kerajaan yang paling kuat. Dia menatap angkuh ke arah pria misterius itu. Mencoba menarik penutup kepala sang pria.

DUNKELHEIT [COMPLETED]Onde histórias criam vida. Descubra agora