Done With You

3.1K 256 15
                                    

April 2016
She's dating a boy and said that she doesn't love me. And, who am I to stand on her way?
-----------------------------------------------------------

ERICA POV

Seminggu sudah aku tidak masuk kuliah, selama itu juga Filly tidak membalas chat dan mengabaikan telponku. Hari ini sudah kuselesaikan dua kelas. Aku menyusuri kampus mencari wajah yang begitu kurindukan. Beberapa wajah menatapku aneh, mungkin kasihan melihat beberapa bagian wajahku yang masih lebam dan menyisahkan bekas luka. Peduli setan, aku hanya ingin Filly. Akhirnya aku menemukannya sedang minum di kantin. Seperti biasa, dia selalu sendirian. Aku langsung duduk di hadapannya. Filly sedikit salah tingkah.

"Fil, kenapa lagi?"

"Gak ada apa-apa"

"Bullshit. Kasih aku alasan"

Dia meneguk minumannya. Tak menatapku. Beberapa detik tak ada respon, aku menarik minumannya. Filly terkejut. Dia membersihkan sisa teh yang mengenai dagunya.

"Mau minta jaga jarak lagi?"

"Iya" jawabnya singkat tapi tegas.

"I love you, Fil. I just can't"

"Perempuan mencintai perempuan. Kamu pikir kamu sedang hidup dimana, hah? Tolong jangan bawa aku ke jalan yang gak seharusnya. Aku normal, okay."

Aku tak percaya kalimat menyakitkan itu keluar dari mulutnya. Setelah semua yang kita lewati, segala perhatiannya, apa dia tak punya perasaan sedikit pun padaku? Oh, Tuhan. Aku tidak gila saja untung.

"Fil... jadi?"

Kulihat seorang lelaki menghampiri kami. Dia menatapku sebentar kemudian beralih menatap Filly.

"Jadi, Yo. Yuk"

Lelaki yang dipanggil 'Yo' oleh Filly itu tersenyum padaku. Aku mematung menatap punggung mereka yang perlahan kabur karena air mataku sudah memenuhi pengelihatanku. Dia siapa?

-----------------------------------------------------------

Aku menutup pintu kamarku. Aku membuka instagramku sambil bersandar di pintu. Kulihat Filly mengupload foto bersama lelaki tadi beberapa jam yang lalu. Romario Santoso. Jadi itu namanya. Hatiku sesak, kenapa mereka kelihatan begitu dekat. Aku melempar HP-ku ke kasur. Sesaat kemudian aku ganti melemparkan tubuhku. Aku tidur telentang menatap langit-langit. Sakit, Fil.
Tiba-tiba HP-ku berbunyi. Berharap dari Filly, aku mengambil HP-ku cepat. Ternyata chat dari Cello.

"She's dating a boy. Will you still end up like that? She doesn't love you"

Aku tak ada niat membalas chat Cello. Hatiku bilang Filly mencintaiku, hanya saja dia tidak berani mengakuinya. Atau memang hatiku yang terlalu idiot? Aku bangun dari tidurku. Mengambil HP dan kunci mobilku. Aku harus ke rumah Filly, aku butuh kepastian dan alasan yang tepat jika aku memang harus mengakhiri semuanya.

-----------------------------------------------------------

"Tante, Filly ada?"

Kusambar wanita berambut sedikit beruban di depanku dengan pertanyaan sesaat setelah dia membuka pintu.

"Filly masih keluar. Mungkin masih agak lama, Er"

"Kemana, Tan?"

"Lagi ngurus berkas"

"Berkas apa?"

"Hmm... kemarin ada dosen yang menawari Filly bimbingan skripsi informal. Katanya tertarik dengan judul yang dia ajukan. Jadi ya, Filly udah mulai bisa kerjain skripsinya gak perlu nunggu semester depan. Sekarang dia mulai urus berkas-berkas buat kepindahan kami ke Rusia. Target Filly sih kejar wisuda bulan Desember. Semoga lancar"

Tubuhku lemas. Sebegitu niatnya kah Filly meninggalkanku?

"Masuk aja, Er. Tunggu di dalem"

"Ehmm, aku tunggu di teras aja, Tan"

"Yaudah pintunya tante buka, kalo capek tiduran aja di sofa ya. Tante siapin makan malem dulu"

Aku mengangguk kemudian duduk di kursi kayu dekat pintu. Aku kacau. Otakku rasanya sudah tidak bisa berpikir.

Hampir jam 7 malam, kulihat Filly pulang diantar lelaki tadi. Mereka berpamitan. Filly melihatku dari jauh, dia mempercepat jalannya. Aku berdiri, menghadangnya.

"Apa lagi?!"

Aku tak percaya seorang Filly yang kukenal lembut membentakku.

"Dia siapa?"

"Rio"

"Pacar?"

"Belum, tapi segera"

"Fil... aku boleh tau perasaanmu ke aku? Setelah semua yang terjadi... itu cinta kan, Fil? Tolong jujur"

"Penting? Apa pun jawabanku, endingnya akan tetep sama"

"Aku tau, tapi aku gak bisa mengakhiri semuanya tanpa tau perasaanmu ke aku. Setidaknya aku tau"

"Tadi aku sudah bilang kan, aku normal. Dan aku sedang dekat dengan Rio. Gak cukup?"

"Tapi kamu pernah bilang sayang ke aku, pernah bilang takut kehilangan aku"

"Er, bukannya wajar seorang adik bilang sayang dan takut kehilangan ke kakaknya? Tolong berpikir pakai otak yang jernih"

Matanya tak menatapku, sedikit menunduk. Aku menggenggam tangan kanannya dengan kedua tanganku.

"Tolong liat mataku dan bilang kamu gak cinta aku"

Filly mulai mengangkat kepalanya, menatapku. Mata itu, mata yang membuatku jatuh cinta. Mata kami bertemu beberapa detik.

"Er... I don't love you"

Tatapannya kali ini lebih tegas. Aku melepaskan genggamanku. Sudah mendapatkan jawaban dari pertanyaanku, walau sedikit tak percaya.

"Aku sudah mengajukan bimbingan informal dan diterima. Aku akan ngerjain skripsi secepet yang aku bisa. Biar semua kebullshitan ini segera berakhir.

Bullshit katanya? Tidak bisakah dia liahat seberapa keras aku berusaha menemani dan menjaganya. Kalimatnya mematahkan hatiku dengan sangat.

"Okay, i am done, Fil. I am done with you"

Aku berjalan lemas menjauhinya. Beberapa meter dari pagar rumahnya aku menoleh. Dia masih diam, tak ada niat kah memandangku?

"Fil..."

Dia masih tak menoleh.

"Please stay happy, forever"

Aku berjalan ke mobilku. Aku masuk sambil membanting pintu keras. Aku menjalankan mobilku, hanya sanggup beberapa meter. Tangisku pecah. Aku meletakkan keningku di atas setir. Kedua tanganku mencengkram setir. Mungkin sudah saatnya memulai awal yang baru toh seberapa keras pun aku berusaha memenangkan hatinya, semesta akan tetap menolak.

-----------------------------------------------------------

FILLY POV

"Please stay happy, forever"

Aku mendengar tapi bepura tuli, tak ingin menatap wajah cantik yang sudah kubuat berantakan itu. Kudengar dia membanting pintu mobilnya. Maaf. Ribuan kali aku ingin mengucapkanya. Aku baru saja membuat kebohongan terbesar dalam hidupku. Mana mungkin aku tidak mencintainya? Sejak bersamanya pikiranku tak pernah kosong. Selalu ada wajah dan namanya di setiap detikku.

Sebegitu tulus aku mencintainya. Aku bahkan tidak pernah memegang tubuhnya dengan sembarangan. Masihkah cinta ini jijik di mata dunia? Bagaimana dengan pasangan normal yang menggerayangi tubuh pasangannya sebelum menikah? Bukankah itu lebih menjijikkan?
Dan di masa depan, adakah yang mampu mencintaiku lebih dalam dari Erica? Bagaimana jika aku tidak bisa lagi mencintai orang lain?

Aku menangis terduduk di teras. Kurasakan ada tubuh yang memelukku. Mama. Pasti mama mendengar semua pembicaraan kami tadi. Aku yang membuat keputusan, maka aku harus kuat.

The First Girl I Love (Complete)Where stories live. Discover now