kedua

90 17 0
                                    

"Daehwi, kasih ke Gue uang yang tadi tu!"

"Uang yang mana, Kak?"

"Lo, jangan sok polos ya, tadi ada mobil yang ngasih Lo uang Rp50.000 kan? Kasih uang tu ke Gue! Gue yang berkuasa di sini, ingat Gue ni Kakak Lo!"

"Tapi itu buat Bunda ..." ucapan Daehwi terputus, dengan kejamnya Dongho merampas uang itu.

Hal itu terjadi ketika lampu lalu lintas berwarna merah. Jadi, mereka kehilangan satu kesempatan untuk berjualan. Sebentar lagi, lampu akan berganti hijau, terlihat pada timer yang menunjukkan 3 detik lagi. Tetapi, Dongho yang telah terbakar api emosi, tak melihat lampu lalu lintas. Tanpa memperhatikan jalan, ia berlari tak tentu arah.

"Awaasssss!!!" seorang Ibu mendadak menjerit.

"Kakak!!" Daehwi berteriak kaget.

Tapi, Dongho tak mendengarnya lagi, ia telah jatuh dan tak sadar diri. Dongho tertabrak mobil, itulah kata yang tepat untuk menggambarkan suasana ini. Orang-orang yang melihat langsung berdatangan. Mengangkut Dongho ke dalam mobil 'si penabrak' lalu ibu penabrak langsung menancap gas menuju rumah sakit.

"Pak, Ibu tadi membawa Kakak itu ke rumah sakit mana ya?" Daehwi bertanya pada salah satu orang yang menolong Dongho tadi.

"Dibawa ke RS Central, Nak."

"Oh, terima kasih informasinya, Pak."

Daehwi berlari menuju rumahnya –maksudnya panti asuhan- ia tak kuasa menahan tangis, hingga air matanya tak menetes lagi, tetapi membanjiri wajah tampannya. Ia merasa bersalah, harusnya uang tadi aku beri saja ke Kak Dongho, biar Kakak tidak marah. Aku salah, aku jahat udah buat Kakak tertabrak mobil. Aku JAHAT!!! Hati Daehwi meneriakkan kata-kata itu.

"Assalamualaikum, Bunda," Daehwi sampai di depan pintu.

"Waalaikumsalam. Tumben cepat pulang, Nak. Kakak mana? Daehwi, kenapa menangis? Korannya tidak terjual? Cerita ke Bunda ya," Bunda langsung melepaskan beribu anak panah ke Daehwi. Tangis Daehwi menjadi. Tapi ia tetap berusaha menceritakan seluruh kejadian, dari bapak bermobil mewah yang memberi uang Rp50.000 sampai Dongho yang di bawa orang ke rumah sakit.

Ternyata bunda tak marah. Bunda pun mengajak Daehwi ke rumah sakit. Awalnya Daehwi tak mau, tapi akhirnya ia menurut serta berniat untuk merawat Kak Dongho hingga sembuh.

Sesampainya di rumah sakit ...

"Assalamualaikum." Daehwi dan Bunda memberi salam. Tetapi tiada jawaban. Ternyata, Dongho masih tertidur. Entah karena mengantuk atau belum sadar diri.

Satu jam berlalu, Bunda dan Daehwi masih setia menunggu Dongho sadar. Mata Dongho terbuka perlahan ...

"Bun, Kakak bangun!" sorak Daehwi.

"Dongho, kamu sudah sadar, Nak?" Bunda bertanya.

"Bunda, Dongho kenapa? Ini rumah sakit, ya?"

"Iya. Tadi Dongho tertabrak, Daehwi langsung mengajak Bunda untuk kesini," jawab Bunda.

"Semua gara-gara dia!" Dongho menunjuk ke Daehwi.

"Maafin Daehwi, Kak. Harusnya uang itu Daehwi kasih ke Kakak," Daehwi bersedih.

"Dongho, ini bukan salah Daehwi. Harusnya Dongho lebih berhati-hati. Saling minta maaf ya," Bunda melerai.

"Ndak sudi maafin orang kayak dia!" Dongho kesal.

"Ayolah Kak Dongho, bermusuhan lebih dari 3 hari itu dosa loh. Ingat nggak? Dik Daehwi pasti mau memperbaiki kesalahannya," bunda membujuk.

"Please, Kak. Daehwi janji tidak seperti itu lagi," Daehwi memohon.

"Ok. Sebenarnya ini bukan salah Daehwi. Kakak yang salah. Kakak iri sama Daehwi yang perfect. Maafin Kakak ya," Dongho balik meminta maaf.

"Siip, Kak. Sekarang Kakak istirahat lagi ya," Daehwi tersenyum.

Mereka saling berpelukan. Dongho sadar, Daehwi memang sosok adik yang patut di contoh. Mulai sekarang, Dongho berperilaku leih baik, dan suatu hari Ia akan menjadi seorang pemuda pintar dan bermoral karena bimbingan Bunda dan Adiknya yang tampan, yaitu Daehwi.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Apr 03, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Maaf || donghodaehwi ✔Where stories live. Discover now