Chapter 1 - Bad Boys

154 25 20
                                    

"Smile, because it confuses people. Because it easier than explaining what kill you inside."
-Joker

* * *

Dahi gadis itu penuh peluh, tubuhnya bergerak tidak nyaman. Bibirnya bergumam samar dengan kedua mata yang terpejam rapat. Lantas terdengar suara lengkingannya yang mengisi keheningan di sekitarnya.

Tapi tidak lama setelahnya, pintu kamarnya segera terbuka, menunjukkan seorang perempuan pirang yang mengerutkan keningnya. Dia langsung berjalan menuju tempat tidur gadis itu sebelum mengguncang pelan bahunya.

"Hey, it's okay. It's okay," gumamnya kecil seraya berusaha menenangkannya.

Bulu matanya sedikit bergetar sebelum kedua matanya benar-benar terbuka. Napasnya terengah-engah. Gadis itu langsung bangun dari posisi tidurnya dengan masih mencoba mengatur deru napasnya. Kaosnya terlihat basah oleh keringatnya sendiri, padahal suhu di kamarnya tidak sepanas itu untuk membuatnya seolah mandi keringat seperti sekarang.

"Kau baik-baik saja, Karen?"

Karen menolehkan wajahnya dan menemukan sepasang bola mata biru yang sedang menatapnya. Karen membasahi bibirnya sebelum mengangguk. "Yeah, hanya kembali bermimpi buruk,"

"Ini makin memburuk setiap malamnya, kau menyadarinya, kan?"

Dia mengangguk sebelum membuang pandangannya. "I'm so sorry," ucapnya berbisik tanpa mau menatapnya.

Kedua alis tebal perempuan pirang itu terangkat naik. "Untuk apa?"

"Ini mengganggumu tiap malam, Olivia. Kau harus terus terbangun hanya untuk membangunkanku dari mimpi burukku sendiri,"

Olivia menghela napasnya sebelum menarik Karen ke dalam pelukannya. "You really don't deserve this,"

Karen membalas pelukannya sebelum memejamkan matanya di dalam pelukan Olivia. Betapa beruntungnya dia mempunyai seseorang seperti perempuan itu, yang bahkan bersedia terbangun setiap malam hanya untuk menenangkannya.

Karen memang punya sedikit masalah dalam tidur. Tapi akhir-akhir ini bertambah buruk. Mungkin karena gadis itu selalu beranggapan jika hal ini bukan masalah besar. Dan Olivia berpikir sebaliknya. Dia pikir Karen benar-benar kehilangan akalnya untuk beranggapan demikian.

"Aku akan mengatakan ini pada pamanmu besok, Karen. Kau tidak bisa begini terus setiap malamnya,"

Pelukan mereka langsung terurai usai Olivia berucap. Karen menatapnya dengan pandangan seakan berkata Olivia terlalu berlebihan. "Tidak. Aku baik-baik saja,"

"Jangan gila. Dari semua hal ini, apa yang baik-baik saja menurutmu?" Olivia berkata dengan nada kesal setengah mati.

Karen menatapnya dengan pandangan memohon, "Olive,"

"Karen," balas gadis pirang itu dengan tatapan khasnya.

"I'll be fine, trust me. Aku hanya butuh waktu untuk sembuh,"

Olivia menggeleng. "Tapi, Karen—"

"Look, kau ingin aku sembuh, kan? Kau ingin aku berhenti bermimpi buruk? Maka kau harus mempercayaiku," kedua mata Karen kini memandang sahabatnya serius. "Aku tidak bisa sembuh hanya dengan terapi dari seorang psikolog atau apapun itu. Tapi harus dari diriku juga, Olive. And I'll be fine, I promise. You just have to trust me,"

"Tapi sampai kapan, Karen? Kau sudah menderita untuk berbulan-bulan lamanya dengan mimpi itu. Aku tidak bisa melihat kau menderita lebih lama lagi,"

Bad Plan ❌ JBTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang