1

5.2K 451 59
                                    

Gadis itu menengadahkan tangannya yang sudah terlihat gemetar, kedinginan ditambah dengan jet lag. Bagaimana tidak? Hari pertama mendarat di Tokyo salju sudah menyambutnya dengan membabi buta. Tapi kenapa gadis itu justru terlihat begitu menikmati salju pertamanya? Yang bahkan tak menyambutnya dengan hangat.

"Kau terlihat begitu menikmati salju, ya?" tanya pria yang kini berjalan disampingnya. Pakaian hangat pria itu begitu menggoda Ify. "Kelihatannya kau memerlukan segelas Shogayu, ayo percepat langkahmu," ujar pria itu lalu dia mempercepat langkahnya. Oh, bahkan dia berlari!

Hosh, hosh, hosh.

Berjalan di tengah salju ternyata tetap saja cukup melelahkan. Melewati empat perempatan setelah jalan raya. Orang Jepang benar-benar atlet pejalan kaki cepat yang patut diacungi jempol.

"Mari masuk," ujar si Pria yang sampai sekarang ini Ify tak tahu siapa namanya. Dia berharap nama cowok itu tak kental dengan aksen Jepang agar kedepannya dia tak akan kepleset lidah.

Rumah pria ini diluar dugaan Ify, tak ada tatami seperti di komik-komik yang pernah dibacanya atau pun perapian tradisional seperti di film-film kolosal. Rumah pria ini justru biasa saja, tapi tetap mengagumkan di mata Ify.

Di ruang tamu yang berhadapan langsung dengan dapur bersih juga bar kecil, berseberangan langsung dengan ruang TV di sebelah kanan. Sementara sisi kiri dari ruang tamu terdapat sebuah tangga untuk naik ke lantai atas. Di dinding sebelah tangga terdapat lampu kecil yang remang-remang, sama sekali tak memberikan kesan horror melainkan kesan yang romantis.

"Apa kau punya adik atau kakak perempuan?" tebak Ify. "Suasananya terlalu romantis untuk seorang pria yang tinggal sendirian."

Ify masih menyusuri ruang TV yang bagian langit-langitnya tergantung lampu gantung yang lagi-lagi hanya memberikan kesan remang. Lampunya begitu terlihat seperti nyala lilin. Sementara tata cahaya lampu yang lebih terang terdapat di dapur bersih dan meja bar saja.

"Apa kau seorang cenayang? Ini dia, Shogayu, lekas diminum agar kau tak mati beku," balas si pria sambil tersenyum. Dibawah cahaya yang terang senyum pria itu jelas terlihat lebih manis daripada di jalan maupun ruangan lainnya di rumah ini.

Ify mendekati pria itu dan ikut duduk di kursi bar, meraih cangkir minuman hangat itu, dia menghirup aromanya dan menyesap perlahan isinya.

"Hangat sekali, ini seperti wedang jahe," tebak Ify.

"Wedang Jahe ala Jepang, kau menyukainya?"

"Karena ini minuman pertama yang kucicipi di Tokyo? Tentu saja," sahut Ify ditambah dengan senyumnya yang merekah. "Terimakasih banyak, kau benar-benar menolong gadis menyedihkan ini," ucap Ify tulus. Lagi-lagi dengan senyum di akhirnya.

"Kau benar-benar tak mengerti satu kata pun dalam bahasa Jepang?" tanya si pria penasaran. Sampai saat ini dia enggan memberi tahu namanya.

Ify kembali menyesap minumannya, "Apa menurutmu aku terlihat seperti berbohong? Yah, kuakui aku tahu tiga kata dalam bahasa Jepang, Aishiteru, Arigatou, dan Sayonara. Hanya itu." Ify terkekeh sendiri mendengar pengakuan memalukannya pada orang yang baru saja dikenal.

Pria itu mengulum senyum, "Yappari−Sudah kuduga!"

Sebelah alis Ify naik, tak mengerti kata-kata apa yang baru saja pria itu lontarkan. Apa itu sebuah ejekan? Atau bahkan makian?

The Plan - [END]Where stories live. Discover now