⚪J

31.7K 1.8K 21
                                    

Sayangnya perjanjian yang gue usulin kemarin ditolak mentah-mentah sama Sehun, malah gue kena imbasnya. Di sosor sampai bibir gue jontor. Kebayang nggak?

Dia dengan sangat gilanya ngelakuin itu dengan dalih hukuman, karena katanya gue udah seenaknya bikin perjanjian di atas pernikahan kami yang sakral. Ya, ok gue ngerti. Tapi gak usah segitunya juga kali, ya walaupun gue nikmatin juga sih sesi ciuman panas itu, tapi kan .... Malu!

Lagian kalau dia gak setuju, gue juga gak bakal maksa.

Sekarang, gak ada lagi celah buat gue bisa lepas dari jeratan dia, apalagi sekarang kita udah tinggal serumah.

Sebenernya ini semua gak akan jadi masalah besar sih kalau saja gue gak egois dan kekanakan, bisa membuka hati gue untuk dia, menerima dengan ikhlas status gue sekarang yang udah jadi istrinya.

Sejujurnya gue belum sepenuhnya nerima pernikahan ini, yang menurut gue terlalu mendadak dan tiba-tiba, membuat semua impian gue kandas. Gue udah mencoba dan belajar menerima, tapi hati gue masih bimbang, hati gue belum bisa merasa 'yakin' dengan pernikahan ini, walau sejauh ini hubungan kami baik-baik aja. Apalagi Sehun juga berubah jadi cowok sok manis. Gue khawatir lama-lama gue bisa diabetes kalo dia bersikap gitu mulu.

Tapi tetap aja masih ada perasaan mengganjal dalam diri gue, sisi egois yang gak rela harus nikah muda. Kalian boleh bilang gue kekanakan, gak dewasa, atau semacamnya, tapi memang inilah yang gue rasakan, belum bisa sepenuhnya nerima kenyataan kalau gue udah berstatus sebagai istri.

Kadang gue merasa miris sama nasib gue sendiri, ada rasa sedikit - oke cuma sedikit - rasa sesal yang menggerogoti diri gue akan pernikahan ini.

Bagaimanapun gue ini masih bocah, remaja labil yang menginginkan kebebasan dan semua hal yang bisa dilakuin anak muda kebanyakan. terjebak sama status 'Menikah karena perjodohan' tentu saja membuat gue gak bisa bergerak bebas, gue merasa terkekang dan gak bisa melakukan hal sesuka gue lagi seperti sebelumnya. Status itu mengubah hidup gue terlalu cepat, mungkin dulu gue bisa melakukan apapun semau gue tanpa harus memikirkan martabat suami. Pokoknya jadi gak bebas deh.

Saran buat kalian yang mau nikah muda cuma karena cinta sesaat tanpa pemikiran yang matang, mending jangan coba-coba deh. Pikirin lagi berulang kali kedepannya bakal gimana, jangan sampai kalian berakhir dalam kubangan penyesalan, apalagi kalau pasangan kalian ternyata gak seperti yang kalian duga sebelumnya, manis di awal sepet diakhir, udah jadi hal lumrah kalau sifat pasangan yang sebenarnya itu akan terlihat ketika kalian sudah menikah. jadi pikirkanlah untuk mencari pasangan yang baik, yang pemikirannya sudah dewasa dan mempunyai tujuan jelas untuk menikah bukan karena cinta doang.

Karena kalau sudah menikah cinta itu bukan poin utama, tapi tanggung jawablah yang paling penting, kepercayaan, dan kesetiaan. Karena cinta doang gak akan cukup kuat untuk jadi pondasi pernikahan.

Eh ini kenapa gue jadi sok bijak ya?

"Som, kenapa sih lo? Itu baksonya bukannya dimakan malah dimaenin gitu, kalo gak mau sini buat gue aja."

Dalam sekejap, mangkuk bakso gue udah raib diembat sama Jeno, padahal belum gue makan sedikit pun. Punya temen begini amat ya.

Pletak.

"Aduh, yang .... Sakit tau,"

Jeno mengaduh karena kepalanya di keplak pake sendok sama sama Karina, pacarnya.

"Yang, yang, yang. balikin itu baksonya Somi, lo kan udah makan abis dua mangkok barusan! Masih kurang?" katanya galak. Bikin Jeno langsung manyun.

Mampus.

"Sayang Rin, daripada gak dimakan sama si Somi, mubazir," kata Jeno berkilah.

"Halah, perut gentong, bilang aja lo rakus!" sungut gue sebal.

My Husband  || Oh Sehun (PROSES REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang