4.4

1.2K 191 26
                                    

Sepanjang perjalanan menuju markas, ujung bibir Lidya senantiasa melengkung ke atas. Dadanya yang penuh akan bunga yang bermekaran membuatnya tak henti-hentinya tersenyum. Rasa hangat yang menjalar ke seluruh tubuhnya masih bisa ia rasakan hingga kini. Ia sungguh dibuat gila oleh manuvernya sendiri.

Entah dari mana keberanian untuk mencium Melody, ia sendiri juga tak tahu. Yang jelas, ia sama sekali tak menyesal melakukan hal itu. Ia justru menikmatinya.

Tak beda jauh dengan Lidya, di samping kursi kemudi, Melody yang menghadap ke arah jendela juga merasakan hal yang sama. Pipinya masih saja panas karena sengatan itu masih menumpuk dan membuat hatinya terasa penuh. Ia tak mengira Lidya bisa melakukan hal itu dan seketika membuatnya melupakan bagaimana caranya berpijak di bumi. She is such a good kisser, indeed.

Waktu rasanya begitu cepat berlalu bagi keduanya, mobil sedan hitam itu sudah sampai di markas dan segera mengambil tempat di dalam garasi. Mereka kemudian keluar dari mobil dan melangkah ke dalam beriringan. Kedua tangan itu kembali terjalin dengan sempurna. Lagi-lagi senyuman tak lepas dari bibir mereka, rasa bahagia itu sungguh membuat keduanya terlihat seperti orang gila.

Untung saja anggota yang lain sudah masuk ke kamar mereka masing-masing, kalau tidak, mereka berdua pasti sudah diberondong dengan banyak pertanyaan karena tingkah mereka itu.

"Terima kasih untuk hari ini, aku seneng banget," ucap Lidya saat mereka telah sampai di depan kamar Melody.

"Iya, aku juga." Keduanya hanya saling tatap satu sama lain. Tak berniat sedikit pun melepas pandangan penuh cinta itu. Tangan Lidya mengelus punggung tangan Melody, seolah tak ingin melepaskan genggaman tangan mereka.

"Kenapa waktu cepet banget sih berlalunya? Gak bisa diputar balik apa?"

"Kamu ada-ada aja, ya gak bisa dong. Emang kenapa sih?"

"Aku kan pengen lebih lama sama kamu."

Melody terkekeh pelan mendengar penuturan Lidya. Sejak kapan Lidya bisa berubah menjadi sosok yang bisa membual seperti ini?
"Sejak kapan kamu berubah gini sih? Kok aneh ya kalo kamu ngomong kayak gitu. Biasanya kan marah-marah mulu. Kuping aku aja udah kebal sama omelan kamu."

"Udah berubah salah. Masih jutek salah. Kamu mau aku gimana?"

Lagi-lagi Melody terkekeh. "Iya-iya, aku seneng kalo kamu berubah jadi manis kayak gini."

"Nah gitu dong."

"Udah malem nih, Lid. Aku mau istirahat, kamu juga. Pasti capek kan seharian ini?"

"Gak kok. Aku gak capek. Gak bisa lebih lama lagi?" Pinta Lidya dengan manja.

"Besok kan masih ketemu, Lidy. Lagian kita kan satu rumah." Melody mencubit pipi Lidya dengan gemas.

Lidya malah cemberut. Melody sungguh tak peka dengan keinginannya yang masih ingin berdua dengan Melody.

"Ih jangan cemberut. Senyumnya mana?"

Dengan berat hati Lidya akhirnya kembali memasang senyumnya. Meski tak rela, ia tetap memberikan senyuman manisnya. "Ya udah."

"Gitu dong, aku istirahat, ya? Good night, Lidy. Sweet dreams," ucap Melody perlahan melepaskan genggaman tangan mereka. Lidya masih tak rela melepaskan genggaman tangan keduanya, ia berusaha menahan tangan Melody yang ingin melepaskannya.

Melody tersenyum mendapati Lidya yang kini begitu manja menurutnya. "Lid."

Dengan berat hati, Lidya akhirnya mengiyakan. "Iya-iya. Good night juga, Mel. Mimpiin aku, ya?"

"Iya." Melody pun berbalik dan perlahan menutup pintu kamarnya.

Bukannya pergi dari sana, Lidya malah tetap berdiri di depan kamar Melody. Tak ingin beranjak. Masih dengan senyum yang mengembang di bibirnya.

Beautiful Stranger Where stories live. Discover now