[[Honesty]]

41 4 0
                                    

Sampai jam istirahat tiba, namun Kavi belum menemukan Sosok anak baru yang duduk disebelah bangkunya.
Kavi hanya mengedikan bahu acuh lantas berjalan menuju kelas Raisa untuk mengajaknya makan siang bersama.

Satu sekolah nampak heran melihat kedekatan si bad boy cakrawala yang terkenal tak tersentuh itu, berjalan menuju kantin bersama Raisa, gadis yang bisa dibilang biasa-biasa saja di sekolah. Malah sekarang bagaikan sayur asem dan kuah. Tak terpisahkan.

"Gimana kejutan nya?" Tanya Raisa begitu keduanya sampai dikantin.

Kavi menaikan sebelah alisnya lalu menjawab, "Kejutan pala lo persegi."

Raisa sedikit tidak mengerti dengan jawaban yang diterima nya? Apa Kavi blum tau? Pikirnya. Namun Raisa hanya mengedikan bahu acuh dan melanjutkan memakan nasi gorengnya.

toh nanti Kavi akan tau.

Setelah jam istirahat selesai berdering, Kavi dan Raisa berjalan bersama menuju kelas nya masing-masing yang memang bersebelahan.

Begitu Kavi sampai di depan Kelas, ia melihat seorang laki-laki duduk disamping bangku nya dengan telinga tersumpal aerphone dan wajah telungkup diatas meja.

Kavi mendekat dan langsung menggeser bangku nya untuk duduk, suara decitan bangku itu berhasil membuat laki-laki di sebelahnya mengangkat kepalanya.

"Abi...?" Ujar Kavi pias.

***

"Sejak kapan lo balik Jakarta lagi? Kenapa gak ngabarin gue?" Tanya Kavi pada laki-laki di depannya.

"Seminggu lalu. Dan pas gue ke sekolah ini, gue ketemu lagi ama Raisa," Jawab Abi.

"Ko kenal sama Raisa sebelumnya?" Tanya Kavi heran.

Mereka sekarang tengah duduk disebuah caffe yang terletak tak jauh dari sekolah. Sepulang nya dari sekolah, Abi mengajak Kavi untuk berbicara. Mencoba menyelesaikan apa yang dulu sempat tertunda karna ego masing-masing.

Kavi telah menceritakan semuanya yang ia lalui semasa Abi pindah, termasuk Kavi yang sempat menjadi pasien rehabilitasi. dan sekarang, giliran Abi yang akan memulai ceritanya.

"Raisa itu mantan pacar gue." Kavi sedikit tersentak mendengar penuturan Abi, Sedangkan yang berbicara hanya tersenyum pedih.

"Lo inget, sebulan sebelum gue pindah gue pernah cerita, kalo gue jadian sama Anak SMP Bima buat berusaha move on dari Alana. Dia Raisa."

Kavi terdiam.

"Raisa baik banget waktu itu, bahkan sampai sekarang. Bisa dibilang gue yang egois karna cuma jadiin dia pelampiasan karna gue gabisa dapetin cinta nya Alana." Abi terkekeh pedih, namun terus melanjutkan ceritanya.

"Dia itu orang yang peka, waktu dia tau gue cinta Alana saat itu, dia malah dukung gue buat gak nyerah ngejar cinta Alana dan bego nya gue malah ikutin saran dia. Bahkan waktu denger Alana meninggal, dia ikut nangis. Karna ngeliat gue sebegitu kacau kehilangan cinta gue. Bodoh nya gue malah pindah, ninggalin dia yang gak tau seberapa hancurnya dan malah mentingin ego gue sendiri," Kavi benar-benar mematung ditempatnya mendengar penurutan Abi.

"Kav, apa lo cerita juga kalo lo masih sayang sama Alana?" Seolah tak sadar Kavi mengangguk pelan.

Abi mengulum senyum kecil, "Raisa bener-bener penyimpan luka yang baik..., kan?"

Kavi mengerinyitkan dahi nya tidak mengerti, "Maksud lo?"

"Gue bisa liat binar matanya beda setiap dia nyebut nama lo." Abi menghela napas sejenak.

"Dia gak sebaik-baik aja yang lo fikirin. Gue gak ngerti gimana bisa dia tetep senyum sekarang, tapi percaya sama gue, dia cinta sama lo."

Kavi benar-benar tak tahu harus mengatakan apa sekarang.

"Dulu gue pernah ninggalin dia karna gue terlalu fokus sama Alana. Dan sekarang giliran dia udah bisa nemuin kebahagiaan nya lagi, dia harus rela hancur karna alasan yang sama. Dia terlalu mengesampingkan kebahagiaan nya demi kebahagiaan orang lain. Gue gak ngerti, dia itu... malaikat ya?"

'Gue sebenernya lagi jatuh cinta sama seseorang. tapi orang yang gue cinta, masih cinta sama masalalu nya'

Apa seseorang yang Raisa maksud itu Kavi? Kenapa Kavi tidak sadar dari awal? Kenapa Kavi tidak pernah sadar suara Raisa akan terdengar parau ketika sedang membahas Alana? Kenapa Raisa tidak mengatakan dari awal? Kenapa?

Kenapa Raisa harus sebaik itu?

Tanpa mengucapkan apapun, Kavi menyambar kunci motor nya yang tergeletak diatas meja caffe, lantas berdiri dari duduk nya.

"Gue mesti pergi." Ujar nya menepuk bahu Abi.

Abi mengangguk lantas tersenyum memandang kepergian Kavi. 'Orang setulus Raisa tidak pantas mendapat luka yang sama untuk kedua kalinya' batinnya.

***

Raisa tersentak ketika sebuah tangan menyetuh bahunya, padahal ia datang sendirian ke tempat ini. Ia menoleh, bahkan ia tak sadar bahwa ada air mata yang lolos dari sudut matanya saking asik nya melamun.

Raisa kaget ketika Kavi, orang yang tadi menepuk bahunya, tiba-tiba memeluknya erat.

Raisa balas memeluk Kavi, mengusap punggung lebarnya, lalu bertanya, "Kangen Alana ya, Kav?"

Kavi menggeleng.

"Kav, lo gakpapa?" Tanyanya khawatir

"Harus nya gue yang nanya, elo gak papa?" Balas Kavi.

Belum sempat Raisa menjawab, Kavi mengeluarkan suaranya lagi. "Kenapa gak bilang elo sempet kenal Alana dan Abi? Kenapa gak bilang semuanya Sa?" Pertanyaan Kavi berhasil membuat Raisa bungkam.

"I am okey," Jawab Raisa akhirnya.

Kavi perlahan melepas pelukannya, lantas menautkan jarinya pada jemari Raisa, "Gue gatau udah seberapa nyakitin perasaan elo, dan gue tau ini bisa dibilang cara yang bener-bener menjijikan. Jadi pacar gue ya Sa?"

Raisa benar-benar terkejut atas Kalimat yang dilontarkan Kavi barusan. Namun ia tersenyum, lantas melepas genggaman Kavi pada jari-jarinya perlahan.

"Ini yang gue takutin kav, lo bakal ngelakuin ini karna rasa bersalah lo. Perasaan gue sama lo itu emang salah, tapi gue gak pernah berharap lo kaya gini cuma karna rasa bersalah dan kasian sama gue," Jelas Raisa menatapnya sendu.

Kavi menggeleng dan menangkup kedua pipi Raisa. Ia menatap Raisa dalam, begitupun sebaliknya,
"Gue cinta sama elo. Bukan karna rasa kasihan. Gue pengen ngomong gini dari jauh hari, bahkan dari awal. tapi gue sadar, cewe sebaik elo gak adil kalo harus dapet seorang cowo pemakai narkoba kaya gue, dulu."

Kavi berhenti sejenak.

"Gue jatuh cinta sama lo dari cara lo nangis ketika gue sakit, gue cinta elo yang sabar dibentak ketika gue depresi, gue cinta elo yang gak ngejauh walaupun tau kondisi gue gimana, gue cinta elo Sa."

Raisa mengangguk membuat cairan bening yang sejak tadi telah terkumpul dipelupuk matanya kembali menetes. Kavi langsung memeluk Raisa lagi lebih erat dari sebelumnya, begitupun dengan Raisa.

Akhirnya Raisa bisa mendengar kalimat yang selama itu ia impikan dari bibir kavi, kalimat yang selalu ia tunggu, kalimat yang selalu ia semoga kan, "aku sayang kamu, Sa."

-the end-

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Aug 15, 2017 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

GTWWWhere stories live. Discover now