"Kau enggak apa-apa?" tanya pemuda yang memperkenalkan dirinya sebagai Keiran. Mengangguk tidak membuat Keiran meninggalkan gadis itu sendirian. Ia mengajak Nova ikut bersamanya kembali ke ruang istirahat.

Melihat wajah Nova yang setengah hati, cepat-cepat pemuda itu berkata, "Atau, kau bisa menunggu di sini selama aku menutup bengkelnya. Seharusnya Aidan datang sebentar lagi, dia membelikan makan malam. Semoga saja dia beli porsi berlebih. Aku bisa memanggilkan Eri jika kau mau mengobrol. Kau tahu, sesama perempuan."

"Tidak, tidak usah repot-repot," ucapnya sambil mencari tempat yang bisa ia duduki.

Pandangannya tetap tertuju pada jendela yang mulai tidak menampakkan cahaya senja. Ketika ia duduk di atas tumpukkan kotak kayu, Keiran mengajaknya bicara lagi. Akan tetapi, sikap Nova yang dingin membuat pemuda itu merasa canggung, hanya bisa mengigit bibir, dan akhirnya meninggalkan gadis itu sendirian.

Derik gerbang besi yang ditarik menggaung memenuhi bengkel. Dari tiga gerbang seukuran empat meter, Keiran menyisakan sebuah gerbang yang ditutup setengahnya. Satu buah kendaraan bermotor masih bisa masuk lewat sana. Langkah Keiran seperti lompatan kecil setelah ia menyelesaikan tugasnya menutup bengkel. Ketika tatapan mereka bertemu, wajah pemuda itu bak tomat, mengalihkan pandangannya ke sana ke mari. Tingkahnya yang kikuk membuat Nova tak kuasa menahan senyum.

"Kau mau minum? Aku bisa membawakanmu minum," tanya Keiran, masih tersipu ketika jarak mereka cukup dekat. Nova menolaknya lagi dan pemuda itu merengut kecewa, "Kalau begitu, aku akan masuk dulu sebentar."

Mengangguk, Nova kembali mengalihkan pandangannya ke gerbang yang setengah terbuka. Ia menggenggam kalungnya, telinganya ia pasang lebar-lebar manakala ia melewatkan raungan Dolores. Sejauh ini, suara gagah motor itu masih nihil, jangkrik pun mungkin masih bersembunyi di balik semak-semak. Mengingat Distrik Blatto terletak dekat dengan Disposal Floor, tak heran daerah ini mulai sepi ketika senja. Bau yang tidak menyenangkan membuat tidak banyak orang tinggal di daerah ini. Hanya mereka yang miskin atau yang mempunyai bengkel karena lokasinya yang dekat untuk memulung barang. Sementara itu Floorian lebih memilih menghabiskan malam di dekat Lingkar Dalam ataupun Ratways.

Nova menunggu dan menunggu, tetapi suara yang ia harapkan tak kunjung tiba. Ketika harapannya naik, angan-angannya jatuh ke dalam jurang ketika suara motornya tidak senyaring dan semegah Dolores. Motor klasik itu terparkir manis tak jauh di depannya dengan seorang pengemudi yang lebih kecil dari Luke. Ketika si pengemudi membuka helmnya pun, rasa kecewanya semakin menjadi-jadi karena kepalanya ditumbuhi rambut. Ia mengambil kantong plastik berisikan kotak-kotak makanan. Keiran mengatakan bahwa seseorang bernama Aidan akan membawakan makan malam. Nova hanya bisa mengerjapkan mata karena di hadapannya adalah Keiran dan bukanlah orang lain.

Pemuda itu menyapanya lalu bertanya, "Apa kau sedang menunggu barang pesananmu, Nona? Aku kira Eri tidak akan meninggalkan seorang klien menunggu begitu lama ketika bengkel sudah tutup."

"Aku di sini menuggu Luke," jelas Nova sedikit kebingungan ketika dia menanyakan hal itu. Bukankah Keiran tahu bahwa dirinya sedang menunggu Luke? Kenapa harus menanyai akan hal itu lagi?

Melihat Nova dari atas ke bawah, Keiran mendengus. Pemuda itu melenggang melewatinya; helm di tangan kanan dan barang bawaannya di tangan kiri. Tiba-tiba saja pintu terbanting, membuat mereka berdua tersentak.

Memutar tubuhnya, Nova dapat melihat Keiran —lagi!— yang tengah ribut bersama dengan Eri. Perempuan itu membawa sebotol minuman dengan rasa jeruk, di sisi lain Keiran ingin meraihnya.

"Kau kan tinggal memberikannya, apa susahnya sih?" desis gadis itu, mencoba melewati pintu yang menghubungi mereka ke bengkel.

"Kamu bukan cewek, Eri!" geram Keiran, masih mencoba mengambil botol itu, "Kalau bilang enggak, ya enggak!"

Down There Is What You Called Floor [END]Where stories live. Discover now