Prolog

50 2 2
                                    


Alissa terdiam di depan laptop, pikirannya tengah mengelana ke berbagai hal dan kejadian di masa lampau. Ia tengah didera kelelahan yang luar biasa. Tugas dari kampus seperti tanpa henti dan tak pernah membiarkan dia beristirahat barang sejenak. Begitu pula dengan beberapa kegiatan di luar kampus yang berusaha dia ikuti bersama dengan beberapa teman, termasuk Yasmin. Namun, ia mulai merasa jengah dengan kesibukannya. Ia rindu bergelung dengan dirinya sendiri dan ia rindu dapat meluapkan rasa pada dirinya sendiri.

Alissa mendesah cukup keras setelah memikirkan banyak hal tersebut. Ia melirik ke samping sebelah kanan di mana tumpukan buku tulis berisikan hasil coretan-coretannya berada. Ia ambil satu di antara mereka dan mulai membacanya. Tiba-tiba saja Alissa sudah tersedot ke dalam kisah hasil coretannya dan tak terasa hatinya sudah merasa jauh lebih baik. Ia menatap ke luar melalui jendela kamarnya yang langsung berbatasan dengan halaman belakang mungil, tapi asri. Melihat pemandangan tersebut hatinya jauh lebih lega lagi.

Perhatian Alissa teralihkan lagi ketika mendengar bunyi notifikasi dari ponselnya. Ia mengetuk dan mengusap layar ponselnya kemudian membaca pesan yang ternyata dari grup pesan dari klub teater yang diikutinya. Di dalam pesan tersebut dijelaskan bahwa mereka akan mengadakan sebuah panggung persembahan untuk ulang tahun kampus. Jadi, seluruh anggota diharapkan berpartisipasi. Binar wajah Alissa meredup seketika. Alissa menghempaskan punggungnya pada sandaran kursi, menatap langit-langit kamar yang berwarna putih.

“Pada akhirnya, semua kesibukan ini memang nggak ada habisnya,” keluhnya dalam hati.

Ia terdiam dalam lamunan, membiarkan otaknya kosong dalam sekejab. Hatinya dilanda lelah yang jauh lebih luar biasa. Ia berpikir bahwa bertemu dengan banyak orang pasti butuh begitu banyak topeng. Topeng ia bisa bersikap normal, tidak gugup, tidak terlihat ketakutan, dan bisa ceria karena teater adalah salah satu dunia kecintaannya. Kemudian dia harus rela beramah tamah sebisanya, berbasa basi yang pasti akan terasa kaku, dan pada akhirnya ia akan memilih duduk di sudut sendirian. Apalagi ia sudah bolos di klub teater hampir satu bulan karena aktivitas kuliahnya yang membludak. Akan ada banyak tanya yang menjengahkan di sana, yang membuatnya akan kosong sekaligus gemetar setengah mati.

Ia bangkit dari posisinya dan memilih menyembunyikan wajahnya di balik kedua tangkupan telapaka tangan. Ia akan lelah sekali setelah itu dan butuh waktu lebih banyak lagi untuk sendirian. Ia jadi tidak yakin dengan keinginannya untuk terus melaju di teater. Ia jadi ingin menyerah dan menjalani hidup normal sebagai mahasiswa biasa saja. Setidaknya dengan menjalani kuliah dengan benar, ia tak harus menjadi orang lain. Ia diam pun tak ada yang memprotes atau ia yang belum tahu. Kecuali saat presentasi dan tugas kelompok, ia lebih memilih diam karena banyak bicara berarti banyak mengeluarkan tenaga. Otaknya cepat kosong dan terasa bodoh dalam situasi seperti itu dan ia tak suka dirinya saat seperti itu. Rasanya ingin menenggelamkan diri di laut saja.

***

#30DWC #30DWCJilid7 #Day1

Dreaming to be WriterWhere stories live. Discover now