#7

1.3K 156 0
                                    

Keadaan sudah sedikit tenang. Tidak ada suara gonggong anjing dan suara gaduh yang biasanya Ratih dengar. Sekarang kondisinya lebih damai dan tentram. Tetapi semua itu hanya sementara, karena kemudian mendadak Ratih menjerit!

"Di!"

Didi yang berada di dekatnya sontak kaget.

"Ada apa, Ratih?!"

"Please! I beg on you! Kita harus cepat pindah dari rumah ini!"

Mendengar kalimat itu, pikiran Didi semakin kacau. Ia baru sadar sekarang bahwa istrinya bertingkah ketakutan seperti itu.

"Aku denger suara itu lagi, Di."

"Suara di dinding? Udah..., ga' usah takut, aku juga udah bisa dengar kok," kata Didi berbohong.

Ratih menggeleng, "Kamu bohong, Di. Kamu ga' denger suara itu. Suaranya seram sekali!"

"Suara gaduh di dinding, kan?"

"Bukan!"

"Lalu apa?"

"Suara orang!"

Didi menelan ludah. Apa lagi ini? Pikirnya. Ia mengira istrinya memang sudah gila akibat suara-suara dalam kepalanya.

"Suara rintihan. Rintihan orang kejepit. Orang itu merintih kesakitan!"

Mendengar alasan itu, Didi mulai merasakan kengerian yang dirasakan istrinya.

"Kamu pasti ga' denger, kan? Yang barusan kamu bohong. Kamu ga' denger apa-apa."

Rasa takutnya membuat air mata Ratih berurai sedikit demi sedikit.

Didi merangkul kepala istrinya itu mencoba menenangkan. Wanita yang dicintainya menangis ketakutan karena hanya dirinya yang bisa mendengar suara-suara itu.

Didi mencium ubun-ubun sang istri agar berkurang beban mentalnya.

"Kamu sudah pernah mendengar suara rintihan kesakitan, kan?" tanya Ratih getir.

"Sudah," jawab Didi pelan.

"Orang ini kejepit sesuatu yang sangat berat. Dan aku ga' bisa melakukan apa-apa selain mendengarnya merintih," kata Ratih terisak-isak.

"Tenanglah, Tih. Aku bisa merasakannya kok."

"Jadi kapan kita pindah rumah, Di?" otomatis pertanyaan itu muncul lagi.

"Nanti, ya. Tidak sekarang."

"Kapan? Kenapa ga' sekarang saja?"

Didi mengerutkan kening lagi.

"Soal suara-suara itu kamu ga' usah takut lagi. Nanti kita akan pindah rumah. Kalau perlu kita bangun rumah baru. Kita rancang versi kita yang sesuai kebutuhan kita. Yang pemandangannya bagus dan temboknya dicat putih bersih," kata Didi berjanji sambil meredam rasa takut istrinya. "Asal kamu ga' takut lagi."

Ratih tidak sumringah mendengar janji muluk suaminya.

"Aku maunya sekarang, Di. Aku sudah tidak kuat lagi. Suara meringis itu masih terdengar."

"Ya, kalau sekarang banget tidak bisa dong. Kita harus cari truk pindahan. Rumahnya pun belum ada. Mau tinggal di mana sementara, kita tidak tahu."

Perkataan Didi kacau-balau, kabur antara tercekam dan panik karena suasana khawatir sang istri. Sementara air mata Ratih deras mengalir.

"Aku takut, Di."

"Kamu sudah dipelukkanku, Tih. Kamu harus melawan rasa takut itu."

Ratih tersenyum kecil walaupun tiba-tiba suara rintihan itu kembali menghujam telinganya, "I―itu... Itu! Didi!"

"Apa lagi?"

"Beneran, Di. Aku ga' bohong. Suara itu deket banget!"

"Deket di mana?"

"Deket sekitar sini."

Ratih menunjuk-nunjuk lantai kamar.

"Di―di bawah sini. Tepat di bawah lantai kamar. Ya tuhan!!!"

Tangan Didi menutup telinga Ratih rapat-rapat mencoba membendung suara-suara yang menyerang istrinya.

Disela-sela momen itu, Ratih merasakan kesunyian itu lagi. Saking heningnya, Ratih bisa mendengar jantung sendiri berdetak. Meskipun saat itu ia berpelukan dengan suaminya, jantung suaminya justru tak terdengar.

Nafas Ratih berangsur-angsur normal tetapi kemudian nafas itu kembali memburu setelah mendengar suara tanpa wujud itu muncul lagi.

"Bagus. Kamu sudah tahu dimana jasadku berada. Sekarang, kamu sudah tahu apa yang harus kamu lakukan."

Ratih tak menduga perasaan ganjil itu masih merasukinya. Makhluk tak terlihat itu masih bersamanya. Suaminya tak ada disampingnya. Ia hanya berhalusinasi berada didekat suaminya sejak awal. Pikirannya hanya mengawang.

Ratih tak sadar sudah mengangguk. Ia berjalan tanpa kehendaknya. Mengambil sebuah sekop kebun dan palu pemecah keramik di garasi. Otaknya mati rasa. Semua otot-ototnya melakukan kerja di luar kemampuannya. Tubuhnya seperti terikat pada satu kekuatan yang aneh.    

Jangan Ketuk Pintu Rumah KamiWhere stories live. Discover now