Sang Rajawali Sakti Perkasa

Mulai dari awal
                                    

"Gio, dammit! Kau yang meminta ini, kau dengar itu?" Fay mulai condongkan badan ke Gio sambil tempelkan ujung penis ke liang selatan Gio. 

"Iya, lelakiku... aku tau itu. Ayo..." 

DEG!

Fay bagai dipukul 10 palu Thor melihat betapa sensualnya Gio ketika merayu manja dirinya. 

Bahkan Gio dengan atraktifnya melingkarkan dua lengan ke leher Fay. 

"You ask for it, Gio. Get ready... ERGHMHH..." 

Bersamaan dengan deraman Fay, Gio membusurkan punggungnya ke atas karena pusaka besar Fay melesak masuk, menghujam dalam-dalam ditenggelamkan hingga seluruh batangnya. 

"Ha-aaarkkhh..." Gio lalu menggigit bibir bawahnya. Masih terasa sakit. Mungkin dia butuh dibiasakan agar tak perlu ada nyeri lagi. 

"Kenapa, Gio? Sakit?" Fay belum bergerak. 

Gio tau, jika ia mengangguk mengiyakan, maka ia kalah. Sia-sia upaya dia merengek tadi. Maka, Gio menggeleng sembari berikan senyuman termanisnya disertai wajah merona yang menguarkan rasa cinta penuh untuk Fay. "Tidak. Aku... bahagia... akhirnya kita bisa menyatu dengan cara seperti ini."

Fay terkekeh. "Kau ternyata bisa jadi kucing nakal juga, hemm?"

"Heeii... aku ini harimau tangguh, Fay." Gio sok merajuk, namun belitan lengannya belum mau lepas di leher Fay. "Aku tangguh karena bisa bertahan menunggumu." 

Fay kembali terkekeh. "Kau benar. Kau memang kekasihku yang paling tangguh." Fay pun kecupi bibir Gio bertubi-tubi. 

"Kekasih?" Gio menghindari kecupan Fay. "Jadi, kita ini sekarang sepasang kekasih?" 

Fay mendengus. "Kumohon, Gio... jangan mulai mendebatku hal yang tak perlu." 

Gio tak mau surut. Baginya ini harus jelas. "Tunggu sebentar, jangan marah. Aku hanya ingin... sebuah prosesi manis pelamaran status kekasih. Atau aku tak layak dapat itu?" 

"Astaga, Gio... kau ini..." Rasanya Fay ingin hujamkan kuat-kuat miliknya agar Gio mengerang keras sebagai pembalasan atas kalimat Gio barusan. 

"Apakah aku tak layak, Fay?" Gio tampilkan raut inosens semanis mungkin. 

Fay menyerah bila Gio sudah memamerkan wajah begitu. "Baiklah... baiklah..." Ia pun mengalah. Bagaimana pun Gio layak mendapatkannya. Sangat layak setelah semua yang mereka lalui. "Dengarkan aku baik-baik, Gio..."

"Hu-um..." Gio mengangguk, berdebar menunggu momen sakral ini. Momen yang ia tunggu-tunggu semenjak 10 tahun silam. 

"Gio... maukah kau menjadi kekasihku? Menjadi pendamping hidupku, dan selalu ada di hatiku?" Fay melantunkan kalimat itu hingga membuat mata Gio berkaca-kaca. 

"Fay, kau ini..." Tangan kurus Gio mengusap genangan air mata yang siap meleleh turun. Ia tersenyum haru. "Kau ini melamar jadi kekasih atau jadi suami, sih?" kekehnya geli. 

"Keduanya." 

Kekehan Gio lenyap seketika. "Maksudmu?"

"Aku sedang mempersiapkan pernikahan kita. Mungkin tidak di Indonesia. Kita harus ke luar negeri." 

"Tidak mau! Aku mabuk udara."

"Gio, kumohon..."

"Bagaimana kalau aku malah sakit di sana. Itu kan memalukan, Fay."

"Di sana ada jutaan dokter untuk membuatmu sehat kembali secepatnya."

"Lalu bagaimana dengan sekolah anak-anak? Pastinya setelah menikah, kita bakalan bulan madu, bukan? Atau... kau tidak menjadwalkan itu di agenda pernikahan kita kelak?" Gio menyipit. 

Masih Engkau #WattPrideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang