pertama

140 19 1
                                    

Ashsholatu khoirum minan naum ...

Dongho terbangun mendengar suara adzan, dengan segera ia membangunkan adik-adik yang sekamar dengannya. Lalu langsung kabur menuju toilet untuk berwudhu. Selesai berwudhu, mereke solat berjamaah, lalu berdoa masing-masing.

Matahari mulai meninggi, Dongho dan teman-temannya bersama-sama membersihkan rumah mereka. Meski hanya sebuah panti asuhan mereka telah menganggapnya sebagai rumah, dan seluruh penghuninya adalah keluarga.

Tiiiin ... Tiiiin ...

Terdengar suara klakson mobil, yang di susul ketukan pintu serta ucapan salam seorang lelaki. Bunda membukakan pintu, mempersilahkan lelaki berpakaian polisi, serta seorang anak disampingnya untuk duduk.

Lalu berbincang-bincang kepada bapak polisi itu. Dongho dan adik-adiknya berusaha untuk menguping percakapan bunda. Setelah kurang lebih 15 menit, pak polisi itu pamit pergi, dan ternyata, anak cowok yang bersamanya tadi, di tinggalkan di sini. Dongho semakin penasaran, siapa sih anak itu?

Bunda berjalan ke arah kami, sambil berbicara dengan 'si anak baru'. Dengan segera, Dongho dan adik-adiknya kembali ke posisi semula, agar tidak ketahuan kalau tadi menguping pembicaraan bunda.

"Pagi anak Bunda yang kece-kece and pintar-pintar!" bunda menyapa kami, "kita punya kakak baru nih, namanya Daehwi."

"Bunda, nanti Kak Daehwi mainnya sama Muel ya."

"Seonho juga mau, Seonho mau main sama Kak Daehwi." Seonhk tak mau kalah.

Di susul dengan ocehan adik-adik lainnya yang ingin bermain dan belajar bersama Daehwi. Daehwi hanya mengomentarinya dengan tersenyum manis.

Namun bagi Dongho, itu bukan senyuman manis, melainkan senyum kebencian, hingga tersirat di benaknya ih, ngapain sih harus ada anak baru? Pasti adik-adik jadi ngelupain aku. Pasti mereka akan ngebuang aku ke dalam tong sampah. Padahal si Daehwi tu juga baru 10 tahun, aku masih punya gelar sebagai kakaknya, harusnya dia nurutin perintah aku lah !!!

Hari berlalu dengan beribu kekesalan Dongho pada Daehwi. Tapi Daehwi tetap menghormati kakaknya yang menyebalkan itu. Dongho hanya berkomentar dasar adik sok alim!!!

Seperti biasa, namanya anak panti asuhan, harus bekerja keras untuk bisa sekolah. Pagi ini pun tak berbeda dari yang kemarin-kemarin. Dongho dan adik-adiknya yang sudah lumayan besar, berpencaran di jalan menjajakan koran.

Lampu lalu lintas menyala merah, semua mobil pun berhenti. Anak-anak loper Koran terutama Dongho dan Daehwi menancap gas memulai aksi. "Pak, mau koran yang mana?" Daehwi bertanya pada seorang bapak pengendara mobil mewah, yang ia tak tahu apa nama mobil itu.

"Kompas saja, Nak. Berapa harganya?" bapak itu tersenyum ramah.

"Rp5.000,00, Pak."

Sambil mengambil uang di dompet, bapak itu bertanya, "kamu sekolah, Nak?"

"Alhamdulillah saya sekolah, Pak. Meski saya harus cari uang sendiri buat bayar sekolah."

"Kamu tinggal di mana?" Bapak itu mengajukan pertanyaan lagi.

"Saya tinggal di Panti Asuhan Cahaya Hidup, Pak."

"Ini untukmu," Bapak itu memberi Daehwi selembar uang berwarna biru. Dan sudah bisa di tebak, Rp50.000,00.

"Ada uang yang lebih kecil, Pak? Uang sebesar itu saya tidak punya kembaliannya."

"Ambil saja semuanya, Saya ikhlas kok."

"Tidak perlu sebanyak ini, Pak. Ini untuk ..." Ucapan Daehwi terputus.

Bohlam merah pun mati, disusul nyalanya bohlam orange lalu hijau. Bapak itu mulai melaju dengan mobilnya, lalu membunyikan klakson pertanda salam kepada Daehwi.

Daehwi pun tersenyum, lalu bersyukur atas apa yang didapatnya. Kalau biasanya, jual koran 10 buah baru dapat uang segini. Ini rezeki Daehwi. Kalau sudah sampai rumah, pasti uang ini Daehwi beri ke Bunda. Daehwi berfikir meski dengan kepolosannya.

Dongho yang berada di seberang sana, melihat Daehwi memasukkan uang warna biru itu ke dalam kantongnya –karena Dongho memang selalu mengintai Daehwi- Hah, masa baru 10 menit jualan, si Dewi tu udah dapat uang Rp50.000??? Dapat uang dari mana dia? Pasti dia nyopet, gue harus samperin nih!!! Dongho pun langsung sewot.

Dongho berjalan menuju tempat Daehwi. Daehwi tersenyum, tetapi dalam hatinya kenapa Kak Dongho kelihatan marah ya? Dia juga melototin aku. Atau jangan-jangan Kakak mau ngambil uang yang tadi. Eh, aku ngga boleh suudzon, mungkin aja Kak Dongho lagi capek, makanya terlihat marah.

Detik detik lanjut berdenting mengiringi ketakutan Daehwi akan kedatangan Dongho ...
.
.
.

Maaf || donghodaehwi ✔Where stories live. Discover now